Evolusi industri ritel nasional perlu terus didorong untuk menopang pertumbuhan industri ritel dan ekonomi nasional. Perubahan itu antara lain dengan memanfaatkan perkembangan internet, dalam bentuk perdagangan secara elektronik atau e-dagang, media dalam jaringan atau daring, dan perjalanan wisata.
Hal itu mengemuka dalam pembukaan Internet Retailing Expo Asia 2017 di Hotel Pullman, Jakarta Barat, Rabu (18/1). Pameran yang menghadirkan 75 penyedia solusi infrastruktur dan digital, pembayaran digital, serta 80 peritel multikanal dan e-dagang itu berlangsung hingga Kamis (19/1) ini.
Managing Director Clarion Events Asia Richard Ireland mengatakan, Asia Tenggara merupakan pasar internet dengan pertumbuhan tercepat di dunia. Tahun ini, penggunanya mencapai 260 juta orang, yang pada 2020 diperkirakan bertambah menjadi 489 juta orang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tiga industri yang menopang pertumbuhan internet adalah e-dagang, media daring terutama periklanan dan gim, serta perjalanan wisata. Dari tiga sektor itu, e-dagang tumbuh paling cepat, yaitu 32 persen per tahun.
“Industri ritel dapat memanfaatkan potensi pasar itu dengan masuk ke dalam e-dagang. Apalagi pada 2030 jumlah orang yang memiliki pekerjaan di Indonesia meningkat menjadi 280 juta. Mereka adalah generasi pengguna internet,” ujarnya.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey mengemukakan, saat ini baru ritel berjejaring besar yang memanfaatkan e-dagang. Jumlahnya baru sekitar 60 persen dari sekitar 600 anggota Aprindo. Mayoritas peritel yang belum masuk dalam sektor e-dagang adalah peritel lokal. Mereka yang berada di daerah-daerah itu masih belum siap dengan sistem, sumber daya manusia, dan permodalan untuk masuk e-dagang.
Menurut Roy, kontribusi ritel e-dagang juga masih kecil. Dari rata-rata omzet ritel nasional sebesar Rp 200 triliun per tahun, kontribusi ritel e-dagang 8 persen-9 persen, yaitu Rp 16 triliun- Rp 18 triliun per tahun.
Adapun berdasarkan Global Retail Development Index (GRDI) AT Kearney pada 2016, penjualan seluruh ritel Indonesia, baik modern maupun tradisional, sebesar 324 miliar dollar AS. Jumlah itu setara dengan Rp 4.318 triliun. Pertumbuhan ritel tersebut 2,3 persen per tahun dengan kontribusi sektor e-dagang kurang dari 1 persen.
“Indonesia menempati peringkat kelima di bawah Tiongkok, India, Malaysia, dan Kazakhstan. Pada tahun ini, kontribusi ritel berbasis e-dagang diproyeksikan meningkat menjadi 1,2 persen,” kata dia.
Chief Operating Officer PT MAP S Ravi Kumar mengemukakan, e-dagang merupakan peluang bagi peritel untuk mengembangkan usaha. Gaya hidup konsumen yang banyak menggunakan internet dan telepon pintar membawa industri ritel berevolusi ke ritel digital.
Wakil Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk Armand W Hartono menyebutkan, untuk menopang e-dagang dan keuangan digital, BCA mengembangkan aplikasi pendukung pebisnis ritel terkoneksi dengan layanan perbankan secara digital. (HEN)
——————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 19 Januari 2017, di halaman 20 dengan judul “Evolusi Digital untuk Dorong Pertumbuhan”.