Tim Eksplorasi Bioresources 2015 Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia yakin memenuhi target minimal sepuluh spesies baru dari sampel fauna, flora, dan mikroba yang dikoleksi di Pulau Enggano, Bengkulu. Meskipun jumlah jenis flora, fauna, dan mikroba tidak sebanyak pulau besar, seperti Sumatera, Enggano menjanjikan tingkat endemisitas atau kekhasan spesies yang tinggi.
“Dari pengamatan morfologi, kami menduga telah mengoleksi sejumlah spesies baru. Kami buktikan lewat analisis genetika,” kata Koordinator Utama Eksplorasi Bioresources 2015 Amir Hamidy dari Kota Bengkulu, dihubungi Sabtu (2/5). Eksplorasi tersebut bagian dari Ekspedisi Widya Nusantara 2015 dengan fokus memperbarui data spesies fauna, flora, dan mikroba di Pulau Enggano.
Dari kelompok peneliti zoologi atau ilmu tentang satwa, koleksi yang diduga spesies baru antara lain katak, ular, burung (kemungkinan subspesies baru), kelelawar, dan ikan. Dari kelompok botani atau tumbuhan, peneliti menduga dapat 10 spesies baru. Dikumpulkan juga 50-70 catatan baru, spesies tumbuhan (tak harus spesies baru) yang sama sekali belum ada dalam referensi flora Enggano terdahulu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Katak yang tergolong kelompok Hylarana nicobariensis dikoleksi tim Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dari Desa Malakoni, Pulau Enggano, Bengkulu, Rabu (22/4). Peneliti LIPI menduga katak itu spesies baru. Ada puluhan koleksi flora, fauna, dan mikroba yang diduga jenis baru.—–Arsip Lipi
Jumlah dugaan spesies baru diperkirakan bertambah dari kelompok mikrobiologi, yang masih mengidentifikasi jenis mikroba-mikroba dari Enggano di Cibinong Science Center, Bogor.
Pengamatan morfologi untuk identifikasi jenis setidaknya dengan dua acuan: ukuran (jumlah dan panjang bagian tertentu) dan diagnosis karakter (warna dan suara) dari spesies yang dideskripsikan dan dipublikasikan sebelumnya. Jika tidak sesuai dengan ukuran dan karakter dari spesies yang ada, kemungkinan jenis baru.
Amir mencontohkan, tim menemukan satu jenis katak dari kelompok Hylarana nicobariensis. Grup katak ini tersebar luas dari Kepulauan Nikobar di Samudra Hindia hingga Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Namun, ia mendapati karakter suara unik dari katak grup itu di Enggano. “Saya akan mengecek DNA (asam deoksiribonukleat) mitokondria 16S untuk mendapatkan kepastian jenis,” ujarnya.
Contoh dugaan spesies baru lain adalah ular mock viper (mirip ular beracun). Biasanya, ukuran tubuh ular mock viper lebih kecil daripada ular viper, tetapi ukuran mock viper dari Enggano besar, menyerupai viper.
Berdasarkan keunikan-keunikan pada koleksi spesies dari Enggano, menurut Amir, Pulau Enggano merupakan lokasi tepat mempelajari proses evolusi spesies. Apalagi, sejarah geologis Enggano tergolong unik. Pulau seluas lebih dari 39.000 hektar itu diyakini tak pernah menyatu dengan daratan Sumatera sehingga lingkungan yang berbeda di antara keduanya berpotensi membuat flora, fauna, dan mikroba yang berkembang juga berbeda.
Dengan beragam keunikan itu, Amir mendorong pemerintah tetap menegakkan upaya konservasi keanekaragaman hayati di Enggano. Paling tidak, pemerintah melindungi area kawasan konservasi dari pembukaan hutan untuk perkebunan.
Peneliti etnobotani LIPI yang ikut eksplorasi, M Fathi Royyani, mengatakan, masyarakat Enggano berpotensi ikut aktif mengonservasi kawasan hutan tersisa. Warisan budaya nenek moyang pun memperkuat upaya konservasi, misalnya anjuran sejak zaman dulu untuk tidak membuka hutan di pinggir sungai dan di kawasan mata air. (JOG)
————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 4 Mei 2015, di halaman 13 dengan judul “Puluhan Spesies Baru Bukan Mustahil”.