Hujan ekstrem di sebagian Jawa bagian barat sehingga memicu banjir dipengaruhi kondisi atmosfer yang labil akibat fenomena gelombang Rosby ekuatorial, bukan oleh pergerakan Monsun Asia. Hujan masih berpeluang terjadi.
Hujan ekstrem di sebagian Jawa bagian barat sehingga memicu banjir dipengaruhi kondisi atmosfer yang labil akibat fenomena gelombang Rosby ekuatorial, bukan oleh pergerakan Monsun Asia yang menandai masuknya musim hujan. Hujan deras yang menandai pancaroba ini masih berpeluang terjadi hingga musim hujan bulan Oktober mendatang.
Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), hujan terjadi cukup merata di wilayah Jakarta dalam dua hari terakhir. Curah hujan tertinggi di Jakarta dan sekitarnya pada Selasa (22/9/2020) terjadi di Setiabudi, Jakarta Selatan, yakni 201 milimeter (mm) per hari. Curah hujan ini bisa dikategorikan ekstrem.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Berikutnya, hujan dengan intensitas 120 mm per hari tercatat di Karet, Jakarta Pusat dan 108 mm per hari terjadi di Tanjungan, Jakarta Utara. Sementara di Depok tercatat 48 mm per hari dan Katulampa, Bogor, 31 mm per hari.
”Saat ini kategorinya masih pancaroba, tetapi hujannya memang cukup ekstrem. Gelombang Rossby ekuatorial meningkatkan labilitas massa udara. Selain itu, ada pengaruh La Nina yang menguat,” kata Kepala Subbidang Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG Siswanto.
Selain menguatnya La Nina, menurut dia, saat ini terjadi Indian Ocean Dipole (IOD) negatif yang menjadikan wilayah di sebelah barat Pulau Sumatera mengalami tekanan yang rendah karena suhunya lebih panas dibandingkan dengan perairan sebelah timurnya. Akibatnya, massa udara akan berkumpul di daerah tersebut dan memicu timbulnya awan-awan penghasil hujan dalam jumlah yang banyak.
Siswanto menambahkan, hingga saat ini aliran angin Monsun Asia, yang biasanya menandai terjadinya musim hujan di Jawa dan sekitarnya, belum terlihat. ”Saat ini masih masuk kategori pancaroba. Musim hujan biasanya didefinisikan jika curah hujan di atas 50 mm per minggu, diikuti dua dasarian berikutnya secara berturut-turut,” tuturnya.
Menurut dia, banjir bandang juga berdampak terhadap 299 keluarga, 210 orang mengungsi, dan 20 orang luka-luka. ”Banjir bandang ini disebabkan hujan dengan intensitas tinggi dan meluapnya Sungai Citarik-Cipeuncit pada hari Senin (21/9/2020) sore,” ujarnya.
Banjir juga dilaporkan terjadi di Bogor, Jawa Barat, pada Senin sore. Sementara di Cilacap, Jawa Tengah, menurut Raditya, terjadi angin kencang.
Masih berpeluang
Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG Fachri Radjab mengatakan, hujan di musim pancaroba ini pada umumnya terjadi pada siang hingga sore atau malam hari. ”Peluang hujan lebat masih ada setidaknya sampai sepekan ke depan. Kami akan terus pantau perkembangannya,” ujarnya.
Untuk periode 22-28 September, menurut Fachri, hujan lebat berpeluang terjadi di sebagian Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, hampir di seluruh Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Maluku Utara, dan Papua.
Menurut Fahcri, musim hujan tahun 2020 ini diprediksi akan terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia pada bulan Oktober-November. Sementara selama September-Oktober masih periode peralihan atau pancaroba. Pada situasi ini hujan dapat terjadi, tetapi tidak merata dengan durasi sedang hingga lebat dalam durasi pendek.
Selama masa pancaroba ini yang juga perlu diwaspadai adalah terjadinya hujan ekstrem disertai kilat dan angin kencang. Biasanya puting beliung dan hujan es juga terjadi pada periode ini.
Meskipun di sejumlah daerah, khususnya di bagian barat Jawa, sudah kerap hujan, data BMKG menunjukkan, beberapa daerah di pulau ini masih kemarau. Sragen dan Grobogan, Jawa Tengah, misalnya, belum mendapat hujan selama 30-60 hari. ”Secara umum 90,94 persen wilayah Indonesia masih musim kemarau dan 9,06 musim hujan,” kata Siswanto.
Oleh AHMAD ARIF
Editor: ICHWAN SUSANTO
Sumber: Kompas, 23 September 2020