Indonesia kehilangan fisikawan terbaiknya yang semasa hidupnya berhasil beberapa kali menembus jurnal fisika berwibawa tingkat internasional. Dr Hans Jacobus Wospakrik hari Selasa (11/1) dalam usia 53 tahun meninggal dunia di Rumah Sakit Dharmais, Jakarta, setelah tiga hari dirawat karena leukemia.
Jenazah disemayamkan di rumah duka RS Dharmais di Jalan S Parman, Slipi, dan akan diberangkatkan siang ini ke Jayapura, Papua. Dosen Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan spesialisasi fisika partikel dan Relativitas Umum Einstein itu meninggalkan seorang istri, Regina Wospakrik-Sorentau, dan dua anak, Willem yang mahasiswa Jurusan Matematika ITB dan Marianette yang mahasiswa Jurusan Fisika ITB.
“Kami di Kelompok Bidang Keahlian Fisika Teori ITB benar-benar terguncang,” kata Prof Pantur Silaban saat melayat tadi malam. “Kepergiannya sangat mendadak,” ujarnya.
Hans adalah fisikawan yang lengkap. Sebagai peneliti, ia satu dari sedikit fisikawan Indonesia yang risetnya diterbitkan di jurnal berwibawa, seperti Physical Review D (1982 dan 1989), Journal of Mathematical Physics (2001 dan 2002), International Journal of Modern Physics (1991), serta Modern Physics Letters A (1986 dan 1989).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Bahkan, Hans pada awal tahun 1980-an pernah mengadakan riset bersama pemenang Nobel Fisika tahun 1999, Martinus JG Veltman, di Utrecht, Belanda, dan di Ann Arbor, Michigan, Amerika Serikat (AS).
Dalam e-mail kepada Kompas tahun lalu, fisikawan Gerardus’t Hooft, pemenang Nobel Fisika bersama Veltman, mengatakan, “Ketika pindah dari Belanda ke AS, Veltman ngotot mengajak Hans riset di sana. Ini menunjukkan, Hans fisikawan yang cemerlang waktu itu.”
Sebagai dosen pembimbing, Hans dikenal sangat sabar dan mengikuti pekerjaan mahasiswanya tahap demi tahap. Sering kali ia harus pulang malam dari kampus di Ganesha, Bandung, ke rumah kontrakannya di bilangan Bandung selatan dengan angkutan kota setelah melayani mahasiswanya berdiskusi.
“Kalau sudah tak ada lagi angkot menuju rumahnya karena kemalaman, Hans pulang jalan kaki, benar-benar jalan kaki (sekitar enam kilometer), sebab dia tidak punya kendaraan,” kata astronom Karlina Supelli, adik kelas Hans di ITB dan yang putrinya dibimbing Hans. “Hans itu terlalu baik dan terlalu santun,” ujar Supelli yang kemarin malam melayat. (SAL)
Sumber: Kompas, 12 Januari 2004