Sebanyak 82.000 anak-anak sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah dari seluruh Indonesia ikut serta dalam penyelenggaraan Olimpiade Sains Kuark yang kelima.
Pembukaan babak penyisihan OSK 2011 dipusatkan di Sekolah Islam Athirah, Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (19/2).
Hadir pada acara itu mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Wardiman Djojonegoro, fisikawan Yohanes Surya, serta staf ahli Gubernur Sulsel Bidang Kemasyarakatan dan Sumber Daya Manusia Arifin Daud. Pada babak penyisihan, siswa mengerjakan soal sains sebanyak 50 soal yang terdiri atas Fisika, Biologi, dan Matematika.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sanny Djohan, Ketua Panitia Olimpiade Sains Kuark (OSK) 2011 sekaligus pimpinan majalah Komik Sains Kuark, mengatakan, peserta OSK terus bertambah tiap tahunnya. Tahun lalu, peserta mencapai 73.000 orang dari 32 provinsi. Pembukaannya di Samarinda, Kalimantan Timur.
Sanny menambahkan, pembukaan OSK dilaksanakan di daerah-daerah untuk membawa spirit kecintaan sains pada anak- anak. Selain itu, guru-guru di daerah mendapat kesempatan untuk dilatih mengembangkan cara-cara pembelajaran sains yang menyenangkan.
Yohanes Surya mengatakan, promosi sains pada anak-anak harus ditingkatkan. Di negara lain, olimpiade sains bisa diikuti 500.000 hingga lebih dari 1 juta siswa. ”Indonesia punya sekitar 26 juta siswa SD/MI. Kesempatan anak-anak ini untuk ikut olimpiade sains harus dibuka lebar.
Wardiman menambahkan, Indonesia harus mengejar apa yang dimiliki bangsa maju, salah satunya penguasaan sains untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. (ELN)
Sumber: Kompas, 21 Februari 2011
—————-
Olimpiade Mencetak ‘Einstein Indonesia’
Ratusan siswa sekolah menengah mengikuti lomba sains. Tema yang diteliti menjawab pertanyaan di lingkungannya masing-masing.
Tulang belulang ikan berserakan dekat sebuah pabrik di kawasan Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Barang sisa yang dibuang oleh pengelola pabrik pengolahan ikan ini menarik perhatian tiga pelajar SMA Negeri 90 Jakarta. Arya Marantika, Rahmat Irkham Triaji, dan Trisha Marselia meneliti tulang ikan tuna tersebut di laboratorium sekolah yang terletak di Kecamatan Pesanggrahan.
“Kalsium banyak ditemukan pada lima ruas tulang terbelakang ikan tuna daripada ruas tulang sebelumnya,” kata Arya Marantika, pelajar kelas XII sekolah tersebut. Memakan bubur tim dengan tulang ikan ini, ujar Rahmat, bisa memenuhi sebagian kebutuhan kalsium harian sebesar 500-800 miligram ketimbang mengkonsumsi tanpa tulang ikan.
Penelitian bertajuk “Pemanfaatan Lima Ruas Tulang Terbelakang Ikan Tuna Sebagai Bahan Dasar Pembuatan Bubur Tim Instan bagi Anak di Bawah Tiga Tahun” itu meraih gelar juara pertama (medali emas) kategori ilmu biologi dalam Olimpiade Proyek Sains Indonesia atau Indonesia Science Project Olympiad (ISPO) 2011. Mereka akan mewakili Indonesia pada Olimpiade Pelajar Internasional (INEPO) di Turki.
Lomba ilmiah remaja tahunan ini Sabtu lalu ditutup oleh Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta. “Keingintahuan para peserta terhadap masalah yang ada di sekitar sangat tinggi, dan mereka mencoba mencari jawabannya,” kata Fasli, yang melihat presentasi dan pameran peserta di Balairung Universitas Indonesia, Depok. Ini adalah investasi kita, kata Fasli, mereka akan menjadi “Einstein-Einstein” Indonesia di masa yang akan datang.
Panitia Olimpiade Sains menerima 618 proyek yang dikirim siswa dari 156 sekolah di 20 provinsi. Dari jumlah itu, dipilih 170 proyek yang mengikuti babak final di Jakarta. Dewan juri, yang diketuai Umar Anggara Jenie, mantan Ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, memilih para pemenang berdasarkan enam kategori ilmu: fisika, kimia, biologi, lingkungan, teknologi, dan komputer.
Memang banyak tema penelitian yang berkisar pada masalah di lingkungan sehari-hari. Misalnya, peraih medali emas kategori fisika yang diraih Revita Sari dan Yulia Sasmita, pelajar SMA Teuku Nyak Arief Fatih Bilingual School, Nanggroe Aceh Darussalam. Pelajar kelas XI ini merancang oven dengan bahan bakar dari sabut kelapa. Pohon kelapa memenuhi sepanjang pesisir Aceh. Sayang, kata Revita, sabutnya banyak dibuang. Termasuk yang ada di dekat sekolahnya.
Penelitian lain dilakukan oleh Christie Angelia Ruslim dan Juan, peraih medali emas kategori kimia dari SMA Santa Laurensia, Banten. Keduanya mengajukan riset dengan judul “Pemanfaatan Olahan Ban Bekas dalam Joint Sealant dengan Lignin Sebagai Bahan Pengemisi”. Mereka membuat aspal dari ban bekas yang diolah tersebut.
Peraih medali emas kategori teknologi diraih Andy Aulia Prahardika dan Abyan Adam dari SMA Negeri 3 Semarang, Jawa Tengah. Kedua pelajar ini melakukan penelitian berjudul “Sensor Banjir Landasan Pacu Efektif dan Ramah Lingkungan”. Alat sensor yang ada saat ini, kata Andy, harganya mahal.
Untuk kategori komputer, peraih medali emas adalah Ikhsan Brilianto dan Greha Devana Candra, pelajar SMA Negeri 1 Yogyakarta. Mereka mengembangkan perangkat lunak “future market” sebagai sistem belanja solusi peningkatan fasilitas swalayan. Sedangkan untuk kategori lingkungan, peraih medali emas berasal dari SMA Negeri 2 Kuningan, Jawa Barat.
ISPO, yang diselenggarakan oleh Pacific Countries Social and Economic Solidarity Association, terbuka bagi siswa SMP/MTs dan SMA/MA serta SMK di seluruh Indonesia. Program ini mendorong para remaja mencintai ilmu pengetahuan, membudayakan berpikir ilmiah, melakukan penelitian dan mengembangkannya, serta menghasilkan produk ilmiah.
“Kegiatan ini menjadi wadah peneliti muda untuk berkompetisi sehat pada tingkat nasional dan mendorong lingkungan pembelajaran yang nyata dengan menafsirkan hal-hal yang abstrak dalam sains ke proyek yang realistis,” kata Presiden ISPO Bambang Sudibyo. Dia berharap ISPO membantu membangun budaya kritis, budaya melakukan penelitian, dan menghasilkan penemuan-penemuan baru yang orisinal.
Selain mendapat medali, para pemenang ISPO mendapatkan hadiah dari sponsor dan dikirim mengikuti kompetisi sejenis pada tingkat internasional di Turki, Brasil, Amerika Serikat, Azerbaijan, Rumania, serta Georgia.
Pada 2009 dan 2010, para pemenang ISPO meraih berbagai penghargaan, di antaranya medali emas dan perak pada kompetisi I-SWEEPEP di Amerika Serikat dan kompetisi IYIPO di Georgia. Selain itu, mereka meraih medali emas pada kompetisi ISTE-MOSTRATED di Brasil. UNTUNG WIDYANTO
Rahasia Tulang Tuna
Arya Marantika mem-booking warung Internet dekat rumahnya di Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan, selama sebulan. “Saya tidak punya komputer atau laptop,” kata pelajar SMA Negeri 90 Jakarta kelas XII jurusan IPA itu.
Bersama dua rekannya, Arya mengambil sampel tulang tuna yang dibuang dari sebuah pabrik pengolahan ikan di dekat sekolah mereka. Tulang ikan yang digunakan adalah ruas ke-1-5, ruas ke-6-10, ke-11-15, ke-16-20, ke-21, 22, 23, 24, dan 25.
Dari hasil pengujian, ternyata lima ruas terbelakang tulang ikan tuna mengandung paling banyak kalsium. Masing-masing besarnya 2,86; 2,65; 2,10; 4,00; dan 3,52 miligram Ca per 100 gram sampel. Selain itu, kata Rahmat, memberikan lima ruas tersebut pada bubur tim dapat meningkatkan kadar kalsium, yakni sebesar 2,89 miligram Ca per 100 gram bubur tim.
Sensor Banjir
Riset Andy Aulia Prahardika dan Abyan Adam dari SMA Negeri 3 Semarang dilak sana kan sejak Oktober hingga Desember 2010 di SMA Negeri 3 Semarang. Variabel bebas yang mereka ukur adalah tinggi air genangan atau banjir berpengaruh terhadap sensor. Sedangkan variabel terikat adalah tingkat kepekaan sensor terhadap nyala buzzer.
“Dari hasil pengujian, sensor mulai bekerja apabila lempengan besi yang ada menyentuh permukaan air,” kata Andy. Sensor itu memberikan sinyal ke FM transmitter, kemudian dilanjutkan ke FM receiver. Petugas yang menerima peringatan segera membuat keputusan untuk melarang pilot mendaratkan pesawatnya.
Jam Pelajaran Proyek
Christie Angelia Ruslim dan Juan bersyukur di sekolah mereka, SMA Santa Laurensia, Banten, ada jam proyek. Mata pelajaran selama dua jam dalam sepekan ini membahas usulan proyek penelitian para siswa. Alhasil, sejak tahun lalu, kedua pelajar yang meneliti ban luar sepeda motor bekas untuk dijadikan aspal itu mendapat bimbingan dari guru kimia sekolah.
Awalnya, mereka memotong-motong ban bekas seukuran beberapa sentimeter. Lantas ban bekas itu dipanaskan dalam oven hingga suhu 200 derajat Celsius. Setelah itu dicampurkan dengan lignin dan residu petrokimia, sehingga terbentuk aspal.
Menurut Christie, ide tersebut diperoleh dari browsing Internet dan menemukan penelitian sejenis pada 1980-an. Kami lihat, katanya, banyak ban bekas di sekitar kami yang tidak terpakai.
Oven Multifungsi
Revita Sari dan Yulia Sasmita, pelajar SMA Teuku Nyak Arief Fatih Bilingual School, Banda Aceh, resah. Maklum, sabut kelapa yang ada di pesisir provinsinya tidak dimanfaatkan banyak orang. Mereka mendapat informasi bahwa ada dosen Universitas Syahkuala yang memiliki gagasan memanfaatkan sabut kelapa untuk oven.
“Kami datangi beliau di kampus dan mempelajari metodenya,” kata Yulia. Setelah paham, mereka melakukan riset lebih mendalam dan merancang oven yang terdiri atas ruang masuk dan ruang bakar.
Oven ini ternyata multifungsi. Asap pembakaran berguna untuk mengawetkan kayu agar tidak dimakan rayap. Abu kelapa yang hancur dimanfaatkan untuk membuat telur asin dan kompos. UNTUNG WIDYANTO
Sumber: Koran Tempo, 28 februari 2011