Hasil riset terkini kebakaran hutan dan lahan di Indonesia tahun 2015 menunjukkan, faktor emisi pada gas metana dan karbon dioksida sebagai dasar riset belum tepat. Pengukuran di lapangan menunjukkan, faktor emisi dua senyawa polutan itu lebih rendah sehingga memengaruhi perhitungan emisi total Indonesia dari kebakaran hutan dan lahan.
Menurut pakar kebakaran hutan dan lahan (karhutla) Institut Pertanian Bogor, Bambang Hero Saharjo, Senin (13/6), di Jakarta, panel pakar internasional bagi perubahan iklim (IPCC) memberi nilai faktor emisi karbon dioksida (CO2) dan metana (CH4) di Indonesia, 1703 dan 20,8. “Menurut pengukuran di lapangan, faktor emisi 1546 (+- 77) dan 9,51 (+- 4,74),” ucapnya.
Pengukuran itu dilakukan Institut Pertanian Bogor, South Dakota State University, University of Montana, University of Iowa, University of California-Irvine, serta Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Palangkaraya di lahan gambut di Kalimantan Tengah saat kebakaran 2015. Mereka memakai seperangkat FTIR (fourier transform infrared spectroscopy) Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) yang dibawa ke Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Emisi lebih rendah
Alat itu mengukur emisi gambut terbakar di berbagai jenis lahan. Hasilnya, faktor emisi lebih rendah. “Itu bisa merevisi emisi total Indonesia dari karhutla yang menempatkan Indonesia sebagai negara emiter ketiga terbesar dunia,” kata Bambang Hero, koordinator riset itu.
Direktur Mitigasi Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Emma Rachmawaty mengatakan, pengukuran ini bisa jadi masukan dalam IPCC jika dimuat di jurnal riset internasional. Proses itu diperkirakan panjang.
Menurut Bambang Hero, manuskrip riset itu dikaji untuk diterbitkan di jurnal riset internasional. “Baru sebagian yang kami publikasikan. Nanti lengkap ada di jurnal,” ucapnya.
Hal itu bisa merevisi total emisi Indonesia dari karhutla 2015 sebesar 1,1 juta-1,7 juta metrik ton setara CO2. World Resources Institute menyebut, emisi harian kebakaran di Indonesia sejak September 2015 melampaui emisi harian aktivitas ekonomi AS selama 26 hari. Padahal, perekonomian AS 20 kali lebih besar daripada Indonesia. (ICH)
—————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 Juni 2016, di halaman 13 dengan judul “Faktor Emisi Ubah Posisi Indonesia”.