Efektivitas pembatasan sosial berskala besar masih belum bisa diukur secara pasti. Selain minimnya pemeriksaan, pelaporan data jumlah kasus positif Covid-19 atau penyakit yang disebabkan virus korona baru juga lambat.
Keberhasilan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB masih sulit diukur. Selain minimnya pemeriksaan, laporan kasus harian belum merepresentasikan kondisi waktu nyata karena terlambat hingga dua sampai tiga minggu.
Seperti dilaporkan Juru Bicara Pemerintah untuk Covid-19 Achmad Yurianto, pada Jumat (24/4), jumlah positif Covid-19 mencapai 8.211 orang atau bertambah 436 kasus dibandingan sehari sebelumnya. Sementara korban meninggal sebanyak 689 orang atau bertambah 42 orang, dan pasien yang sembuh sebanyak 1.002 atau bertambah 42 orang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Laporan penambahan kasus baru harian ini merupakan yang tertinggi,” kata Iqbal Elyasar, peneliti biostatistik dari Eijkman-Oxford Clinical Research Unit.
Data harian kasus Covid-19 ini merupakan refleksi infeksi sekitar dua hingga tiga minggu sebelumnya. “Karena PSBB baru berjalan kurang dari dua minggu untuk Jakarta, jadi kita masih sulit melihat dampaknya terhadap penambahan kasus baru,” ujarnya.
Keterlambatan pemeriksaan ini disebabkan beberapa faktor antara lain keterlambatan dari orang yang mulai terinfeksi sampai muncul gejala hingga dirawat dan diambil spesimen untuk diperiksa.
Selain itu hampir semua laboratorium melebihi kapasitas dan sebagian kesulitan reagen sehingga terjadi antrean pemeriksaan sampel. Keterlambatan juga terjadi karena birokrasi dalam pelaporan hingga pengumumannya.
Dari data yang dilaporkan Achmad Yurianto, hingga kini belum ada penambahan kapasitas tes, yaitu 1.000-2.000 orang yang dites per harinya. Dari 45 laboratorium yang beroperasi, jumlah kasus yang diperiksa sebanyak 50.563 orang dengan 64.054 spesimen. Jumlah spesimen yang lebih banyak ini karena satu orang bisa diperiksa beberapa kali.
Menurut hasil analisis di Worldometers, Indonesia baru memeriksa 234 orang per 1 juta penduduk. Angka ini jauh lebih kecil dibandingkan negara tetangga, seperti Filipina yang memeriksa 702 orang per 1 juta penduduk, Malaysia sebanyak 3.761 orang per 1 juta penduduk, dan Thailand sebanyak 2.043 orang per 1 juta penduduk.
Efektivitas PSBB
Iqbal menambahkan, untuk menentukan PSBB ini efektif harus ditunjukkan dengan laju kenaikan kasus positif melambat dibandingkan periode waktu sebelumnya. “Data-data ini tergantung pada kapasitas dan kecepatan pemeriksaan, yang sejauh ini masih jadi kelemahan kita,” ungkapnya.
Dengan belum jelasnya indikator kesuksesannya, rencana PSBB di Jakarta yang sebelumnya direncanakan hingga 3 Mei 2020 diperkirakan diperpanjang. Apalagi, PSBB yang dilakukan tak serentak, misalnya di beberapa daerah sekitar Jakarta baru dilakukan belakangan karena tergantung usulan tiap daerah.
Untuk menutupi kelemahan tidak adanya data kasus harian yang waktu nyata, epidemiolog Panji Hadisoemaro dari Universitas Padjajaran yang tergabung dalam tim SimcovID mencoba mengukur perubahan mobilitas antar provinsi dari Jakarta. Mereka memakai data dari facebook geoinsight yang mencatat jumlah pergerakan orang dari tanggal 31 Maret – 17 April 2020.
Ditemukan bahwa, perjalanan antar provinsi dari luar Jakarta berkurang hingga lebih dri 50 persen dibandingkan sebelumnya. Sementara di hari saat PSBB diberlakukan, yaitu 10 April 2020, jumlah perjalanan keluar DKI Jakarta berkurang 75 persen. Namun, beberapa hari setelah PSBB, jumlah perjalanan ke luar provinsi kembali meningkat.
——Petugas gabungan memberhentikan pengendara sepeda motor yang berboncengan di Jalan Jenderal Ahmad Yani, Kota Bandung, saat pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB hari ke-3 di kawasan Bandung Raya, Jawa Barat, Jumat (24/4/2020). Pesepada motor dilarang berboncengan untuk menerapkan physical distancing.
“Dari data kami, PSBB menurunkan kontak dan kemungkinan tranmisi 6-70 persen, tapi belum cukup menghentikan penyebaran sepenuhnya,” kata dia.
Dari kajian Panji dan tim ini disimpulkan, mobilitas Jakarta berkurang, tapi belum signifikan menghentikan laju penularan Covid-19. Pencegahan perlu dilakukan dengan sangat serius agar bisa menekan kasus.
“Dengan kondisi seperti saat ini, PSBB mungkin masih diperlukan dua bulan atau lebih, namun efektivitas harus kita evaluasi berkala. Semakin efektif, semakin cepat bisa dilonggarkan,” ungkapnya.
Menurut Panji, dampak intervensi PSBB terhadap jumlah kasus masih sulit diketahui. Itu tergantung pada kecepatan dan kapasitas tes kita saat ini. Selain itu, data kesehatan yang dikumpulkan pemerintah banyak kekurangannya.
“Data untuk penyakit-penyakit seperti demam berdarah dengue dan tuberkulosis saja banyak kekurangan. Itu akan sulit untuk dibuat model matematika, kemungkinan karena pengumpulan datanya tidak disiapkan untuk kepentingan analisis, sehingga berlepotan kualitasnya,” ungkapnya.
Oleh AHMAD ARIF
Editor EVY RACHMAWATI
Sumber: Kompas, 25 April 2020