Fase Penutupan PLTU Tua agar Mulai Disiapkan

- Editor

Kamis, 8 Februari 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pemerintah diminta memikirkan fase penutupan pembangkit-pembangkit listrik tenaga uap lama yang sulit dikendalikan buangan emisinya. Itu sebagai jalan tengah bagi pelaku industri yang kesulitan biaya investasi penerapan penurun emisi agar tak menambah beban pencemaran udara ambien dan paparannya pada lingkungan.

Selama ini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) tua kesulitan menerapkan baku mutu emisi (BME) udara terkini karena ketinggalan teknologi. Penerapan BME perlu investasi tinggi sehingga membawa konsekuensi pada harga listrik.

Di sisi lain, PLTU tua, atau bermesin usia puluhan tahun dan teknologi lama, mengemisikan sulfur dioksida (SO2), nitrogen dioksida (NO2), dan debu (particulate matter/PM) dengan kadar tinggi. Di aturan BME PLTU yang sedang direvisi, batasan SO2 dan NO2 hanya 750 miligram per meter kubik (mg/Nm3).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

”Izin usaha pembangkit listrik 30 tahun. Meski bisa diperpanjang, layak ditinjau apa mau mempertahankan PLTU batubara dengan investasi gila-gilaan alat kendali pencemaran udara,” kata Margaretha Quina, Kepala Divisi Pengendalian Pencemaran, Lembaga Studi Hukum Lingkungan Indonesia (ICEL), Rabu (7/2), di Jakarta.

Catatan ICEL menyebut, tahun 2015 dengan kapasitas listrik 24,7 gigawatt (GW), PLTU tua atau dibangun sebelum 1990 hanya 7 persen (1,7 GW). ”Bisa diganti dengan pembangkit lebih ramah lingkungan, misalnya gas. Idealnya memakai energi terbarukan,” ujarnya.

Mutu lingkungan
Jalan tengah ini perlu disiapkan pemerintah bersama perusahaan pembangkit tua. Sebab, jika PLTU tua melepas emisi berlebihan, itu tak memenuhi asas keadilan bagi perusahaan lain dan kewajiban negara memenuhi mutu lingkungan hidup yang layak bagi masyarakat.

Secara umum, ia mengapresiasi upaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menerbitkan angka BME di revisi peraturan menteri. Dalam draf terbaru, pada klasifikasi ”PLTU yang direncanakan dan beroperasi 1 Januari 2009-31 Desember 2020”, emisi SO2 400 mg/Nm3, NO2 300 Nm3, PM 75 mg/Nm3, dan merkuri 0,03 mg/Nm3. Angka itu didapat setelah beberapa kali bertemu dengan para pengelola PLTU. ”Kalau bisa lebih ketat,” ujarnya.

Menurut Direktur Pengendalian Pencemaran Udara KLHK Dasrul Chaniago, pihaknya memperbarui Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Ia menghitung rata-rata baku mutu ambien yang direkam peralatannya, pemerintah daerah, serta Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).

Namun, kelengkapan parameter terukur tergantung alat dimiliki. Contohnya, Jakarta belum bisa menghitung PM 2,5 atau debu ukuran kurang dari 2,5 mikrometer. (ICH)

Sumber: Kompas, 8 Februari 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 1 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB