Para ilmuwan yang selama ini melacak wabah ebola di Guinea menyatakan, virus ebola telah bermutasi. Hal itu dikhawatirkan menyebabkan virus ebola lebih mudah menyebar, tak menimbulkan gejala saat pertama menginfeksi, dan cara penularannya berubah.
Dengan memeriksa sampel darah pasien ebola asal Guinea, peneliti di the Institut Pasteur di Paris, Perancis, menginvestigasi apakah virus ebola jadi lebih mudah menyebar. Mereka melacak bagaimana cara virus berubah, berpindah, dan bertahan hidup dari satu orang ke orang lain.
Peneliti memakai metode pengurutan genetik untuk melihat perubahan struktur genetik pada virus. Sejauh ini, mereka telah memeriksa sekitar 20 sampel darah dari Guinea. Sebanyak 600 sampel lain akan dikirim ke laboratorium bulan depan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), studi serupa beberapa waktu lalu di Sierra Leone menunjukkan virus
ebola bermutasi pada kurun 24 hari pertama wabah terjadi. ”Kita tahu virus ini kerap berubah. Kita perlu tahu bagaimana virus itu berubah agar kita bisa mengatasinya,” kata ahli
genetik dari the Institut Pasteur, Anavaj Sakuntabhai, pekan lalu.
Seperti virus HIV dan influenza, virus ebola termasuk virus yang menyimpan informasi genetiknya dalam asam ribonukleat (RNA) bukan asam deoksiribonukleat (DNA) seperti pada organisme lain. Konsekuensi penting dari hal itu adalah, virus itu berpotensi mengecoh sistem kekebalan tubuh.
Mutasi pada virus ebola membuatnya lebih adaptif dan potensial kian mudah menyebar. ”Beberapa kasus ebola tak menimbulkan gejala. Virus bisa mengubah diri jadi kurang mematikan, tetapi lebih mudah menyebar,” kata Anavaj.
Kekhawatiran lain adalah mutasi membuat virus ebola bisa menular lewat udara. Sejauh ini virus itu menular lewat kontak langsung cairan tubuh orang yang terinfeksi. (BBC/ADH)
Sumber: Kompas, 2 Februari 2015
Posted from WordPress for Android