Hujan Tergolong Ringan-Sedang

- Editor

Jumat, 20 Mei 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Peluang Fenomena La Nina Kuat
Menjelang kemarau di sebagian besar Indonesia, hujan masih berpotensi turun, tetapi hanya dalam intensitas ringan-sedang di sebagian besar Sumatera dan Jawa bagian barat. Angin timuran sudah berembus, tetapi angin dari utara yang bersifat basah masih dominan.

Di Jakarta, misalnya, hujan yang tidak terlalu lebat turun sejak Senin (16/5) siang hingga sore hari. Hujan singkat juga turun pada Sabtu (14/5). Prediksi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), hujan ringan-sedang berpotensi di area Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi dalam tiga hari mendatang. “Namun, potensinya menurun dalam seminggu ke depan,” kata Kepala Bidang Meteorologi Publik BMKG A Fachri Radjab di Jakarta, kemarin.

Hujan ringan berintensitas 5-20 milimeter per hari, sedang hujan sedang 20-50 mm per hari. Hujan disebut lebat jika berintensitas 50-100 mm per hari dan ekstrem (sangat lebat) jika lebih dari 100 mm per hari.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Fachri menyebutkan, dalam sepekan mendatang, daerah dengan potensi hujan ringan-sedang antara lain Sumatera pesisir barat bagian utara, mencakup Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Faktor pemicunya adalah pusat tekanan rendah di sekitar Sri Lanka yang menarik massa udara sehingga terjadi belokan angin.

93bd0f1a7dbe44d9a66d663ca09d34e2Daerah lain adalah Sumatera bagian selatan serta Jawa bagian barat yang disebabkan penumpukan massa udara ditambah udara kering dari Australia yang mendukung pembentukan awan yang kemudian jatuh sebagai hujan. Udara kering bertiup karena sudah berembus angin timuran, yang jika sudah dominan menjadi penanda musim kemarau, terutama di Jawa.

Kepala Subbidang Peringatan Dini Iklim BMKG Dadang Misbahudin menambahkan, potensi hujan menguat, terutama di Indonesia bagian barat, karena saat ini fenomena osilasi Madden-Julian (MJO) aktif. MJO adalah variasi skala mingguan hingga bulanan di wilayah tropis, berdurasi 30-90 harian, dan umumnya memicu anomali angin, suhu muka laut, dan perawanan.

Musim kemarau
Sebagian besar wilayah Indonesia masuk awal musim kemarau sekitar Mei dan Juni. Kepala Pusat Iklim, Agroklimat, dan Iklim Maritim BMKG Nurhayati mengatakan, sebagian besar Jawa Timur hingga NTB sudah masuk kemarau, sedangkan Jawa bagian tengah hingga barat menuju kemarau meski belum seluruhnya. Hujan seperti di Jakarta kemarin masih wajar, bahkan jika musim kemarau sudah berlangsung. “Kemarau bukan berarti tidak ada hujan sama sekali,” ujarnya.

Dari 342 zona musim (ZOM) di Indonesia, baru 13,2 persen yang sudah masuk musim kemarau hingga April. Perhitungan BMKG sebelumnya memprediksi 16,1 persen ZOM masuk musim kemarau pada April; lalu 52 persen pada Mei, 87,7 persen bulan Juni; dan seluruh ZOM sudah kemarau pada November.

Dadang menuturkan, angin timuran dari Australia yang kering memang berembus. Namun, angin dari utara yang mengandung uap air masih dominan di wilayah Indonesia sehingga potensi hujan masih besar.

Sementara itu, International Research Institute for Climate and Society (IRI) Universitas Columbia, AS, memprediksi La Nina berpeluang 52 persen mulai terjadi antara Juni, Juli, dan Agustus. Namun, perkiraan BMKG, fenomena mendinginnya suhu muka laut Samudra Pasifik itu belum akan berefek signifikan bagi Indonesia pada tahun ini.

Jika awal fenomena La Nina sesuai prediksi IRI, Indonesia kemungkinan baru menerima efeknya bersamaan musim hujan. Sebab, La Nina bakal berintensitas lemah terlebih dulu, setelah itu menguat. “Pengalaman 1998, La Nina memuncak setelah enam bulan,” ujar Dadang.

La Nina merupakan fenomena mendinginnya suhu muka laut di kawasan ekuator Samudra Pasifik dibandingkan kondisi normalnya. Hal itu berdampak pasokan curah hujan di Indonesia meningkat karena uap air dari Samudra Pasifik mengalir ke Indonesia yang bersuhu muka laut lebih tinggi. Fenomena itu terjadi jika indeks Nino bernilai kurang dari minus 0,5 derajat celsius.

Saat ini, kata Dadang, fenomena El Nino yang merupakan kebalikan dari La Nina masih pada intensitas moderat. (JOG)
————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 17 Mei 2016, di halaman 13 dengan judul “Hujan Tergolong Ringan-Sedang”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 0 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB