Fenomena cuaca El Nino dinyatakan aktif tahun ini, sekalipun kekuatannya masih lemah dibandingkan saat 2015. Dampaknya terhadap penguatan musim kemarau di Indonesia masih perlu dilihat hingga April 2019.
Terbentuknya El Nino dikonfirmasi oleh National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), lembaga saintifik Amerika terkait kelautan dan atmosfir akhir pekan ini. Pusat Prediksi Iklim NOAA mengumumkan, “El Nino lemah telah terbentuk dan diduga akan terus aktif di belahan bumi utara hingga musim semi 2019.” Musim semi ini, sesuai kalender iklim mengacu pada bulan Maret, April, dan Mei.
KOMPAS/AGUS SUSANTO–Pengguna kendaraan menembus hujan di Cipinang Melayu, Jakarta Timur, Selasa (12/2/2019). Kajian peneliti iklim yang juga Kepala Subbidang Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Siswanto dengan data 100 tahun menemukan, sekalipun rata-rata curah hujan tahunan relatif sama, bahkan menurun, frekuensi hujan ekstrem justru meningkat. Hujan lebat berdurasi pendek (1-3 jam) di Jakarta telah meningkat signifikan secara statistik. Adapun hujan berdurasi menengah (4-6 jam), dan durasi lama (lebih dari 6 jam), juga meningkat, meskipun belum terlalu tinggi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
El Nino secara alami terjadi karena pemanasan air laut di Samudera Pasifik dari rata-rata tahunannya, dan hal ini telah diketahui memberi pengaruh besar terhadap kondisi cuaca di banyak negara, termasuk di Indonesia. Menurut data NOAA, anomali suhu muka air laut di Samudera Pasifik hingga mencapai + 0,8 derajat celcius pada awal Februari, walaupun saat ini sebagian sudah menurun menjadi + 0,5 derajat celcius.
Kepala Subbidang Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Siswanto, di Jakarta, Minggu (17/2/2019), mengatakan, aktifnya El Nino ini menjadi pantauan BMKG.
“Saat ini kami masih menyusun draf tentang prediksi musim kemarau 2019. Untuk sementara, kemarau di sebagian besar Indonesia diprediksi normal, tentu ada yang maju dan mundur tetapi tidak dominan. Minggu ini akan ada pertemuan nasional dengan mengundang Stasiun Klimatologi seluruh Indonesia untuk menfinalkan prediksi musim,” kata dia.
Siswanto menambahkan, El Nino kali ini juga diprediksi meluruh di bulan Juni-Juli sehingga kemungkinannya mempengaruhi musim kemarau di Indonesia kecil. “Akan tetapi, kita baru bisa yakin di bulan April karena suhu permukaan laut di Pasifik sangat ditentukan oleh kondisi saat musim semi atau sekitar sekitar April,” kata dia.
Dalam kondisi normal (El Nino South Oscillation atau ENSO), akan terjadi aliran angin hangat dari perairan timur di wilayah Samudra Pasifik barat dekat Australia dan Indonesia. Ketika air hangat mendorong konveksi atmosfer yang dalam, curah hujan yang luas terjadi di sebagian wilayah Indonesia selama Juni-Agustus.
Namun selama El Nino (kondisi ENSO positif), aliran angin melemah atau berbalik dan area penyebaran air hangat di Pasifik tengah dan timur menuju wilayah Pasifik timur dekat Amerika Selatan. Saat air hangat menyebar, hujan dan badai juga menjauh dari wilayah Indonesia. Oleh karena itu, El Nino sering dikaitkan dengan curah hujan yang lebih rendah dari normal untuk wilayah Indonesia.
Peluang hujan
Sementara itu, analisis cuaca BMKG menunjukkan, selama sepekan terakhir aliran massa udara monsun Asia mendominasi hampir seluruh wilayah Indonesia. Belokan angin terdapat di sepanjang sekitar ekuator. Wilayah pertemuan angin belahan bumi utara dan selatan terbentuk mulai dari pesisir barat Sumatera, sepanjang selatan Jawa hingga Nusa Tenggara Timur. Kondisi ini mendukung peluang pembentukan awan hujan di daerah tersebut.
Untuk ke depan, menurut Siswanto, beberapa daerah diprediksi mengalami curah hujan tinggi hingga di atas 100 milimeter per hari. Daerah-daerah itu, antara lain sepanjang pesisir barat Sumatera mulai sebagian besar Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, hingga Lampung, Jawa Barat bag. timur, Jawa Tengah, DIY, Jatim, Bali bag. timur, Kalimantan bagian tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan bagian Utara, pesisir barat Sulawesi Selatan, Pulau Buru (Maluku), Papua barat bagian timur, dan Papua bagian tengah.
Sedangkan sebagian wilayah Jawa, terutama wilayah pesisir utara dan selatan, diprakirakan memiliki potensi banjir dengan kategori rendah (11 persen dari total seluruh kecamatan). Wilayah dengan potensi banjir kategori tinggi hanya terdapat di sebagian kecil pesisir utara Jawa Timur, yakni di sebagian kecil wilayah Kabupaten Probolinggo. –AHMAD ARIF
Editor YOVITA ARIKA
Sumber: Kompas, 18 Februari 2019