Ilmuwan Indonesia Diakui Dunia

- Editor

Selasa, 16 Desember 2014

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Empat ilmuwan Indonesia dari Pusat Arkeologi Nasional masuk dalam jajaran ilmuwan dengan pemikiran ilmiah paling berpengaruh sedunia tahun 2014 menurut versi Thomson Reuters. Kegigihan mereka meneliti manusia Liang Bua atau Homo Floresiensis di Flores, Nusa Tenggara Timur, membuat para peneliti ini masuk dalam daftar peneliti yang paling banyak dikutip.


Presiden Thomson Reuters Basil Moftah menyampaikan pengumuman itu kepada para ilmuwan di London, Inggris, 6 Oktober 2014. Menurut lembaga yang secara khusus menangani persoalan kekayaan intelektual dan ilmu pengetahuan ini, publikasi ilmiah empat ilmuwan Indonesia itu paling banyak dikutip dalam kurun 11 tahun terakhir, yaitu antara 2002-2012 dan 2012-2013.

Selain paling banyak dikutip, hasil penelitian mereka juga dinilai memberikan arah ke masa depan dalam bidang keilmuan arkeologi. ”Jurnal ilmiah tentang manusia Liang Bua yang kami publikasikan pada 2004 di jurnal Nature banyak direspons publik,” kata E Wahyu Saptomo, arkeolog Pusat Arkeologi Nasional (Arkenas), yang masuk dalam jajaran ilmuwan dengan pemikiran ilmiah paling berpengaruh sedunia 2014 versi Thomson Reuters, di Kantor Pusat Arkenas, Jakarta, Senin (15/12).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

imagesTiga peneliti Arkenas lain juga masuk dalam daftar tersebut, yaitu Rokus Awe Due, Jatmiko, dan Thomas Sutikna. Pada 2003, keempat peneliti ini bersama Mike Morwood dari University of New England, Australia, melakukan ekskavasi di Liang Bua, Flores, Nusa Tenggara Timur. Waktu itu, almarhum Prof RP Soejono bertindak sebagai ketua tim penelitian dari Pusat Penelitian Arkenas.

”Kami menemukan kerangka manusia kerdil setinggi 106 sentimeter yang diyakini sebagai spesies baru, yang bukan termasuk Homo erectus maupun Homo sapiens. Tulang manusia kerdil yang dinamakan Homo floresiensis ini berusia sekitar 18.000 tahun,” ungkap Wahyu.

Meski mendapat pengakuan internasional, hasil-hasil penelitian ilmuwan lokal kurang diapresiasi di dalam negeri. Mantan Kepala Arkenas Prof Riset Bambang Sulistyanto mengakui, akibat minim penghargaan, banyak peneliti Indonesia yang justru kemudian hijrah ke luar negeri yang menyediakan fasilitas penelitian profesional dan memadai. (ABK)

Sumber: Kompas, 16 Desember 2014

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Masalah Keagenan Pembiayaan Usaha Mikro pada Baitul Maal wa Tamwil di Indonesia
Perkembangan Hidup, Teknologi dan Agama
Jembatan antara Kecerdasan Buatan dan Kebijaksanaan Manusia dalam Al-Qur’an
AI di Mata Korporasi, Akademisi, dan Pemerintah
Ancaman AI untuk Peradaban Manusia
Tingkatkan Produktivitas dengan Kecerdasan Artifisial
Menilik Pengaruh Teknologi Kecerdasan Buatan dalam Pendidikan
Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 16 Februari 2025 - 09:06 WIB

Masalah Keagenan Pembiayaan Usaha Mikro pada Baitul Maal wa Tamwil di Indonesia

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:57 WIB

Perkembangan Hidup, Teknologi dan Agama

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:52 WIB

Jembatan antara Kecerdasan Buatan dan Kebijaksanaan Manusia dalam Al-Qur’an

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:48 WIB

AI di Mata Korporasi, Akademisi, dan Pemerintah

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:41 WIB

Tingkatkan Produktivitas dengan Kecerdasan Artifisial

Berita Terbaru

Profil Ilmuwan

Mengenal Achmad Baiquni, Ahli Nuklir Pertama Indonesia Kelahiran Solo

Selasa, 29 Apr 2025 - 12:44 WIB

Berita

Perkembangan Hidup, Teknologi dan Agama

Minggu, 16 Feb 2025 - 08:57 WIB

Berita

AI di Mata Korporasi, Akademisi, dan Pemerintah

Minggu, 16 Feb 2025 - 08:48 WIB