Ia menu sehat bagi kita. Mentah-mentah pun disantap orang Jepang.
Anda tahu ikan, tentu. Dan sering menyantapnya, jelas. Ikan-ikan yang lumrah dimakan, umumnya, mengandung unsur-unsur nutrisi seperti vitamin A, B, B2, D, zat kapur, dan zat besi. Selain itu, ia juga berkadar tinggi protein; kandungan protein daging ikan dapat diukur dengan sistem penentu asam amino yang ditentukan WHO, yang membuktikan, bahwa ia semutu dengan daging sapi.
Hewan-hewan laut memang banyak manfaatnya bagi kita, juga bagi kesehatan. Misalnya senyawa taurin, sejenis asam amino yang sangat banyak terkandung dalam daging ikan gurita, cumi-cumi, udang, tiram, dan ikan sarden. Konon ia sangat berperan dalam mengatur tekanan darah pada kondisi normal, dan mencegah pengerasan pembuluh darah serta merangsang pertumbuhan otak. Juga, diketaui bahwa asam eikosapentaenoat (EPA) dan dokosaheksaenoat (DHA), yang merupakan jenis asam lemak tidak jenuh yang terkandung dalam minyak ikan, berfungsi pula untuk mencegah pengerasan pembuluh darah arteri dan mengendalikan terjadinya kelumpuhan otak (myocardial infraction).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kalau ada bangsa yang begitu gemar memakan ikan, merekalah orang-orang Jepang. Digoreng kek, dipanggang kek, dikeringkan kek, diasapi, dibumbui, dikecapi, digarami, bahkan mentah-mentah, boleh. Habis disikat. Mentah-mentah? Hmm, justru begitulah yang dianggap mereka paling nikmat. Ada jenis makanan khas Jepang, dan paling populer, yang disebut sashimi, yaitu sayatan daging ikan mentah. Mungkin anda tak percaya, atau “Idih, amis, ah!”, namun hampir semua jenis ikan dapat dimakan secara mentah asalkan kondisinya masih benar-benar segar. Di antara jenis ikan yang paling lazim dimakan mentah, ala sashimi, adalah ikan pari, ikan bawal (flounder), tuna, udang, gurita dan cumi-cumi, ikan sarden, ikan air tawar, dan . . . . yah, banyaklah.
Kenapa Jepang-jepang ini sangat berselera kalau melihat hidangan yang serba daging ikan? Nggak doyan sayuran, biji-bijian, atau daging-dagingan lainnya? O, tentu saja doyan. Hanya, cobalah pikir ini: Orang cenderung menderita kekurangan zat kapur dalam tubuhnya, sehingga, untuk menggantinya, perlu bahan makanan yang mengandung mineral tersebut dalam jumlah cukup. Nah, zat kapur ini banyak terdapat dalarn jenis ikan-ikan kecil, ikan sarden, udang, dan ikan-ikan besar lainnya; ikan sarden, misalnya, rata-rata mengandung 75 miligram zat kapur per 100 gram berat daging. Apa bahayanya kalau kekurangan zat kapur? Rentan terhadap bahaya patah tulang serta penyakit bongkok, dan lebih dari itu, mentalnya pun menjadi tidak stabil dan mudah tersinggung. Dan ada yang bilang, kenapa Jepang-jepang itu memiliki usia hidup yang relatif lebih lama, karena mereka banyak-banyak menyantap ikan secara kontinu.
Ikan dan kerang-kerangan sangat mudah kehilangan kesegarannya,. jauh lebih cepat dibandingkan hewan-hewan berdarah panas. Padahal, nah, derajat kesegaran ikan merupakan faktor terpenting dari mutu ikan dan produk laut lainnya.
Kapal motor dengan segala fasilitas penangkap ikan masa kini sangat membantu dalam perolehan ikan yang mendekati keadaan segar sempurna. Namun, pada saat-saat kondisi ikan yang tertangkap tersebut mulai menurun dengan cepat, maka salah satu tindakan yang harus diusahakan terlebih dulu adalah mencuci ikan-ikan tersebut dengan air laut untuk menghilangkan darah serta kotoran yang melekat di bagian permukaan tubuhnya. Dan setelah disortir menurut jenis, ukuran, dan sifat-sifat kerusakannya, simpanlah dalam tem-pat yang dingin (cold storage); penyimpanan ikan secara dingin melalui tiga tahap: pendinginan pen-dahuluan, penyimpanan pada suhu 0°C dengan balok es atau air es, dan penyimpanan beku. Hal ini sebaiknya dilakukan dengan cepat dan hati-hati. Tidak boleh membiarkan ikan tergeletak lama di atas dek kapal, karena akan menyebabkan kematian ikan dengan cara yang paling menyengsarakan yang berpengaruh pula terhadap kualitas dagingnya.
Cara penyimpanan ikan dan kerang-kerangan yang tertangkap untuk suatu periode atau jangka waktu yang lama, dengan tanpa harus — merusakkan cita rasanya, telah lama menjadi masalah besar dalam bidang pengolahan ikan. Cara paling sederhana dan tertua di dunia dalam pengawetan bahan makanan adalah dengan cara mengeringkan ikan-ikan yang sudah digarami. Cara ini sudah dilakukan oleh orang-orang Mesir Kuno tahun 2500 SM.
Kandungan air ikan dan kerang-kerangan sekitar 75 sampai 80 persen, rumput lain 90 persen. Air, seperti anda tahu, merupakan faktor yang sangat penting untuk kelang-sungan hidup semua organisme di dunia. Karenanya, baik bakteri maupun jasad-jasad renik lainnya, yang dapat menyebabkan kerusakan pada tubuh ikan, mudah pula hidup makmur di dalam tubuhnya. Mereka, sebaliknya, juga akan mati klepek-klepek tanpa tersedianya air. Nah, prinsip dasar pengeringan produk-produk tersebutmemang terletak pada proses penurunan kadar air untuk mencegah tumbuh dan berkembangnya jasad renik. Lagi pula, jika kandungan air dari tubuh ikan ini berkurang, maka unsur-unsur yang berkaitan dengan cita rasanya puh akan ikut terkonsentrasi, menjadikan rasa dagingnya lebih lezat. Metode ini bisa dengan cara bantuan cahaya matahari atau alat pengering mekanik, dengan menggunakan udara panas (400 sampai 500°C), udara hangat (20 sampai 50°C), dan udara sejuk (kurang dari 20°C).
Kala ikan-ikan tersebut dimasak dengan rarnuan bumbu yang mengandung bahan-bahan seperti gula, garam, saus, jahe dan sebagainya, ikan-ikan tersebut tidak hanya sekadar dibumbui tapi juga merendahkan aktifitas aimya (rasio kadar air bebas untuk pertumbuhan jasad renik) hingga akibatnya ikan tersebut dapat disimpan dalam waktu yang relatif lebih lama.
Penggaraman merupakan sebuah teknik yang telah dilakukan sejak zaman dahulu kala, dan tetap merupakan salah satu cara peng-awetan yang penting. Karena garam dapat juga mencegah pertumbuhan bakteri pada konsentrasi 15 sampai 25 persen. Metode ini dapat dilakukan dengan cara penaburan dan penyem-protan larutan garam, atau dengan mencelupkan ikan ke dalam larutan garam. Atau kombinasi dari cara-cara tersebut. Garam juga bisa mencegah kerusakan bahan yang disebabkan oleh kegiatan enzim penyebab otolisis atau enzim-enzim pencernaan penyebab fermentasi yang terdapat di organ-organ dalam tubuh ikan.
Pasta atau petis daging ikan dapat diperoleh dengan cara membubuhkan garam pada daging ikan, kemudian dilumatkan .hingga menjadi adonan sempurna, lalu dikukus, digoreng, atau dipanggang. Cara ini s ah umum dikerjakan di Eropa, Jepang, Cina, bahkan Asia Tenggara.
Pasta daging ikan tersebut, setelah ditambah sakharida untuk mencegah terjadinya proses denaturisasi protein, dapat disimpan lama pada suhu -20°C. Bahan baku ini dapat dipakai untuk membuat produk-produk daging kepiting, remis, atau tiram imitasi yang disebut sebagai makanan tiruan. Jepang—ah, lagi-lagi dia!—sudah memproduksi bahan makanan ini dan dipasarkan hingga ke Eropa dan Amerika. Kulit ikan pun masih dapat diolah menjadi bahan makanan yang sangat populer. Bentuknya menye-rupai lembaran-lembaran kertas berwarna hitam yang membungkus bahan makanan lainnya. Makanan ini mempunyai aroma yang unik dan kaya akan vitamin C.
Itulah ikan. Santaplah. ?
Oleh Joko Sulistyo
Sumber: majalah Aku Tahu Agustus – September 1987