Pertumbuhan industri ritel berbasis dalam jaringan diperkirakan tetap meningkat pada 2016 dibandingkan dengan ritel konvensional. Hal itu dipengaruhi perubahan gaya hidup dan tingginya pemakaian perangkat pintar di masyarakat.
Pemerintah tetap perlu mengawasi rantai transaksi perdagangan yang terjadi, mulai dari arus barang, keamanan bertransaksi, hingga perlindungan konsumen.
“Setahun terakhir, masyarakat mulai menikmati layanan seluler 4G LTE. Perkembangan teknologi itu turut membantu industri ritel daring bertumbuh. Namun, pada dasarnya, hanya media berdagang yang berubah. Hal mendasar, seperti pertukaran barang, keamanan, dan perlindungan konsumen, masih jadi isu penting,” kata Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta kepada Kompas , Kamis (21/1), di Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pada 2015, pertumbuhan industri ritel konvensional diperkirakan hanya tumbuh 1 digit. Untuk menopang pertumbuhan, pengusaha harus menutup beban biaya besar karena faktor pelemahan ekonomi yang berdampak pada penurunan daya beli masyarakat. Kondisi itu berbeda dengan yang terjadi di ritel berbasis daring.
Perhatian pemerintah terhadap perkembangan ritel daring sudah mulai mengerucut. Contohnya, peta jalan perdagangan secara elektronik atau e-dagang yang akan diluncurkan akhir Januari 2016 dan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang sekarang tahap penyelesaian pembahasan sejumlah masukan.
“Regulasi harus cepat beradaptasi. Saat ini, regulasi Indonesia selalu ketinggalan dengan kemajuan teknologi digital. Jika sudah ada peta jalan dan RPP itu, kami harap, keduanya harus segera diputuskan,” kata Tutum. Hal yang dikhawatirkan adalah substansi regulasi membatasi perkembangan teknologi.
Partner Bain & Company perwakilan Jakarta, Nader Elkhweet, berpendapat, pesatnya pertumbuhan pengguna telepon seluler pintar belum diikuti dengan pembangunan infrastruktur pendukung konektivitas. (MED)
—————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 Januari 2016, di halaman 19 dengan judul “Pemerintah Perlu Awasi Transaksi”.