Peran ilmu-ilmu sosial tidak tergantikan di dalam perkembangan teknologi dan revolusi industri. Ilmu sosial yang memberi makna dan nilai pada setiap inovasi dan pencapaian terbaru di masyarakat. Karena itu, perkembangan ilmu sosial hendaknya bersikap kritis, analitis, dan kreatif.
Hal tersebut mengemuka di dalam simposium nasional Himpunan Indonesia untuk Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial (HIPIIS) yang bertema “Peran Ilmuwan Sosial dalam Merespons Masalah-masalah Kebangsaan” di Jakarta, Selasa (17/4/2018).
Pada kesempatan yang sama juga dilakukan pelantikan ketua baru HIPIIS, yaitu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy yang menggantikan Rektor Universitas Sebelas Maret Ravik Karsidi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menteri Sekretaris Negara Pratikno yang memberi pidato kunci pada acara tersebut mengungkapkan bahwa tantangan ilmu sosial di Indonesia adalah agar tidak menjadi “pemadam kebakaran”. Hal ini karena ilmu sosial baru digunakan pada keadaan darurat, yaitu apabila sebuah peristiwa telah terjadi dan mengakibatkan dampak negatif.
“Sejatinya ilmu sosial adalah untuk menganalisa potensi keuntungan dan risiko suatu hal baru, baik berupa produk teknologi ataupun layanan sosial,” kata Pratikno.
–Menteri Sekretaris Negara Pratikno (kedua dari kiri) serta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy (ketiga dari kiri) berdiskusi bersama perwakilan dekan fakultas ilmu-ilmu sosial terkait arah pemanfaatan ilmu sosial untuk memecahkan permasalahan bangsa.
Menurut dia, kemajuan teknologi justru menjadi salah satu keuntungan bagi ilmu sosial karena terjadi disrupsi yang membuat kebutuhan terhadap sains dan sosio-humaniora tidak lagi terpisah, tetapi menyatu. Salah satu contoh ialah ilmuwan yang paling dicari kini adalah ilmuwan data yang memiliki kemampuan linguistik sekaligus algoritma.
“Arah perkembangan ilmu sosial kini sangat lekat dengan teknologi. Akan tetapi, bagaimanapun imajinasi, kreativitas, empati, kemampuan berjejaring, negosiasi, dan pengambilan keputusan berdasar pertimbangan norma tetap tidak tergantikan,” ujar Pratikno. Keberadaan disrupsi melalui teknologi justru merupakan kesempatan emas bagi ilmu sosial untuk mendefinisikan kembali makna-makna pembangunan dan revolusi industri.
Menganalisa nilai
Pratikno mengingatkan bahwa ilmu sosial memperjuangkan nilai-nilai tertentu. Sifatnya tidak bebas tanpa arah, melainkan berlandaskan nilai yang dianut oleh masyarakat, baik dalam tataran lokal, nasional, dan global. Pada saat yang sama, nilai-nilai tersebut dikontestasikan relevansinya. Perdebatan merupakan metodologi utama nilai sosial dalam membentuk argumen terstruktur dan valid.
Dalam forum tersebut, Pratikno dan Muhadjir turut melakukan audiensi bersama para perwakilan dekan fakultas ilmu-ilmu sosial se-Indonesia. Para dekan mengusulkan adanya peta rencana pengembangan ilmu sosial untuk dua hingga sepuluh tahun mendatang. Tujuannya agar bisa mencari solusi bagi permasalahan bangsa secara komprehensif, tidak sepotong-sepotong.
Para dekan juga mengemukakan kebutuhan pengembangan riset ilmu-ilmu sosial yang hasilnya bisa diterapkan di masyarakat. Menanggapi itu, Muhadjir mengatakan bisa dimulai dengan cara menganalisa dan mengintervensi kemampuan berpikir kritis masyarakat Indonesia. “Para pelajar harus mulai diperkenalkan dengan tata cara berpikir yang sistematis, terstruktur, dan analitis. Kita butuh kajian dan solusi untuk masalah tersebut,” ujarnya. (DNE)–LARASWATI ARIADNE ANWAR
Sumber: Kompas, 18 April 2018