Sampah plastik saat ini menjadi masalah global di laut. Sampah plastik itu terpotong-potong menjadi plastik berukuran sangat kecil yang disebut mikroplastik. Mikroplastik itu sebagian besar (90 persen) menjadi serat mikroplastik yang dicerna oleh ikan dan satwa laut lainnya. Namun, bagaimana serat mikroplastik itu akan sampai ke manusia masih belum jelas. Ilmuwan di Amerika Serikat berhasil menemukan mekanismenya di tubuh kerang biru atau kupang.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI (RAD)–Lontong kupang makanan khas Sidoarjo yang menggunakan bumbu petis. Kupang ternyata diketahui mencerna mikroplastik, tetapi kemudian membuang sebagain besarnya.
Penelitian berjudul “Penyerapan Serat Mikroplastik, Konsumsi, dan Pengeluaran di Kerang Biru (Mytilus edulis)” yang dimuat dalam jurnal Elsevier yang juga dipublikasikan sciencedaily.com edisi 4 Desember 2018.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Potongan-potongan besar plastik Anda temukan di pantai adalah yang terlihat oleh Anda, tetapi mikroplastik ada di mana-mana. Kami sangat membutuhkan cara untuk secara akurat dan tepat mengukur jumlah mereka di laut,” kata Paty Matrai, peneliti Laboratorium Ilmu Kelautan Bigelow, AS, yang meneliti bersama rekannya David Fields.
KOMPAS/ICHWAN SUSANTO (ICH)–Atraksi wisata bawah laut di Bangsring, Banyuwangi, Jawa Timur kerapkali terganggu oleh sampah plastik kiriman dari sungai. Perilaku jorok dan tak bertanggungjawab yang menempatkan sampah tak sesuai tempatnya mengganggu pesona bawah laut yang mulai menjadi destinasi ekowisata baru di ujung timur Jawa. Seperti tampak, Kamis (24/3) di Pantai Bangsring yang dikelola warga setempat.
Jenis mikroplastik yang paling melimpah adalah serat, yang mudah terlepas dari bahan yang sama seperti karpet dan pakaian bulu, dan yang ukurannya yang kecil membuat mereka dapat dimakan oleh kehidupan laut sekecil zooplankton.
“Kami tahu bahwa serat mikroplastik dapat dikonsumsi oleh kerang, tetapi pada tingkat berapa dan berapa lama mereka ditahan oleh hewan masih belum jelas. Sejauh mana plastik berdampak pada rantai makanan tidak diketahui, tetapi karena semakin banyak plastik yang masuk ke laut, jumlah organisme yang mengandung plastik pasti meningka,” papar Fields.
KOMPAS/VINA OKTAVIA (VIO)–Nelayan di pesisir Teluk Lampung di Kelurahan Kota Karang Raya, Kecamatan Tanjung Karang Timur, Kota Bandar Lampung, memanen kerang hijau (Perna viridis) yang dibudidayakan menggunakan media keramba apung, Jumat (6/1/2017).
Percobaan utama yang digunakan untuk penelitian ini menempatkan kerang dalam air yang mengandung serat pada tingkat yang setara dengan yang ada di lautan. Tim Matrai menggunakan FlowCam, instrumen optik yang awalnya dikembangkan di Laboratorium Bigelow, untuk lebih mudah menghitung partikel. Metode baru ini membuka pintu untuk eksperimen serat mikroplastik pada masa depan.
”Studi rinci tentang spesies dan mekanisme mereka untuk seleksi partikel akan menjadi penting untuk memahami bagaimana mikroplastik mempengaruhi ekosistem pada skala yang lebih besar,” kata Madelyn Woods, koordinator penelitian kelautan di Shaw Institute, AS.
KOMPAS/JOHANES GALUH BIMANTARA–Pengupas kerang di kawasan Muara Angke, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, Selasa (27/11/2018).
Melalui serangkaian percobaan laboratorium, tim menemukan bahwa kerang dengan cepat menolak sebagian besar serat mikroplastik yang mereka ambil dengan melapisi mereka dalam lendir dan membuangnya. Metode ini memungkinkan mereka untuk melepaskan diri dari beberapa serat secara efisien tanpa membawa mereka sepenuhnya ke dalam tubuh mereka.
Namun, kerang menelan hampir satu dari 10 serat, mengumpulkan mereka di jaringan tubuh mereka. Memindahkan kerang itu ke air bersih, para ilmuwan menemukan, memungkinkan mereka menyiram sebagian besar serat yang terakumulasi dari tubuh mereka.
“Karena lautan begitu luas, mikroplastik sebenarnya tidak terkonsentrasi. Tapi tidak ada yang tahu dampak sepenuhnya yang mereka miliki,” kata Matrai.–SUBUR TJAHJONO
Sumber: Kompas, 5 Desember 2018