Sejumlah peneliti tengah mengembangkan mesin yang mampu menerjemahkan gelombang otak menjadi kalimat. Mesin itu memiliki tingkat kesalahan amat rendah dalam menerjemahkan sinyak otak.
KOMPAS/UCSF.EDU–Sinyal Otak
Sejumlah ilmuwan dari Universitas California San Fransisco, Amerika Serikat berhasil mengembangkan mesin yang mampu menerjemahkan gelombang otak menjadi kalimat. Tingkat kesalahan dari penerjemahan tersebut hanya sebesar 3 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Para ilmuwan yang berhasil menyusun dan menguji algoritma untuk mentransfer gelombang otak menjadi kalimat itu adalah Joseph G Makin, David A Moses dan Edward F Chang. Ketiganya berasal dari Pusat Neurosains Integratif Universitas California San Fransisco (UCSF) AS dan Departemen Bedah Saraf UCSF.
Mesin yang disebut antarmuka mesin-otak (brain-machine interface) itu sebelumnya memiliki tingkat keberhasilan yang terbatas dalam mengonversikan kode dari aktivitas saraf menjadi kalimat. Sebelum diperbaiki, sistem ini hanya mampu memecahkan kode dari cuplikan atau petikan kata-kata yang diucapkan dan sebagian kecil kata-kata yang terkandung dalam frasa tertentu.
Setelah ditingkatkan akurasinya, kini sistem ini mampu menerjemahkan kode gelombang otak menjadi kalimat dengan tingkat kesalahan hanya 3 persen. Hasil riset mereka itu dipublikasikan di jurnal Nature Neuroscience pada Senin (30/3/2020).
Studi tersebut dilakukan dengan meminta empat sukarelawan membaca sejumlah kalimat dengan keras. Pada saat bersamaan, elektroda-elektroda yang terpasang di kepala mereka akan merekam aktivitas yang berlangsung di otak mereka.
–Asisten peneliti pada Balai Pengembangan Instrumentasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Muhammad Agung mendemonstrasikan penerapan sistem intelijen asistif berbasis sinyal bio-feedback pada kursi roda, yang memungkinkan otak mengendalikan pergerakan, Sabtu (10/10/2015), dalam Indonesia Science Expo 2015 di Jakarta. Sinyal listrik dari otak dirangsang dengan gambar berkedip agar menghasilkan frekuensi yang sesuai, sehingga arah gerakan kursi roda sesuai perintah otak.
Aktivitas otak itu kemudian dimasukkan ke dalam sistem komputasi. Selanjutnya, sistem akan menciptakan fitur-fitur yang berlangsung secara tearur. Fitur yang diucapkan secara berulang itu, seperti vokal, konsonan, atau perintah ke mulut, akan membentuk pola-pola khusus. Sementara itu, bagian lain dari sistem akan menerjemahkan fitur itu menjadi kata per kata hingga menyusun sebuah kalimat.
Namun, para peneliti mengakui, sistem ini tetap memiliki kelemahan. Salah satu kelemahannya adalah sistem ini baru bisa menerjemahkan 30-50 kalimat saja. “Meski kita seharusnya senang saat sistem ini belajar dan mengeksploitasi keteraturan bahasa, namun banyak data diperlukan untuk mengembangkannya,” tulis peneliti seperti dikutip BBC.
Oleh M ZAID WAHYUDI
Editor: EVY RACHMAWATI
Sumber: Kompas, 1 April 2020