Penggunaan fasilitas penelitian bersama antara lembaga penelitian dan perguruan tinggi di Indonesia selama ini sulit terjadi. Akibatnya, tumpang tindih penelitian sering terjadi, penelitian diulang-ulang, hingga tidak optimalnya penggunaan fasilitas penelitian yang ada.
”Jangankan digunakan bersama dengan institusi lain, antarunit organisasi dalam satu institusi saja tidak mudah untuk menggunakan fasilitas penelitian bersama,” kata Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Marzan Aziz Iskandar seusai penandatanganan kesepakatan bersama antara BPPT dan Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk menggunakan sumber daya penelitian bersama-sama di Jakarta, Jumat (8/4).
Rektor ITB Akhmaloka mengatakan, sulitnya penggunaan fasilitas penelitian bersama, terutama laboratorium, terjadi karena sistem manajemen laboratorium belum siap. Penggunaan laboratorium bersama memerlukan pengaturan dana operasional, sistem dan prosedur penggunaan fasilitas, hingga perawatan peralatan yang ada agar dapat digunakan peneliti lain secara berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Akhmaloka menilai penggunaan sumber daya penelitian bersama ini sangat penting untuk menopang pengembangan teknologi. Peralatan yang canggih hanya dapat digunakan dengan optimal jika digunakan bersama. ”Kita tidak bisa sendiri-sendiri, tapi harus bersama-sama untuk mengembangkan bidang masing-masing,” tuturnya.
Kerja sama penggunaan sumber daya penelitian bersama antara BPPT dan ITB melingkupi penggunaan informasi, berbagi ahli dan jaringan kerja, serta penggunaan fasilitas penelitian bersama. Kerja sama ini sudah dirintis sejak akhir 1980-an, tetapi baru terealisasi tahun ini. Sebanyak 17 laboratorium milik BPPT berskala industri di Lampung, Serpong, Jakarta, dan Yogyakarta siap digunakan. Perlindungan terhadap hak atas kekayaan intelektual akan dibicarakan kemudian.
Keunggulan teknologi
Menurut Marzan, kerja sama ini diharapkan mampu menjadikan BPPT dan ITB sebagai pusat unggulan teknologi bangsa yang mendorong kemandirian bangsa. Kerja sama ini juga untuk menopang rencana induk Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia, khususnya dalam sumber daya manusia serta ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pilar itu menjadi ujung persoalan dasar dua pilar lainnya, yaitu koridor pembangunan ekonomi dan konektivitas. Dua pilar ini selalu terhambat oleh lemahnya sumber daya manusia dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Akhmaloka mengungkapkan Indonesia berpeluang besar untuk unggul dalam penguasaan teknologi tropika, kelautan, maupun bencana geologi. (MZW)
Sumber: Kompas, 9 April 2011