”Touch down! The Eagle has landed,” suara Neil Amstrong 240.000 kilometer berkumandang dari Bulan, begitu kaki laba-laba pesawat lunar modul menyentuh bulan pukul 16:18 sore Eastern Daylight Time (EDT), 20 Juli 1969.
”That’s one small step for a man; one giant leap for mankind (itu adalah langkah kecil manusia, tetapi suatu lompatan besar bagi umat manusia),” kembali suara Neil Amstrong berkumandang melalui jutaan corong televisi dan radio di bumi, setelah kakinya untuk pertama kali dalam sejarah manusia menginjak bulan pada pukul 22.56 EDT (20.17 GMT) dan menjadikan dirinya sebagai orang bumi pertama mendarat di permukaan Bulan.
Sembilan belas menit kemudian Edwin ”Buzz” Aldrin menyusul Neil Amstrong dan berdua mereka melakukan berbagai eksperimen dan pengambilan foto selama kurang lebih dua setengah jam. Mereka mengumpulkan 21,7 kg tanah dan batu bulan, menancapkan bendera AS dan memasang peralatan eksperimen seismik, solarwind dan alat refleksi sinar laser.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Di atas layar besar proyeksi video di auditorium USIS Kedubes AS, awal Juni lalu, melalui jaringan televisi AS Worldnet dari Paris, ditayangkan kembali detik-detik bersejarah 20 tahun yang silam, saat pesawat lunar modul berisikan astronot Neil Amstrong dan Buzz Aldrin, bergabung dengan Michael Collins di command module sambil mengorbit bulan. Terasa seakan semua peristiwa yang baru saja ditayangkan Worldnet dari Paris, baru saja terjadi. Peristiwa bersejarah spektakuler abad ke-20 ini, menelan biaya 23 milyar dollar AS, melibatkan 20.000 perusahaan dan 400.000-pekerja untuk mendaratkan manusia Amerika Serikat di bulan sebelum akhir dekade 1960. Ini sesuai dengan amanat Presiden John F. Kennedy dalam memenangkan perlombaan antariksa dengan Uni Soviet.
Pada awal tahun 1960-an Amerika Serikat sudah jauh ketinggalan dari Uni Soviet dalam perlombaan ini. Bulan April 1961 Soviet melontarkan Yury Gagarin ke orbit bumi, menyusul pengorbitan dua kosmonot pada bulan Agustus 1962, dan puncaknya, bulan Juni 1963 kosmonot wanita pertama, Valentina Tereshkova diorbitkan.
Pada waktu itu AS baru membuat empat orbit berawak, sedang Uni Soviet sudah mengantungi hampir delapan kali man-hours di ruang angkasa dibanding AS. Namun dengan program Gemini dan enam misi Apollo ke bulan, AS melesat dengan 22.503 jam terbang pada bulan Mei 1978, meninggalkan Uni Soviet yang baru mencapai 19.823 jam.
”SAYA tidak tahu persis kenapa Amerika Serikat mengundurkan diri dari program eksplorasi ruang angkasa setelah pendaratan terakhir di bulan pada tahun 1972,” jawab Buzz Aldrin(59) malam itu, pada wawancara beranting antara Paris, Monrovia, Rio de Janeiro, New Delhi, Jakarta dan Madrid yang diselenggarakan Worldnet untuk menyambut 20 Tahun Pendaratan Pertama di bulan.
Peringatan 20 tahun pendaratan pertama manusia di bulan, akan diperingati secara nasional di AS pada tanggal 16-24 Juli. Pada tanggal yang sama 20 tahun lalu, roket raksasa Saturn V, menyemburkan 7,5 juta pon daya dorong, melontarkan kendaraan angkasa 175 ton yang di pucuknya terdapat lunar dan command module keluar dari bumi dalam perjalanannya ke bulan. Delapan hari kemudian, 24 Juli 1969, ketiga astronot mendarat kembali di bumi.
Sejak itu tidak ada lagi usaha pendaratan di bulan.
Peringatan itu nampaknya untuk menghidupkan kembali gairah untuk melakukan eksplorasi ruang angkasa berawak lagi seperti yang telah ditunjukkan misi-misi Apollo. ”Akan datang lagi masanya semangat penjelajahan ruang angkasa yang menantang kembali para pimpinan negara kami dan negara lain,” ujar Aldrin yang meraih gelar doktornya dari Massachusetts Institute of Tehhnology 1963, enam tahun sebelum ia menjadi orang kedua yang menginjakkan kakinya di bulan.
Menjawab calon astronot Indonesia, Ir Taufik Akbar, Dr. Aldrin meramalkan bahwa negara berkembang akan diberi kesempatan untuk ikut serta dalam penjelajahan ruang angkasa. ”Saya melihat banyak perkembangan terjadi pada negara-negara di dunia sekarang. Pada tahap tertentu, bisa dilakukan kerja sama dalam program misi-misi ke ruang angkasa yang pengaruhnya akan mengarah ke persatuan dan dunia yang lebih damai,” tegasnya.
SEBAGAI ujung tombak konsistensi kehadiran AS dalam ruang angkasa, Aldrin menuangkan pengalamannya dalam bukunya, Return to Earth dan Men From Earth. Ia juga melihat bahwa industri teknik yang terlibat dalam program angkasa luar tidak ubahnya seperti industri pertahanan.
“Ada kemungkinan besar situasi dan kondisi dunia akan berubah menjadi lebih tenang dan ketegangan jauh menyusut, sehingga sumber-sumber yang semula diperuntukan sarana pertahanan akan dialihkan kepada eksplorasi ruang angkasa,” kata Buzz Aldrin, mantan kolonel AU yang sudah beruban ini kepada para peserta wawancara via satelit dari lima ibu kota dunia.
Mengenai semangat yang sudah memudar dari lompatan besar umat manusia yang diucapkan Neil Amstrong itu, menjawab wartawati TV RI Niken Rachmad, Edwin Aldrin tidak sependapat. Meski mengendur, katanya program ruang angkasa pada tahun 1980-an ini nampak mendapat dukungan lagi dan besar kemungkinan pada dekade 1990 akan akan dirintis penerbangan ke planet Mars. Buzz Aldrin kini juga aktif pada perencanaan penerbangan ke Mars. Menurut ramalan bekas astronot AS yang telah mengantungi 289 jam 53 menit di ruang angkasa ini, dalam waktu 100 tahun lagi baru akan terwujud kehadiran tetap umat manusia di bulan dan planet Mars.
Berbeda dengan penerbangan delapan hari pergi-pulang bumi-bulan, Aldrin menjelaskan mungkin tantangan yang paling besar dari penerbangan dua setengah tahun pergi-pulang ke planet Mars nanti adalah kesendirian. Ini akan menimbulkan berbagai problema psikologis dan fisiologis pada awaknya.
Masalah lain adalah kehilangan cairan sebagai reaksi terhadap keadaan tanpa bobot, atrophia (terhentinya pertumbuhan), tulang akan kehilangan mineral dan belum lagi masalah radiasi surya serta menyesuaikan diri dengan gaya berat bumi.
”Mungkin yang paling sukar diatasi dalam penerbangan ruang angkasa jarak jauh itu adalah lambatnya komunikasi. Tergantung oleh jaraknya, pesawat awak pesawat diterima di bumi dan sebaliknya akan memakan waktu empat sampai 20 menit,” ujarnya. Sewaktu Neil Amstrong dan Aldrin berkomunikasi dari bulan, suaranya baru diterima di bumi, empat detik kemudian. Demikian juga sebaliknya.
Menurut Aldrin, baik itu penerbangan ke bulan maupun ke Mars atau planet lainnya, pesawat ruang angkasanya akan menggunakan bahan bakar buIan (lunar fuel), helium, isotop yang dalam Waktu 10, 15 atau 20 tahun mendatang suda mudah dibuat.
Dari batuan bulan yang dibawanya ke bumi bersama Neil Amstrong, diketahui mangandung oksigen. “Sekitar empat puluh dua atau empat puluh tiga persen batuan bulan mengandung oksigen. Dan sebagian besar dari bahan bakar roket, enam atau tujuh puluh persen adalah oksigen,” kata Edwin Aldrin, mengenai kemungkinan batuan bulan dijadikan lunar fuel.
Lebih lanjut ia menerangkan, dalam penyelidikan diketahui juga bahwa satelit-satelit alam planet Mars mengandung bahan carbonaceous chondrites, yang jika dipanaskan akan menghasilkan air. Melalui elektrolisis, air ini bisa dipisahkan menjadi oksigen dan hidrogen yang pada akhirnya bisa juga dijadikan bahan bakar motor roket. (Dudi Sudibyo)
Sumber: Kompas, 21 Juni 1989