Tahun 1973, seorang ilmuwan di Swiss meramalkan duplikat manusia tercipta tahun 2020 ini. Akankah terbukti?
Harian Kompas hari Selasa, 8 Mei 1973, memuat berita di halaman 1 dengan judul “Manusia Robot Tahun 2020”. Berita mengutip ahli genetika Swiss David Klein yang meramalkan bahwa duplikat manusia terwujud tahun 2020 atau 2030. Teknik duplikasi manusia dapat dilakukan tahun 1993, tetapi tidak terwujud karena dinilai melanggar etika.
Dalam berita 47 tahun lalu itu disebutkan, dua ahli dari Universitas Oxford bekerja sama dengan biolog-biolog Swiss mengembangkan metode duplikasi kodok sejak tahun 1966. Mereka mengambil sebutir telur kodok, mengeluarkan intinya, dan menggantikannya dengan inti jenis khusus dari sel serba guna yang berasal dari kodok lain.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sel telur baru ini kemudian terus-menerus memecah dan berkembang seakan-akan berasal dari telur biasa yang telah dibuahi. Dari sini berkembang seekor kodok yang sama sekali normal dan subur.
Metode reproduksi tanpa seks ini disebut sebagai kloning. “Sudah ada tanda-tanda bahwa membuat duplikat manusia sudah mungkin sekitar 2020 atau 2030,” ujar Klein. Namun, Klein waktu itu sudah meragukan apakah reproduksi manusia dengan metode ini akan diperbolehkan oleh pemerintah salah satu negara.
Selain kodok, kloning pada hewan lain juga telah berhasil. Harian Kompas 16 Agustus 1990 memberitakan telah lahir tiga biri-biri siper hasil kloning di Australia. Ketiga anak biri-biri tersebut kembar identik dan diklon dari satu embrio. Teknik kloning ini dikembangkan oleh perusahaan riset Adelaide, Emtech, dan Universitas Adelaide.
Teknik Emtech mengekstraksi sel dari telur yang telah dibuahi saat mencapai pembelahan menjadi 16 sel. Sel ditanam dalam sel telur yang belum dibuahi untuk kemudian ditanam dalam rahim induk biri-biri. Dengan teknik ini, dari satu embrio didapatkan 16 calon anak biri-biri. Emtech saat itu mengklaim mampu menghasilkan 100 biri-biri per tahun.
Tidak sampai 2020, teknik kloning pada embrio manusia juga telah mampu dilakukan tahun 1993. Harian Kompas 23 Oktober 1993 memberitakannya di halaman 1 dengan judul “Teknik Duplikasi Anak Manusia Ditemukan”.
Jerry L Hall, ilmuwan, dari Universitas George Washington, Amerika Serikat (AS), berhasil membelah embrio menjadi beberapa embrio duplikatnya. Embrio duplikat ini merupakan calon-calon manusia duplikat pula, yang siap dimasukkan ke dalam rahim setiap saat.
Teknik kloning embrio bermula ini dari penggabungan sel sperma dan sel telur di luar tubuh manusia –dikenal sebagai teknik bayi tabung– untuk membantu pasangan suami-isteri yang kesulitan mendapat anak secara alamiah. Embrio hasil penggabungan itu, kemudian dicangkokkan ke dalam rahim si ibu.
Akan tetapi, acap ditemukan, embrio cangkokan tidak berkembang dengan baik di dalam rahim. Mengatasi kemungkinan buruk inilah, Hall menciptakan teknik pembelahan atau kloning embrio, menjadi banyak embrio duplikat. Dengan teknik ini, kemungkinan mendapatkan anak hanya dari sekali menggabungkan sel sperma dan sel telur semakin besar. Pasangan suami isteri itu, kemudian punya pilihan.
Pilihan pertama, memasukkan sekaligus dua atau lebih embrio ke dalam rahim sehingga lahirlah anak-anak kembar. Pilihan lain, hanya memasukkan satu embrio, lalu yang lain disimpan di dalam laboratorium. Manakala embrio yang sudah dimasukkan dalam rahim tak berkembang dengan baik, bisa segera diganti embrio duplikatnya.
Temukan Hall saat itu membuka debat global tentang etika mengkloning manusia. Direktur Pusat Bioetika Universitas Minnesota, AS, Arthur Caplan berpendapat teknik ini sebetulnya tidak perlu dicobakan kepada manusia. Selain tidak memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, teknik ini justru menciptakan persoalan etika dan hukum yang rumit jika diterapkan pada manusia.
Tahta Suci Vatikan mendesak pemerintah AS untuk membuat perundang-undangan yang melarang aktualisasi hasil eksperimen itu kepada manusia.
Karena tentangan keras kloning pada embrio manusia, percobaan kloning terhadap hewan terus berlanjut. Salah satu kloning yang terkenal di dunia adalah “Dolly”, domba hasil kloning di Inggris tahun 1997. Harian Kompas memuatnya dengan judul “Dolly, Domba dari Ambing” pada edisi 24 Februari 1997.
Dolly diciptakan dari sel tunggal ambing atau kelenjar susu seekor domba betina dewasa. Sel itu kemudian dikombinasikan dengan sel telur dan diinseminasikan ke dalam domba betina lainnya. Hasilnya adalah Dolly yang gennya sama persis dengan domba yang diambil selnya.
Percobaan kloning juga dilakukan terhadap kerabat manusia sesama primata, seperti monyet. Harian Kompas 26 Januari 2018 memberitakannya dengan judul “China Berhasil Lakukan Pengklonan Monyet”. Laporan lebih lengkap dimuat dalam edisi 28 Januari 2018 dengan judul “Kloning Monyet dan Tabu Penciptaan”.
Ilmuwan China berhasil melakukan pengklonan dua monyet, Zhong Zhong dan Hua Hua. Dua monyet ekor panjang itu dibuat di laboratorium dengan teknik sama dengan pembuatan domba kloning Dolly di Edinburgh, Inggris, 20 tahun lalu. Monyet dipilih karena punya kedekatan genetika dengan manusia.
GETTY IMAGES–Tiga anjing jenis Afghan dari kiri ke kanan yaitu Bona, Peace, dan Hope, adalah anjing hasil kloning di Universitas Nasional Seoul, Korea Selatan. Foto diambil pada 18 Desember 2006.
”Monyet kloning berguna sebagai model untuk mempelajari penyakit genetik pada manusia,” kata Qiang Sun dari Institut Neurosains, Akademi Ilmu Pengetahuan China.
Sejumlah pihak mengingatkan praktik pengklonan monyet yang kian dekat dengan pengklonan manusia akan memicu masalah etika.
Oleh SUBUR TJAHJONO
Sumber: Kompas, 24 Februari 2020