Fisikawan Hans Wospakrik Meninggal

- Editor

Senin, 12 Januari 2004

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Indonesia kehilangan fisikawan terbaiknya yang semasa hidupnya berhasil beberapa kali menembus jurnal fisika berwibawa tingkat internasional. Dr Hans Jacobus Wospakrik hari Selasa (11/1) dalam usia 53 tahun meninggal dunia di Rumah Sakit Dharmais, Jakarta, setelah tiga hari dirawat karena leukemia.

Jenazah disemayamkan di rumah duka RS Dharmais di Jalan S Parman, Slipi, dan akan diberangkatkan siang ini ke Jayapura, Papua. Dosen Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan spesialisasi fisika partikel dan Relativitas Umum Einstein itu meninggalkan seorang istri, Regina Wospakrik-Sorentau, dan dua anak, Willem yang mahasiswa Jurusan Matematika ITB dan Marianette yang mahasiswa Jurusan Fisika ITB.

“Kami di Kelompok Bidang Keahlian Fisika Teori ITB benar-benar terguncang,” kata Prof Pantur Silaban saat melayat tadi malam. “Kepergiannya sangat mendadak,” ujarnya.
Hans adalah fisikawan yang lengkap. Sebagai peneliti, ia satu dari sedikit fisikawan Indonesia yang risetnya diterbitkan di jurnal berwibawa, seperti Physical Review D (1982 dan 1989), Journal of Mathematical Physics (2001 dan 2002), International Journal of Modern Physics (1991), serta Modern Physics Letters A (1986 dan 1989).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Bahkan, Hans pada awal tahun 1980-an pernah mengadakan riset bersama pemenang Nobel Fisika tahun 1999, Martinus JG Veltman, di Utrecht, Belanda, dan di Ann Arbor, Michigan, Amerika Serikat (AS).

Dalam e-mail kepada Kompas tahun lalu, fisikawan Gerardus’t Hooft, pemenang Nobel Fisika bersama Veltman, mengatakan, “Ketika pindah dari Belanda ke AS, Veltman ngotot mengajak Hans riset di sana. Ini menunjukkan, Hans fisikawan yang cemerlang waktu itu.”

Sebagai dosen pembimbing, Hans dikenal sangat sabar dan mengikuti pekerjaan mahasiswanya tahap demi tahap. Sering kali ia harus pulang malam dari kampus di Ganesha, Bandung, ke rumah kontrakannya di bilangan Bandung selatan dengan angkutan kota setelah melayani mahasiswanya berdiskusi.

“Kalau sudah tak ada lagi angkot menuju rumahnya karena kemalaman, Hans pulang jalan kaki, benar-benar jalan kaki (sekitar enam kilometer), sebab dia tidak punya kendaraan,” kata astronom Karlina Supelli, adik kelas Hans di ITB dan yang putrinya dibimbing Hans. “Hans itu terlalu baik dan terlalu santun,” ujar Supelli yang kemarin malam melayat. (SAL)

Sumber: Kompas, 12 Januari 2004

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Masalah Keagenan Pembiayaan Usaha Mikro pada Baitul Maal wa Tamwil di Indonesia
Perkembangan Hidup, Teknologi dan Agama
Jembatan antara Kecerdasan Buatan dan Kebijaksanaan Manusia dalam Al-Qur’an
AI di Mata Korporasi, Akademisi, dan Pemerintah
Ancaman AI untuk Peradaban Manusia
Tingkatkan Produktivitas dengan Kecerdasan Artifisial
Menilik Pengaruh Teknologi Kecerdasan Buatan dalam Pendidikan
Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Berita ini 16 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 16 Februari 2025 - 09:06 WIB

Masalah Keagenan Pembiayaan Usaha Mikro pada Baitul Maal wa Tamwil di Indonesia

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:57 WIB

Perkembangan Hidup, Teknologi dan Agama

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:52 WIB

Jembatan antara Kecerdasan Buatan dan Kebijaksanaan Manusia dalam Al-Qur’an

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:48 WIB

AI di Mata Korporasi, Akademisi, dan Pemerintah

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:44 WIB

Ancaman AI untuk Peradaban Manusia

Berita Terbaru

Berita

Perkembangan Hidup, Teknologi dan Agama

Minggu, 16 Feb 2025 - 08:57 WIB

Berita

AI di Mata Korporasi, Akademisi, dan Pemerintah

Minggu, 16 Feb 2025 - 08:48 WIB

Berita

Ancaman AI untuk Peradaban Manusia

Minggu, 16 Feb 2025 - 08:44 WIB