Penggunaan gawai pada anak usia sekolah harus dibatasi untuk mencegah gangguan mata akibat kesalahan refraksi. Oleh karena itu, orang tua diminta membatasi penggunaan gawai anak-anaknya.
Gawai yang digunakan anak sekolah terdiri atas banyak macam, namun yang paling sering digunakan adalah telepon seluler (ponsel) yang sudah bisa dimiliki sejak anak berada di sekolah dasar (SD).
Psikolog anak Sani B Hermawan, dalam diskusi Skrining Penglihatan Anak, di Jakarta, Kamis (19/10) menjelaskan, meskipun bermanfaat, penggunaan gawai berlebihan oleh anak akan membawa dampak negatif secara psikologis maupun fisik. Secara psikologis, komunikasi anak dengan orang di sekitarnya berkurang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Secara fisik, penggunaan gawai secara berlebihan akan menimbulkan masalah kesehatan misalnya gangguan pada mata anak. Apalagi, penggunaan gawai oleh anak-anak pada saat ini sudah sangat umum.
“Salah satu gangguan mata yang terjadi pada anak adalah kesalahan refraksi mata,” kata Optometris Anak Scarlett G Cacayuran dalam diskusi tersebut.
BERNARDUS KURNIAWAN FEBRYANTO ALLVITRO–Pembicara dalam Diskusi Skrining Penglihatan Anak di Jakarta, Kamis (19/10), dari kiri ke kanan: Pemimpin Utama PT Optik Tunggal Sempurna, Alexander B Kurniawan; Optometris Anak Scarlett G Cacayuran; psikolog anak Sani B Hermawan; presenter Donna Agnesia; dan pemandu acara Rani Sutari. Oleh karena itu, orang tua diminta membatasi penggunaan gawai anak-anaknya demi mencegah gangguan mata akibat kesalahan refraksi.
Anggota Asosiasi Optometris Filipina tersebut menjelaskan, kesalahan refraksi adalah kondisi ketika cahaya yang diterima oleh mata tidak terfokus pada retina, sehingga menghasilkan gambar yang kabur di retina. Refraksi terdiri atas tiga jenis, yaitu miopi (rabun jauh), hiperopi (rabun dekat), dan astigmatisme (kecacatan kornea).
“Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2015 menyebutkan, dari 66 juta anak usia sekolah, 10 persen dari jumlah tersebut mengalami gangguan mata akibat kesalahan refraksi,” kata Pemimpin Utama PT Optik Tunggal Sempurna, Alexander B Kurniawan seusai diskusi.
Menurut Candy, solusi terhadap masalah itu ada dua, melakukan skrining penglihatan anak (pemeriksaan kesehatan mata) atau tindakan pencegahan. Tindakan pencegahan membutuhkan komunikasi yang baik antara anak dan orang tua, sehingga menghasilkan kesepakatan bersama terkait pemakaian gawai. (DD03)
Sumber: Kompas, 20 Oktober 2017