Endcorona, Aplikasi Deteksi Mandiri Risiko Covid-19 Buatan Mahasiswa UI

- Editor

Jumat, 3 April 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia berkolaborasi membuat platform self-assessment atau deteksi mandiri risiko Covid-19. Aplikasi buatan mahasiswa UI ini dinamai Endcorona.

KOMPAS/SATRIO PANGARSO WISANGGENI–Laman muka Endcorona, platform deteksi mandiri risiko Covid-19 yang dibuat oleh sejumlah mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia. Layanan ini diluncurkan pada Kamis (2/4/2020).

Mahasiswa Universitas Indonesia dari Fakultas Kedokteran dan Fakultas Ilmu Komputer berkolaborasi untuk membuat platform self-assessment atau deteksi mandiri risiko Covid-19. Layanan ini diharapkan dapat mengurangi kegelisahan masyarakat dan mengurangi beban rumah sakit.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Peluncuran awal (soft launching) Endcorona digelar pada Rabu (1/4/2020) siang melalui sebuah konferensi pers daring. Sejauh ini, Endcorona dapat diakses melalui situs endcorona.id. Ketersediaan aplikasi melalui Play Store dan App Store masih harus menunggu proses review yang dilakukan oleh Google dan Apple.

”Kami mengharapkan masyarakat Indonesia menjadi sadar risiko dan bertindak sesuai dengan kerentanan dan risiko masing-masing,” kata Inisiator Endcorona, Arya Lukmana, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) angkatan 2018.

Bersama Arya, platform ini melibatkan 15 mahasiswa lainnya yang tidak hanya dari Fakultas Kedokteran, tetapi juga Fakultas Ilmu Komputer (Fasilkom) UI. Proses pembuatan layanan ini memakan waktu sekitar satu bulan.

–Inisiator Endcorona, Arya Lukmana (kolom pertama, baris kedua), dalam konferensi daring peluncuran awal platform Endcorona pada Rabu (1/4/2020). Acara ini juga dihadiri Dekan FKUI Ari Fahrial Syam, Dekan Fasilkom UI Mirna Adriani, dan Direktur Utama RSCM Lies Dina Liastuti.

Endcorona menganalisis tingkat risiko pengguna terhadap paparan virus pemicu Covid-19, virus SARS-CoV-2, melalui sedikitnya 11 pertanyaan. Sebelum memulai, pengguna akan diminta kesediaannya untuk memperbolehkan Endcorona mencatat data assessment. Apabila pengguna tidak bersedia, pengguna akan tetap bisa menggunakan Endcorona.

Kemudian, pengguna juga diminta untuk memasukkan nama kecamatan yang menjadi domisili. ”Karena apabila ada daerah yang tercatat terjadi transmisi lokal, maka ada risiko yang lebih besar,” kata Lubna Djafar, mahasiswa FKUI angkatan 2018 yang menjadi penyusun kuesioner tersebut.

Sejumlah pertanyaan itu berkisar dari usia, jenis kelamin, riwayat perjalanan, hingga penyakit lain yang berpeluang menjadi penyerta infeksi Covid-19. Setelah menjawab kuesioner tersebut, pengguna akan dikategorikan menjadi empat taraf risiko; risiko rendah, hat-hati, rentan, dan sangat rentan.

”Penyusunan daftar pertanyaan dalam kuesioner ini kami buat dari jurnal internasional yang sudah disupervisi oleh para dosen pembimbing kami,” kata Lubna.

–Laman platform Endcorona menampilkan hasil analisis jawab kuesioner sebagai ”Sangat Rentan”.

Apabila tergolong sangat rentan, Endcorona akan merekomendasikan pengguna untuk segera menghubungi dokter ataupun nomor telepon hotline Covid-19 nasional, yakni 119. Endcorona juga menyediakan helpline melalui Whatsapp. Layanan ini akan dikelola oleh tim hubungan masyarakat FKUI dan setiap pertanyaan akan dijawab oleh dokter FKUI.

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ari Fahrial Syam mengatakan, layanan ini dapat membantu masyarakat umum yang khawatir, tetapi enggan ke rumah sakit karena takut meningkatkan peluang terpapar virus korona.

”Aplikasi ini bisa menjadi solusi ketika masyarakat bisa mengidentifikasi apa risiko masing-masing dan apa yang harus dilakukan,” kata Ari.

Hal serupa juga disampaikan oleh Direktur Pengembangan dan Pemasaran Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo (RSCM) Ratna Dwi Restuti. Ia mengatakan, Endcorona memungkinkan masyarakat dapat mendeteksi dini gejala yang dirasakan. Dengan demikian, untuk mendeteksi risiko awal, tidak harus datang ke rumah sakit.

”Dengan demikian, rumah sakit tidak ’kebanjiran’ pasien Covid-19. RSCM sangat mendukung karena kasus (Covid-19) semakin hari semakin meningkat,” kata Ratna.

Bukan pengganti diagnosis
Meski demikian, layanan self-assessment semacam ini tidak dapat menggantikan pemeriksaan fisik dan uji laboratorium untuk menegakkan diagnosis.

Eric Daniel Tenda dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI RSCM mengatakan, aplikasi ini hanya akan memberikan pemahaman kepada pengguna terhadap risiko yang mereka miliki. ”Namun, pemeriksaan lab dan fisik itu perlu untuk menegakkan diagnosis,” kata Eric.

Dekan Fasilkom UI Mirna Adriani berharap, melalui aplikasi ini, UI turut berkontribusi membantu negara di dalam menyelesaikan permasalahan terkait wabah Covid-19.

”Kami mengapresiasi dan menghargai waktu yang telah disediakan mahasiswa. Endcorona dapat menjadi contoh kerja sama multidisiplin antarfakultas serta menunjukkan bahwa teknologi informasi dan komunikasi dapat menjadi tulang punggung masyarakat untuk membantu meredam kegelisahan masyarakat,” kata Mirna.

KOMPAS/SATRIO PANGARSO WISANGGENI–Selain fitur deteksi mandiri risiko Covid-19, aplikasi Endcorona juga menampilkan berita Covid-19 yang sudah terkurasi.

Kolaborasi antara FKUI dan Fasilkom UI ini disupervisi oleh dokter dan dosen dari FKUI beserta IMERI UI dan RSCM. Dosen Departemen Fisika Kedokteran FKUI, Prasandhya Yusuf, mengatakan, kolaborasi ini dibiayai melalui skema Hibah Pengabdian Masyarakat UI 2020 dengan dana sebesar Rp 50 juta.

Selain layanan deteksi risiko mandiri, Endcorona juga memiliki fitur kurasi berita dan pemantauan situasi terkini penyebaran Covid-19 di Indonesia ataupun secara global.

Peluncuran Endcorona menyusul sejumlah platform deteksi risiko mandiri lainnya yang sudah dibuat di tengah pandemi Covid-19.

Pada beberapa pekan yang lalu, Kementerian Kesehatan dan perusahaan rintisan kesehatan (start up) Halodoc dan KlikDokter telah bekerja sama untuk membuat layanan serupa. Pemerintah Provinsi Jawa Timur juga telah meluncurkan layanan deteksi serupa.

Oleh SATRIO PANGARSO WISANGGENI

Editor: KHAERUDIN KHAERUDIN

Sumber: Kompas, 2 April 2020

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB