Flu Burung; Biosekuriti Tangkal Penularan pada Unggas Peternakan

- Editor

Jumat, 18 September 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Penerapan biosekuriti jadi kunci menangkal penyebaran virus flu burung pada unggas di peternakan sehingga mencegah penularan ke manusia. Biosekuriti tiga zona adalah sistem ideal, tetapi tak perlu dipaksakan untuk diterapkan oleh semua peternak karena tergantung dari kemampuan keuangan peternak.

“Peternak besar bisa menerapkan biosekuriti 3 zona, tapi para peternak kecil belum tentu mampu,” ucap national technical advisor Emergency Centre for Transboundary Animal Diseases Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO ECTAD) Indonesia, Alfred Kompudu, Rabu (16/9), di Kulon Progo, Yogyakarta.

Pada peternak skala kecil, pendampingan penerapan biosekuriti perlu pendekatan berbeda dibandingkan peternak besar dan dimulai dari hal-hal sederhana. Cara itu terus disosialisasikan petugas Pelayanan Veteriner Unggas Komersial (PVUK) Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kabupaten Kulon Progo pada para pemilik peternakan unggas sektor tiga, yakni peternak skala menengah ke bawah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Para petugas itu mendapat pelatihan lewat program penguatan kapasitas oleh FAO ECTAD, bekerja sama dengan Kementerian Pertanian, dan didanai Badan untuk Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID). Kini dua kelompok peternak ayam petelur yang punya 500-8.000 ekor per peternak didampingi petugas PVUK di Kulon Progo untuk menerapkan biosekuriti.

Langkah awal biosekuriti bagi peternak kecil ialah memagari kandang peternakan guna mencegah unggas lain masuk atau orang keluar-masuk secara bebas. Jadi, kuman penyakit dari luar tak menginfeksi unggas di kandang. Pagar tak perlu mahal, bisa memakai bahan di sekitar lingkungan seperti bambu.

63445d8d6e144d228091670b8b3a8c51KOMPAS/JOHANES GALUH BIMANTARA–Seorang karyawan keluar dari zona hijau (kandang) ke zona kuning di peternakan ayam petelur milik Bambang Sutrisno Setiawan, di Dusun Ngelo, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Selasa (15/9). Bambang sedang merombak peternakannya agar sesuai biosekuriti 3 zona. Salah satu penerapannya, karyawan wajib mengganti alas kaki setiap berpindah zona.

Sugirah dan Akhirohman sudah menerapkan menjalankan biosekuriti sederhana, antara lain pemagaran, melarang pembeli telur masuk kandang, mewajibkan karyawan mengganti alas kaki saat akan masuk peternakan, serta membersihkan wadah pangan dan minum tiap hari. Itu tak butuh dana besar. Hal tersulit ialah memberi pemahaman kepada tetangga dan pembeli agar tak masuk kandang.

Bermanfaat
Meski sederhana, Sugirah dan Akhirohman mendapat manfaat, antara lain berkurangnya jumlah ternak sakit. Menurut Sugirah, sebelumnya setidaknya 6 ekor ayam sakit per hari di kandangnya. Setahun menerapkan biosekuriti, hampir tak ada ayam sakit per hari. “Produktivitas 90 persen dari semua ayam saya. Sebelum ada biosekuriti, kurang dari 80 persen,” ujarnya.

Biosekuriti adalah mekanisme pengelolaan agar kuman dari luar, termasuk virus A H5N1 atau flu burung, tak masuk ke peternakan. Menurut panduan Biosekuriti 3 zona yang dibuat Kementan dan FAO ECTAD Indonesia, biosekuriti lebih unggul dibandingkan dengan vaksinasi. Vaksin hanya melindungi unggas dari virus influenza A H5N1, terutama dari clade 2.1.3, sedangkan mekanisme biosekuriti melindungi dari segala jenis kuman.

Biosekuriti 3 zona adalah penerapan paling ideal. Dengan biosekuriti 3 zona, peternakan dibagi tiga area, dari area terkotor ke paling bersih (kandang), area itu ialah zona merah, kuning, dan hijau. Misalnya, alas kaki ditukar tiap berpindah zona.

Bambang Sutrisno Setiawan, peternak ayam petelur di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, menjadi peternak skala menengah ke atas yang merintis penerapan biosekuriti 3 zona. Ia kini merombak peternakannya seluas 1 hektar agar sesuai konsep biosekuriti 3 zona. Biaya investasi biosekuriti Rp 60 juta-Rp 70 juta.

Perhitungan FAO ECTAD, biaya biosekuriti rata-rata Rp 447 per ekor per siklus (0,13 persen total biaya). Itu memberi nilai perubahan positif produktivitas Rp 5.536 per ekor per siklus atau 12 kali biaya biosekuriti.

Menurut anggota Staf Direktorat Kesehatan Hewan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, Imas Yuyun, potensi penularan bisa lewat orang dan alat yang masuk peternakan jika tidak melalui pembersihan atau disinfeksi. (JOG)
——————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 17 September 2015, di halaman 14 dengan judul “Biosekuriti Tangkal Penularan pada Unggas Peternakan”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 7 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB