Guru besar Jurusan Hubungan Internasional Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, AABP, dituding menjiplak karya Carl Ungerer, seorang penulis asal Australia. AABP, yang kolumnis Harian Kompas dan The Jakarta Post ini, setidaknya melakukan enam kali plagiarisme, mengutip tanpa menyebutkan referensi.
Konsekuensinya, guru besar Hubungan Internasional berumur 43 tahun ini harus siap diberhentikan tidak hormat dari Universitas Katolik Parahyangan (Unpar). Tak hanya itu, gelar profesornya pun kemungkinan dicabut. Dalam jumpa pers, Selasa (9/2), Rektor Unpar Cecilia Lauw mengatakan, ia dan segenap sivitas akademika di Unpar sangat terpukul dan kecewa terkait mencuatnya kasus ini.
”Ini adalah perbuatan yang tidak dapat ditoleransi meskipun itu dilakukan secara tidak sengaja,” katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kabar tentang plagiarisme yang dilakukan guru besar ini terkuak dari keterangan (disclaimer) editorial kolom opini The Jakarta Post yang dirilis 4 Februari 2010.
Dalam keterangan ini disebutkan, artikel ”RI As A New Middle Power”, dimuat 12 November 2009, ternyata mirip dengan karya Ungerer yang berjudul ”The Middle Power, Concept in Australia Foreign Policy”. Karya Ungerer ini telah lebih dulu dimuat di Australian Journal of Politics and History, volume 53.
Kabar ini sibuk dibahas di sejumlah blog, salah satunya Kompasiana. Hal ini dibenarkan Ketua Jurusan HI Unpar Purwadi Hermawan. ”Setidaknya ada empat tulisan. Tetapi, yang paling dominan adalah tulisan terakhir di Jakarta Post (”The Middle Power”),” ujarnya.
Mencuatnya kasus ini menimbulkan banyak keprihatinan beragam kalangan. Wakil Dekan Fisip Unpar Pius Sugeng Prasetyo mengatakan, apa yang dilakukan guru besar itu bertentangan dengan upaya untuk menanamkan aspek kejujuran akademis.
Menyinggung soal sanksi yang akan diberikan, Cecilia Lauw menegaskan, Unpar telah memproses usulan pemberhentian dengan tidak hormat. Di sisi lain, guru besar ini pun sudah mengundurkan diri terhitung sejak Senin, 8 Februari 2010.
Sementara itu, hingga kemarin, AABP belum bisa dikonfirmasi mengenai hal ini. Ia tidak hadir mengajar di kampus sementara telepon selulernya juga tidak aktif. Menurut salah seorang mahasiswanya, Theresia (20), dalam kuliah beberapa waktu lalu, ia sempat meminta maaf. Melalui situs jejaring sosial Facebook, ia menyampaikan permohonan maaf. Bunyinya, ”I do apologize for what i have done, unintentionally. Thank for all the concerns”. (jon)
Sumber: Kompas, 10 Februari 2010
——————-
Profesor HI Unpar Diduga Lakukan Plagiat
Guru besar Jurusan Hubungan Internasional Universitas Katolik Parahyangan, Anak Agung Banyu Perwita (43), diduga melakukan serangkaian tindakan plagiat di artikel-artikel harian nasional.
Kabar ini terkuak dari keterangan (disclaimer) editorial kolom Opini Harian The Jakarta Post yang dirilis pada 4 Februari lalu. Dalam disclaimer ini disebutkan bahwa artikel Banyu Perwita berjudul “RI as A New Middle Power”.
Artikel yang dimuat di harian ini pada 12 November 2009 ternyata memiliki kemiripan dalam hal pemaparan gagasan, kata-kata, dan kalimat dengan artikel yang ditulis Carl Ungerer, penulis asal Australia. Tulisannya berjudul “The Middle Power, Concept in Australia Foreign Policy” yang telah lebih dulu dimuat di Australian Journal of Politics and History Volume 53, pada tahun 2007.
“Both in terms of ideas and in the phrases used, it i s very evident this is not the original work of the writer”, bunyi pernyataan resmi dari editorial The Jakarta Post itu.
Kasus ini menarik perhatian masyarakat, terbukti dengan banyaknya komentar di beragam media blog dan mailing list, salah satunya di Kompasiana yang terintegrasi di media Kompas.com ini. Sejak di-posting oleh Limantina Sihaloho—salah satu Kompasianer—dengan judul tulisan “Profesor Indonesia Memalukan”, isu plagiarisme ini mendapat banyak tanggapan.
Yang juga mengejutkan, terungkap di Kompasiana, Banyu Perwita diduga bukan hanya sekali melakukan perbuatan tercela ini, melainkan juga empat artikel sekaligus dari enam narasumber internasional, seperti diungkap Kompasianer Hireka Eric.
Sumber: Kompas, 9 Februari 2010
————-
Pencabutan Gelar Guru Besar Dikaji
Universitas Katolik Parahyangan serius mengkaji usulan pencabutan gelar guru besar atau profesor AABP (43) menyusul terkuaknya sangkaan plagiarisme oleh dosen Ilmu Hubungan Internasional ini.
Putusan final soal rekomendasi sanksi terberat di dunia akademik itu akan diterbitkan secepatnya. ”Kamis (11/2/2010) ini Senat Unpar akan bersidang untuk memutuskan persoalan ini. Rektor awalnya ingin hari Jumat, tetapi karena perkembangan pemberitaan di media begitu meluas, lebih baik kami selesaikan secepatnya,” ujar Ketua Senat Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Johanes Gunawan, Rabu kemarin.
Ia menjelaskan, pihaknya sudah menerima usulan pencabutan gelar profesor dari Senat Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, fakultas tempat AABP mengajar. Surat usulan ini menjadi bahan pertimbangan normatif bagi keputusan yang akan dihasilkan dalam rapat senat nantinya.
Ditanya mengenai kemungkinan rapat Senat Unpar itu akan berujung pada rekomendasi pencabutan gelar guru besar pada AABP, ia menjawab diplomatis, ”Kewenangan bukan pada saya, itu diputuskan kolektif 40 anggota senat. Tetapi, secara pribadi, saya dekat dengan beliau. Tentu tidak akan tega menjatuhkan sanksi terberat.”
Meskipun demikian, ia mengakui, perbuatan AABP terkait sangkaan penjiplakan karya Carl Ungerer, penulis asal Australia, adalah pelanggaran akademik yang sangat serius.
”Apa yang dilakukan seorang profesor tentunya berbeda dengan dosen biasa. Tanggung jawabnya jauh lebih berat,” ujarnya. Di dalam skripsi saja, lanjut profesor bidang hukum ini, mahasiswa harus membuat pernyataan jika karya yang ditulisnya bukan hasil plagiat.
Secara terpisah, terkait kemungkinan pencabutan gelar profesor pada AABP, Direktur Kelembagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional Hendarman mengatakan, kewenangan mengangkat dan mencabut gelar guru besar ada pada menteri pendidikan nasional. Namun, harus diusulkan terlebih dahulu oleh perguruan tinggi terkait.
Namun, sebelum menjatuhkan sanksi terberat ini, lebih baik dilakukan telaah mendalam terkait kebenaran sangkaan plagiarisme oleh AABP. Hendarman mengaku baru mendengar kabar tersebut lewat koran sehingga tidak mengetahui persis berat atau tidaknya pelanggaran yang dilakukan AABP.
Mengaku salah
Sementara itu, kepada Kompas, AABP mengakui kelalaiannya yang menjiplak karya Carl Ungerer tanpa menyebutkan nama Carl di artikelnya di The Jakarta Post. ”Saya cuma bisa bilang mohon maaf atas semuanya. Saya sudah memberikan surat pengunduran diri ke Unpar sebagai pertanggungjawaban atas tindakan saya,” ujarnya melalui pesan layanan singkat.
Saat ditanya kemudian, apa tindakan selanjutnya yang akan dilakukannya ke depan, ia menjawab singkat, ”Belum tahu nih….”
Kabar bahwa AABP telah resmi mengundurkan diri sebagai dosen Unpar sangat disesalkan mayoritas mahasiswa HI Unpar. Seperti diungkapkan Melita Andini (21), mahasiswa semester VIII HI Unpar, terlepas dari perbuatan plagiarisme itu, AABP selama ini dikenal sebagai sosok dosen yang sangat baik.
”Cara mengajarnya one of the best, terlepas dari persoalan yang kini menimpanya. Beliau, bagi kami, juga adalah one our best friend (teman terbaik). Sangat enak dan baik kalau diajak bicara, diskusi,” ujar Melita.
”Jujur saja, beliaulah yang membuat saya semangat kuliah dan kembali tertarik kepada bidang HI. Cara mengajarnya itu sangat memotivasi kami,” kata Andri Gunawan (21), mahasiswa lainnya.
Akibat pengunduran diri AABP, sedikitnya tujuh mahasiswa yang dibimbingnya di dalam menyusun skripsi kini telantar. Jumlah total mahasiswa bimbingannya bisa mencapai puluhan bila termasuk pascasarjana dan limpahan. ”Sekarang yang jadi membingungkan, belum tahu ditransfer ke siapa,” kata Melita yang juga mahasiswa bimbingan AABP. (JON)
Sumber: Kompas, 11 Februari 2010
—————-
Unpar Resmi Terima Pengunduran Diri Banyu
Universitas Katolik Parahyangan menerima pengunduran diri Anak Agung Banyu Perwita, Selasa (16/2/2010). Dengan penerimaan tersebut, Unpar tidak memiliki hubungan kerja dengan Banyu.
Seperti yang telah diberitakan, Banyu mengajukan pengunduran diri setelah ia melakukan plagiarisme tulisan di media massa. “Tindakan plagiarisme menjadi pelajaran berharga seraya meningkatkan etik, aktivitas, dan kesepadanan dengan yang dikerjakan,” kata Rektor Unpar Cicilia Law, Rabu (17/2/2010).
Cicilia mengatakan memohon maaf pada semua pihak tentang kejadian ini meski tindakan yang bersangkutan dilakukan atas nama pribadi. Namun, karena saat itu, dia masih berstatus dosen tetap Unpar.
Sumber: Kompas, 17 Februari 2010