Implementasi Riset Kebencanaan Rendah

- Editor

Selasa, 25 Februari 2014

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Berbagai riset adaptasi bencana banyak dilakukan. Namun, jumlah bencana kian banyak dan tersebar. Padahal, sebagian besar bencana itu, khususnya yang dipicu cuaca ekstrem, bisa dicegah dan dikurangi risikonya.

”Implementasi hasil riset kebencanaan sulit dilakukan,” kata Wakil Rektor Bidang Riset dan Inovasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Wawan Gunawan A Kadir saat dihubungi dari Jakarta, Senin (24/2). Implementasi riset itu adalah kewenangan pemerintah selaku pengambil kebijakan, bukan ranah ilmuwan.

Secara terpisah, Kepala Pusat Studi Bencana Universitas Gadjah Mada (UGM) Djati Mardiatno menambahkan, rekomendasi riset tentang daya dukung lingkungan, kependudukan, konservasi sumber daya alam hingga teknologi pencegah dan pengurangan risiko bencana sudah diberikan ilmuwan dan perguruan tinggi. Eksekusi rekomendasi itulah yang sering terkendala sehingga bencana di mana-mana.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

”Ini bukan persoalan keterbatasan dana, melainkan soal kemauan politik,” ujarnya.

Tidak kontinu
Djati mengatakan, program adaptasi bencana mencegah keberulangan memang bukan isu menarik dalam pembangunan. Program ini bersifat jangka panjang yang dampaknya sulit didapat hanya dalam kurun waktu lima tahun masa kepemimpinan pemerintah di pusat dan daerah.

Oleh karena itu, program pencegahan bencana harus dilakukan bertahap, tidak bisa instan. Namun, kontinuitas program ini sering kali bermasalah saat pemerintahan berganti.

Tahapan pencegahan yang sudah dilakukan pemerintahan sebelumnya diulang pemerintahan baru. Akibatnya, upaya adaptasi harus kembali dari nol tanpa hasil akhir yang jelas. Padahal, dana terbatas dan daya dukung lingkungan terus turun.

Otonomi daerah juga menyulitkan implementasi rekomendasi. Pencegahan bencana menuntut penanganan lintas daerah. Lemahnya koordinasi antardaerah ini sering menimbulkan konflik antara wilayah hulu dan hilir daerah aliran sungai. ”Kuatnya ego setiap daerah membuat bencana sulit ditangani secara komprehensif dan terintegrasi,” ujar Djati.

Wawan menambahkan, rendahnya implementasi riset kebencanaan sebenarnya juga terjadi pada hasil riset bidang lain. Persoalannya, kelambanan penerapan rekomendasi riset berdampak langsung pada masyarakat.

Akibatnya, jumlah kerugian materiil tiap tahun membesar. Ancaman penyakit, stres, serta hilangnya produktivitas dan peluang bisa berdampak ekonomi lebih besar bagi negara. (MZW)

Sumber: Kompas, 25 Februari 2014

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 1 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB