Hingga kini masih banyak hasil penelitian di bidang kesehatan yang belum dikomersialisasi. Artinya, masih sedikit industri yang tertarik melakukan hilirisasi hasil penelitian kesehatan sehingga impor obat.
Kesenjangan antara penelitian dan komersialisasi hasil penelitian di bidang kesehatan hingga kini masih cukup tinggi. Untuk itu, iklim investasi di bidang kesehatan akan diubah untuk mendukung hilirisasi hasil-hasil riset. Peran swasta akan semakin ditingkatkan.
KOMPAS/DEONISIA ARLINTA–Peneliti di Dexa Laboratories of Biomolecular Science (DLBS) melakukan ekstraksi protein dan peptida dari sumber alam, seperti tumbuhan dan hewan, sebagai bahan baku obat di laboratorium DLBS di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Rabu (8/1/2020). Pengembangan bahan baku obat dalam negeri mutlak dibutuhkan untuk menekan impor yang masih tinggi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, hingga kini masih banyak hasil penelitian di bidang kesehatan yang belum dikomersialisasi. Artinya, masih sedikit industri yang tertarik melakukan hilirisasi hasil penelitian kesehatan.
”Ternyata, masih banyak gap antara sisi penelitian dan sisi komersial di bidang kesehatan,” ujarnya, Kamis (30/1/2020).
Hal itu mengemuka dalam diskusi pleno Sistem Penelitian, Pengembangan, Pengkajian dan Penerapan (Litbang Jirap) Nasional untuk Indonesia Maju di Tangerang Selatan, Banten. Acara dalam rangka Rapat Koordinasi Nasional Kemenristek itu dihadiri juga Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.
KOMPAS/FAJAR RAMADHAN–Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang PS Brodjonegoro (dua dari kiri) menjadi pembicara dalam diskusi pleno Sistem Penelitian, Pengembangan, Pengkajian dan Penerapan (Litbang Jirap) Nasional untuk Indonesia Maju di Tangerang Selatan, Banten, Kamis (30/1/2020). Acara dalam rangka Rapat Koordinasi Nasional Kemenristek itu dihadiri juga Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.
Menurut Bambang, kegiatan penelitian di bidang kesehatan selama ini menjadi salah satu yang paling menonjol dari sisi jumlah maupun biaya. Hal ini merujuk pada hasil penelitian yang dilakukan perguruan tinggi, lembaga penelitian dan pengembangan (litbang), swasta, dan masyarakat.
”Dua bidang yang paling menonjol adalah pertanian dan kesehatan. Pertanian biasanya terkait pangan, sedangkan kesehatan terkait obat,” ujarnya.
Bambang menambahkan, meski jumlah penelitian relatif tinggi, hingga kini masih banyak kalangan ilmuwan bidang kedokteran dan farmasi merasa gelisah. Sebab, impor bahan baku obat dan alat kesehatan masih mencapai 90 persen.
Padahal, semakin banyak peneliti yang rajin melakukan ekstraksi dengan memanfaatkan kekayaan biodiversitas Indonesia. Selama ini hasil ekstraksi ini masih sebatas sebagai obat herbal terdaftar.
”Ke depan, obat ini perlu didorong untuk menjadi obat yang telah melalui uji klinis atau obat modern,” katanya.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO–Proses produksi obat di pabrik PT Kalbe Farma Tbk, Cikarang, Bekasi, beberapa waktu lalu. Pengembangan industri bahan baku obat dalam negeri mendesak direalisaikan untuk menekan ketergantungan industri farmasi nasional terhadap impor bahan baku obat yang mencapai 90 persen.
Untuk itu, lanjut Bambang, ada dua hal yang akan menjadi fokus pemerintah dalam lima tahun ke depan. Pemerintah akan memastikan hilirisasi riset lembaga litbang berjalan dengan baik dan mendekatkan akademisi dengan dunia industri.
Selain itu, Bambang juga mendorong para dokter dan tenaga kesehatan agar menggunakan alat kesehatan hasil karya anak bangga. Hingga saat ini, mereka dinilai masih amat tergantung dengan alat-alat kesehatan impor.
Iklim Investasi
Terawan Agus Putranto mengemukakan, obat dan bahan baku obat dalam negeri saat ini sebagian besar memang masih impor. Hal ini dipengaruhi oleh iklim investasi di Indonesia.
Selama iklim investasi dalam negeri dibuat nyaman, produksi obat-obatan juga akan berkembang. ”Bagi pelaku industri, hal yang paling krusial bagi mereka adalah iklim investasi. Mereka akan tertarik asal iklim investasi kita diubah,” katanya.
Terawan mengatakan, persoalan itu juga menjadi pekerjaan rumah bagi Kementerian Kesehatan. Ke depan, ia akan berkoordinasi dengan kementerian lain supaya iklim investasi di bidang kesehatan menjadi lebih mudah. Jika hal itu terjadi, Terawan yakin aktivitas impor bahan baku obat akan turun dalam waktu singkat.
Sementara itu, untuk penggunaan alat-alat kesehatan dalam negeri, Terawan menganggap hal tersebut sudah berjalan baik. Proses perizinan juga sudah dipermudah.
Hanya saja, kendala yang dihadapi adalah menyangkut sistem keuangan tiap rumah sakit yang berbeda-beda. Ini juga menyangkut Jaminan Kesehatan Nasional.
”Kalau pembayaran tertunda terus, rumah sakit tidak akan mampu berinvestasi. Perlu waktu. Kita ingin penyalurannya lancar,” ucapnya.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO–Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Gatot Eddy Pramono (kedua dari kiri) saat hendak memberikan keterangan dalam rilis kasus penyelundupan barang ilegal di Polda Metro Jaya, Rabu (14/8/2019). Polda Metro Jaya bersama Badan POM dan Bea Cukai berhasil mengungkap kasus penyelundupan senilai Rp 67,1 miliar. Barang impor ilegal asal China tersebut berupa kosmetik, obat-obatan, bahan pangan, suku cadang kendaraan dan barang elektronik, yang diselundupkan melalui Marunda Center, Kabupaten Bekasi.
Kementerian Perindustrian berkomitmen untuk mendukung keterlibatan swasta di bidang riset dan pengembangan. Kementerian Perindustrian telah bertemu dengan perusahaan-perusahaan di berbagai negara untuk menjelaskan kebijakan-kebijakan pemerintah terkait investasi.
”Saya sudah jelaskan tentang insentif pajak super deduction tax bagi perusahaan yang mau mengembangkan riset dan pengembangan di Indonesia. Respon mereka sangat positif,” kata Agus Gumiwang.
Menurut Agus, banyak perusahaan luar negeri tertarik memindahkan atau membuat program riset dan pengembangan di Indonesia. Minat tersebut misalnya datang dari industri otomotif dan petrokimia.
”Kami akan sampaikan daftar perusahaan menyatakan keseriusannya kepada Kementerian Riset dan Teknologi supaya bisa dikawal bersama-sama,” ujarnya.
Oleh FAJAR RAMADHAN
Editor: HENDRIYO WIDI
Sumber: Kompas, 30 Januari 2020