Habitat pesut di Teluk Banten semakin tertekan oleh aktivitas transportasi laut dan pencemaran limbah industri yang bermuara di sungai setempat. Pengelolaan tata ruang perairan dan penyetopan pembuangan limbah dibutuhkan agar fauna dilindungi itu tidak punah di habitatnya.
“Kalau pabrik terus buang limbah ke Sungai Ciujung, pesut akan semakin terdesak,” kata Totok Hestirianoto, pakar mamalia laut Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Institut Pertanian Bogor, Jumat (14/8), seusai mengikuti diskusi konservasi lumba-lumba di Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Jakarta.
Ia menunjukkan penelitian yang dilakukan mahasiswa pascasarjana IPB, Muta Ali Khalifa (2014), yang menemukan sedikitnya 15 pesut (Orcaella brevirostris) yang hidup di daerah Karangantu. Pesut hidup hanya berjarak 0,5 kilometer dari permukiman setempat dan terkonsentrasi di daerah timur laut hingga selatan Teluk Banten.
Secara visual, Muta Ali menemukan sirip pesut cacat yang diduga akibat tertabrak kapal. Pesut-pesut tersebut semakin terdampak pengembangan Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu. “Pesut semakin susah mencari tempat makan dan kemungkinan tertabrak kapal semakin tinggi,” kata Muta Ali.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam laporan tesis, Muta Ali menyebutkan, lingkungan Teluk Banten yang menjadi habitat pesut masuk dalam kategori tercemar ringan hingga sedang. Pencemaran yang diduga dari limbah cair industri di Cilegon dan Bojonegara, membuat mangsa potensial pesut, seperti ikan tembang dan cumi, terakumulasi logam berat Zn dan Hg.
Temuan positif dari penelitian ini, warga setempat mempertahankan kearifan lokal yang tak merasa terganggu dan mengganggu pesut. “Bahkan, secara kebudayaan mereka meyakini pesut adalah nenek moyang mereka,” katanya.
Ia menjumpai nelayan menggunakan alat tangkap yang berpotensi menjerat pesut secara tak sengaja. Ia merekomendasikan pengaturan dan pengelolaan tata ruang wilayah dan pemanfaatan Teluk Banten. Tak kalah penting, penghentian limbah industri, limbah kapal, dan limbah domestik di Teluk Banten.
Totok mengatakan melihat pengalaman pesut di Mahakam yang kini jarang mendiami hulu sungainya. Pesut diduga menghindari hulu yang tercemari limpasan insektisida dan pupuk perkebunan. (ICH)
——————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 15 Agustus 2015, di halaman 13 dengan judul “Habitat Pesut Banten Semakin Tertekan”.