Gejala datangnya La Nina mulai terlihat jelas. Hal ini ditunjukkan munculnya fenomena Dipole Mode, yaitu menghangatnya suhu muka laut Samudra Hindia di barat Sumatera dan perairan di dalam wilayah Nusantara. Berdasarkan data historis, Dipole Mode muncul tiga bulan sebelum La Nina. Kehadiran La Nina bergantian setelah El Nino.
Bahkan, ketika El Nino kuat pada 1997, La Nina berlangsung hingga dua tahun, berturut-turut. Hal ini dijelaskan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Edvin Aldrian, Jumat (27 5), di Jakarta.
”Menghangatnya suhu muka laut di barat Sumatera telah lebih dari 1 derajat celsius. Ini disebut Dipole Mode Negatif. Apabila terjadi Dipole Mode Positif akan berefek kurang hujan,” urainya. Dipole Mode Negatif menyebabkan curah hujan tinggi. ”Anomali ini biasanya muncul tiga bulan sebelum La Nina,” ucap Edvin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Berdasarkan pantauan citra satelit pada Senin (23 5), menghangatnya suhu muka laut tampak di Laut Tiongkok Selatan, Selat Karimata, Laut Jawa, serta Samudra Hindia di barat Sumatera dan selatan Jawa. Perairan sekitar Sulawesi pun suhu di atas normal.
”Pada 18 Mei lalu Indeks Nino sudah minus 0,1 derajat celsius. Saat ini diprediksi mendingin. Selain itu, di kolom tengah Samudra Pasiflk terlihat penjalaran massa laut hangat ke arah timur,” kata Edvin.
Fenomena tersebut menguatkan akan munculnya La Nina.
Kemarau basah Saat ini Indonesia telah memasuki kemarau. Namun, ketimbang pola normal, kali ini lebih basah. Hingga Juni beberapa daerah masih banyak hujan.
”Ini efek dari pelepasan energi atau massa udara yang tertahan selama Januari-Februari,” ujar Evi Lutfiaty, Kepala Bidang Informasi Iklim BMKG.
Pada pola normal, puncak hujan pada Januari, tetapi karena El Nino hal itu tidak terjadi. Curah hujan pada Januari-Februari di bawah normal. Saat ini El Nino telah meluruh sehingga curah hujan kembali meningkat.
Kondisi netral tak berlangsung lama. Tiga bulan mendatang, yaitu Agustus, La Nina akan ldan nyata. Fenomena ini ditunjukkan adanya kolam panas di barat Pasifik. Ini menyebabkan banyak hujan dengan curah di atas normal. ”Karena La Nina, awal kemarau di beberapa daerah akan mundur dan periodenya lebih singkat,” ujar Evi.
La Nina mulai muncul Agustus, tetapi dampaknya akan terlihat nyata di akhir tahun. ”Akhir tahun hingga Januari 2017 mulai banyak hujan di banyak Wilayah. Karena itu, banjir meluas perlu diwaspadai,” ucap Evi.
Tingginya curah hujan pada Mei ini disebabkan Monsun Asia yang menguat. Hal ini menyebabkan pemusatan daerah pembentukan awan yang berpotensi hujan di sekitar Sumatera, Jawa bagian barat, dan Kalimantan bagian barat sampai awal Juni 2016.
Namun, curah hujan di mayoritas wilayah Indonesia di bawah normal. Curah hujan berkriteria rendah hingga menengah. (YUN)
Sumber: Kompas, 28 Mei 2016