Gempa berkekuatan magnitudo 5 mengguncang Semenanjung Muria, Pati, Jawa Tengah, Jumat (23/10), 01.10 WIB. Meski dari skala kekuatannya relatif kecil, gempa itu dianggap signifikan karena terjadi di luar zona kegempaan yang lazim. Gempa itu menguatkan pentingnya memetakan lagi sesar yang semula dianggap tak aktif.
Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Daryono mengatakan, gempa bumi berpusat di pesisir. Persisnya pada koordinat 6,39 Lintang Selatan dan 110,91 Bujur Timur, 26 kilometer timur laut Kota Jepara. Kedalaman pusat gempa 14 km dari permukaan laut. Guncangan gempa bumi dilaporkan dirasakan di Kota Jepara dan Pati pada II-III MMI (modified mercally intensity).
“Karakteristik kedalaman hiposenter yang hanya 14 kilometer menunjukkan aktivitas gempa bumi ini dibangkitkan sesar aktif,” kata Daryono. Gempa dilaporkan dirasakan warga Brebes dan Tegal sekitar satu menit.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Analisis mekanisme sumber berdasar perangkat lunak JisVIEW oleh BMKG juga menunjukkan, gempa bumi itu memiliki mekanisme sesar dengan pergerakan mendatar mengarah ke utara-selatan. Hasil ini sesuai karakteristik sesar lokal yang ada dengan Sesar Muria yang mengarah utara-selatan.
“Laporan dari BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Jepara, gempa ini memicu longsor di Desa Pendem, Keling. Sedangkan laporan dari BPBD Pati, terdapat genting rumah jatuh di Desa Karansari, Clering,” kata Daryono.
Sesar aktif
Sekalipun skala gempa relatif kecil dan tak ada laporan korban jiwa, menurut ahli tsunami dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Widjo Kongko, gempa itu perlu dapat perhatian. Itu terutama karena kawasan ini sebelumnya dianggap tidak aktif sesarnya. Bahkan, di Jepara pernah direncanakan dibangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). “Sesar di kawasan ini belum masuk 80 peta sesar di Indonesia. Kami harus segera merevisi peta itu,” kata Widjo.
Rahma Hanifa, peneliti gempa dari Research Center for Disaster Mitigation Institut Teknologi Bandung, mengatakan, “Kedalaman gempanya juga agak aneh. Kami belum memiliki banyak informasi tentang gempa ini.”
Ahli gempa Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Danny Hilman, sebenarnya telah memetakan Sesar Muria sebagai sesar aktif. Namun, mekanisme dan rinciannya memang belum banyak diketahui.
“Sesar yang memiliki sejarah gempa bumi merusak di Jawa Tengah ini perlu dicermati serius mengingat kemungkinan keberulangannya di masa mendatang,” kata Daryono.
Menurut dia, zona Semenanjung Muria dan sekitarnya secara tektonik cukup kompleks. Di zona itu terdapat beberapa sesar yang diduga cukup aktif, seperti Sesar Lasem, Sesar Muria, dan sekitar 7 (tujuh) sesar mikro lainnya yang tersebar di lepas pantai Laut Jawa. Sesar Muria membujur dari Gunung Muria ke arah utara hingga mencapai pesisir.
Adapun Sesar Lasem diduga yang menjadi penyebab beberapa peristiwa gempa bumi merusak di masa lalu, di antaranya gempa Lasem 1847, gempa Ambarawa 1865, dan gempa Pati M6,8 pada 1890 dengan radius kerusakan sekitar 500 km. Selain itu Sesar Lasem juga pernah memicu terjadinya gempa di Kudus pada tahun 1877 serta gempa Semarang pada tahun 1856,1958, 1959 dan 1966. (AIK/WIE)
———————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 24 Oktober 2015, di halaman 14 dengan judul “Gempa Bumi Semenanjung Muria Tak Lazim”.