Pekerja Migran Didorong Melek Digital
Ekonomi berbasis digital akan menjadi salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi ke depan. Akses yang tidak terbatas menjadi nilai unggul ekonomi berbasis digital sehingga menjadi pilihan. Maka, setiap pihak diminta mulai menyesuaikan diri dengan era baru itu.
“Proses bisnis di bagian ujung akan berubah dan ini hanya soal waktu. Misalnya, Bank Indonesia saat ini tengah mengatur national payment gateway. Jadi, kalau masih konvensional, siap-siap saja akan digerus,” kata Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara ketika membuka Indonesia E-Commerce Summit and Expo 2017 di Indonesia Convention Exhibition, Bumi Serpong Damai, Tangerang, Banten.
Rudiantara mengatakan, ekonomi digital mesti dimanfaatkan secara optimal bagi masyarakat luas, yakni dengan ekonomi berbagi (sharing economy), pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta inklusi keuangan. Dengan demikian, hal tersebut akan sejalan dengan pemerataan kesejahteraan yang diinginkan pemerintah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Indonesia, menurut Rudiantara, memiliki beberapa contoh perkembangan industri digital yang menarik. Yang pertama adalah layanan transportasi berbasis dalam jaringan atau daring, yakni Gojek.
Dalam waktu dua tahun, pengemudi yang tergabung di Gojek sudah lebih dari 200.000 orang dan kini pemanfaatan Gojek sudah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat urban.
Contoh lain adalah Tokopedia yang fokus pada UMKM. Melalui market place tersebut, pelaku usaha kecil dapat menembus batas geografis dalam memasarkan produknya.
“Kita pernah membayangkan, perusahaan seluler menyediakan e-wallet yang digunakan pekerja migran untuk mengirimkan remitansi langsung dari e-wallet ke e-wallet. Di China, hal ini sudah mulai terjadi. Maka, di sini perbankan tidak boleh merasa tersaingi dan harus masuk lebih dulu,” ujar Rudiantara.
Infrastruktur
Sebagai negara dengan produk domestik bruto terbesar ke-16 dalam G-20, Indonesia diproyeksikan akan berada di urutan ke-8 pada tahun 2030.
Menurut Rudiantara, isu mengenai infrastruktur teknologi informasi diperkirakan akan selesai dengan terbangunnya Palapa Ring Barat, Tengah, dan Timur. Ekonomi di Indonesia secara perlahan beralih dari berbasis sumber daya alam menjadi ekonomi berbasis jasa.
Rudiantara menegaskan, posisi Kementerian Komunikasi dan Informatika terhadap e-dagang tidak untuk membuat regulasi, tetapi untuk memfasilitasi dan memberikan koridor. Fasilitasi tersebut dalam bentuk pembuatan peta jalan industri digital.
“Bagi investor asing, inilah saatnya berinvestasi. Pemerintah mengurangi daftar negatif investasi,” kata Rudiantara.
Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (IdEA) Aulia Marinto mengatakan, jumlah penduduk Asia Tenggara sekitar 600 juta jiwa telah menarik raksasa e-dagang masuk, seperti Alibaba.
“Indonesia memiliki peluang. Dalam beberapa diskusi, tantangannya adalah keamanan transaksi, soal logistik, talent, dan lain- lain. Namun, sebetulnya, setelah e-dagang marak, mutlak diperlukan sinkronisasi atas upaya dari banyak pihak agar akselerasi terjadi maksimal,” kata Aulia.
Semakin aktif
Deputy President Director PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Sulaiman A Arianto, yang mewakili Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Maryono, selaku Ketua Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), mengatakan, Himbara akan semakin aktif dalam masyarakat nontunai. Sebab, hal itu akan mendorong tata kelola yang semakin baik.
“Himbara berharap agar lapisan masyarakat mulai dari bawah, seperti pekerja migran, dapat melek digital sehingga mereka nantinya dapat memiliki usaha sendiri jika sudah kembali ke Indonesia. Ke depan, kami akan tingkatkan agar semakin banyak UMKM yang terlibat,” ujar Sulaiman.
Potensi
Dalam keterangan pers, Chief Executive Officer Blibli.com Kusumo Martanto mengatakan, potensi pengguna internet di Indonesia yang telah lebih dari 50 persen dari populasi dengan rata-rata menghabiskan uang untuk berbelanja secara daring Rp 6,5 juta per tahun, maka total perdagangannya mencapai 87,8 miliar dollar AS. Jumlah tersebut mencapai 52 persen dari pasar e-dagang di Asia Tenggara.
Namun, kata Kusumo, agar e-dagang semakin berkembang diperlukan banyak pembenahan, seperti kenyamanan dalam bertransaksi, keamanan, dan menyesuaikan dengan kebiasaan masyarakat.
“Masyarakat kita masih melihat pentingnya melihat fisik produk, bertemu, dan mendengar penjelasan langsung dari penjual. Maka, masih diperlukan edukasi mengenai cara transaksi dan kelebihan e-dagang,” kata Kusumo.(NAD)
———-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 10 Mei 2017, di halaman 19 dengan judul “Ekonomi Digital Perlu Persiapan”.