Gunung Gamalama di Pulau Ternate, Maluku Utara, seperti seseorang bertemperamen meledak-ledak. Hanya empat jam sejak aktivitasnya terdeteksi meningkat, gunung berketinggian 1.715 meter dari permukaan laut ini tiba-tiba meletus pada Kamis (18/12) pukul 22.41 WIT. Bahkan, statusnya pun belum sempat dinaikkan saat letusan itu terjadi.
Tinggi asap letusan Gamalama mencapai sekitar 2.000 meter ke arah timur. Beruntung, letusan Gamalama di malam hari itu bersifat freatik dan tergolong kecil. Lontaran material letusannya pun tak mencapai permukiman yang hanya berjarak sekitar 2,5 kilometer (km) dari puncak.
”Kami belum tahu apa letusan freatik kemarin (Kamis) baru awal dari letusan besar atau hanya segini. Beberapa letusan besar bisa dimulai letusan kecil. Apalagi di atas Gamalama ada kubah lava bentukan letusan 2011 yang bisa longsor sewaktu-waktu. Kami kirim tim ke sana untuk evaluasi,” kata Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Hendrasto, Jumat (19/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hingga Jumat sore, embusan asap dan abu vulkanik masih keluar dari Gamalama. Data dari PVMBG, pukul 15.36-17.59 WIT, teramati embusan asap putih kelabu tebal bergumpal setinggi 200-700 meter dari puncak.
Sekalipun tergolong kecil, letusan pada Kamis malam itu melumpuhkan penerbangan Ternate. Bandar Udara Babullah di Ternate yang terselimuti abu ditutup untuk waktu yang belum ditentukan. Selain itu, 13 pendaki terjebak letusan, dengan tujuh orang terluka, termasuk dua orang yang saat letusan hanya berada sekitar 500 meter dari puncak.
Peringatan dini
Status Gamalama baru dinaikkan dari Waspada ke Siaga setelah terjadi letusan sehingga mengejutkan. Kepala Pusat Informasi Data dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, biasanya lembaganya mendapat informasi kenaikan status gunung api sebelum letusan. ”Ini pernah terjadi saat Gamalama meletus 5 Desember 2011 pukul 00.08,” katanya.
Kepala Pos Pemantauan Gunung Api Gamalama Darno Lamane menyebutkan, kenaikan aktivitas kegempaan Gamalama terdeteksi pukul 18.42. Kemudian, pukul 22.09 terjadi gempa tremor kurang dari satu menit. ”Tahun 2011, jarak kenaikan aktivitas dan letusan sekitar enam jam. Kali ini lebih cepat, hanya empat jam,” ucap Darno.
Namun, sempitnya rentang kenaikan aktivitas dengan letusan tak bisa jadi alasan untuk memberi peringatan dini kepada masyarakat. Hendrasto punya pertimbangan lain. Menurut dia, status Gamalama tidak dinaikkan sebelum letusan karena ancaman letusan diprediksi tak membahayakan masyarakat.
”Sebelum letusan, saya memerintahkan petugas pos pemantau gunung api di sana untuk memberi tahu pemerintah daerah tentang peningkatan aktivitasnya. Siapa tahu ada yang mendaki,” ujarnya.
Hendrasto mengatakan, dengan status Gamalama yang sudah Waspada, pendakian ke gunung itu seharusnya tak diizinkan hingga radius 1,5 km dari puncak. ”Bisa dipastikan pendaki itu tak minta izin ke pos pemantauan. Beruntung mereka selamat. Padahal, ada dua orang yang posisinya hanya 500 meter dari puncak,” ujarnya.
Bersifat reaktif
Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Surono menyatakan, gunung api di kawasan Maluku Utara cenderung reaktif. ”Keaktifan gunung di kawasan itu dipicu amat aktifnya gerakan lempeng tektoniknya. Setelah gempa 7,3 skala Richter pada 15 November lalu, saya minta aktivitas gunung apinya diwaspadai,” ujarnya.
Reaktifnya Gunung Gamalama ini, lanjut Surono, karena sistemnya sudah terbuka. ”Ini seperti mengocok kaleng soda. Dengan sedikit guncangan, tekanannya cepat tinggi sehingga terjadi letusan meski magma belum terisi penuh,” katanya.
Dengan sistem terbuka itu, letusan Gamalama diprediksi tak akan besar. ”Dengan skala letusan itu, ancamannya adalah hujan abu. Meski untuk penerbangan, itu bisa jadi gangguan fatal. Karena itu, sejak lama kami mengusulkan pemindahan ibu kota Maluku Utara, juga lokasi bandara,” kata Surono.
Namun, Gamalama amat berbahaya jika terjadi penyumbatan lava sehingga energi terakumulasi. Jika itu terjadi, letusan Gamalama bisa besar, bahkan muncul di tempat lain, di tubuh gunung, sebagaimana terjadi
di masa lalu. ”Gamalama berbahaya jika terjadi letusan samping mengingat Kota Ternate tidak berada di kaki gunung, tapi di punggungan gunung. Kaki Gamalama di dasar laut,” ujarnya.
Menurut catatan dalam buku Data Dasar Gunung Api Indonesia (2011), aktivitas Gamalama mematikan. Sejak 1538 hingga 2014, Gamalama meletus 69
kali dengan rentang waktu letusan 1 tahun hingga 50 tahun. Salah satu letusan paling besar tercatat terjadi 7 September 1775.
Letusan itu mengakibatkan terbentuknya danau kawah Tolire Jaha dan memusnahkan Desa Soela Takomi yang terletak 1,5 km dari Kelurahan Takoma, Ternate. Sebanyak 141 warga Desa Soela Takomi hilang saat letusan itu. Danau Tolire Jaha terletak di barat laut Ternate, berjarak 4 km dari puncak Gunung Gamalama dan 500 meter dari pantai.
Oleh: AHMAD ARIF
Sumber: Kompas, 20 Desember 2014