Otonomi Pendidikan Belum Optimal
Pemetaan mutu pendidikan lewat akreditasi sekolah ataupun ujian nasional setidaknya menggambarkan persoalan dasar pendidikan yang seharusnya serius diatasi pemerintah. Otoritas diminta memanfaatkan potret mutu pendidikan dalam menata sistem pendidikan.
Hasil akreditasi yang dilakukan Badan Akreditasi Sekolah/Madrasah (BAN S/M) pada 2012-2017 yang memetakan pemenuhan delapan standar pendidikan di sekolah menunjukkan bahwa standar pendidik dan tenaga kependidikan serta sarana/prasarana tertinggal dibandingkan enam standar lainnya. Pemenuhan standar sarana/prasarana untuk mendukung proses pembelajaran cenderung menurun atau stangnan.
Direktur Riset Paramadina Public Policy Institute Totok Amin Soefijanto di Jakarta, Jumat (15/12), mengatakan, ketika ujian nasional (UN) lebih dikedepankan dalam memotret mutu standar kompetensi lulusan yang juga terkait standar lainnya, seperti guru, sarana dan prasarana, isi, proses, pembiayaan, pengelolaan, dan penilaian, seharusnya birokrasi sudah bisa memetik pelajaran.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
”Terlihat birokrasi pendidikan kita ini sibuk merekam data. Asesmen selalu dilakukan, tetapi tak ada upaya serius merefleksikan apa yang bisa dilakukan secara tepat agar anggaran, kebijakan, dan program yang dilakukan bisa benar-benar membereskan persoalan yang muncul,” ujarnya.
Totok mencontohkan dalam penanganan masalah guru. Pemerintah memang melakukan kebijakan dan program, tetapi belum membawa perubahan signifikan. ”Program peningkatan mutu guru lewat pelatihan belum seperti diharapkan. Lebih banyak sifatnya sosialisasi yang teoretis. Padahal, guru butuh pelatihan yang bisa diterapkan dan didampingi. Setelah itu, perlu dievaluasi hasilnya,” kata Totok.
Otonomi belum optimal
Terkait dengan peran pemerintah daerah, Totok mengatakan, Kemdikbud sudah punya instrumen Neraca Pendidikan Daerah (NPD). Neraca ini memotret anggaran pendidikan di daerah dan kaitannya terhadap pemenuhan standar pendidikan serta pencapaiannya.
”Kita melihat otonomi pendidikan belum optimal di banyak daerah untuk meningkatkan mutu pendidikan di daerah itu. Ini terkait juga dengan ada tidaknya komitmen pemda pada pendidikan. Seharusnya, instrumen NPD ini bisa jadi teguran. Selain itu, Kemdikbud perlu terus mengajak pemda peduli membangun pendidikan di daerahnya dari fakta-fakta kelemahan pendidikan yang ada,” ujar Totok.
Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan Bambang Suryadi mengatakan, pendidikan di Indonesia berbasis standar. Hal ini bukan untuk menyeragamkan, melainkan untuk memberi arahan dan petunjuk. Peta mutu pendidikan di Indonesia bisa dilihat dari akreditasi sekolah (yang menilai sekolah) dan UN (menilai individu). Seharusnya dua pengukuran mutu ini saling berkorelasi. ”Akreditasi jangan sekadar mengejar administrasi. Namun, instrumennya harus bisa menggambarkan kualitas,” katanya.
Sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan Kemdikbud Dadang Sudiyarto mengatakan, hasil akreditasi ini jadi big data untuk melakukan perbaikan mutu pendidikan. (ELN)
Sumber: Kompas, 16 Desember 2017