Demam berdarah dengue masih menjadi ancaman hingga musim hujan berakhir. Tingginya kasus penyakit itu dipicu perubahan iklim dan pemberantasan sarang nyamuk tak optimal.
Jumlah kasus demam berdarah dengue di sejumlah daerah selama Januari-Februari 2019 melonjak. Bahkan, sejumlah daerah menetapkannya sebagai kejadian luar biasa. Meski merebaknya demam berdarah dengue berulang tiap tahun, antisipasi pencegahannya masih lemah.
Hingga kini, penularan demam berdarah dengue (DBD) terus terjadi. Reza Wardhana (30), warga Kota Surabaya, Minggu (24/2/2019), menuturkan selama seminggu ia dirawat di rumah sakit karena terkena demam berdarah. “Awalnya demam tinggi dan tubuh lemas. Lama kelamaan seluruh badan sakit. Di ulu hati amat sakit saat disentuh,”ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO–Pasien Demam Berdarah Dengue di Rumah Sakit Umum Daerah Doris Sylvanus Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah yang sebagian besar adalah anak-anak. Jumlah kasus DBD di Kalimantan Tengah berangsur turun meskipun demikian masih tinggi.
Susanti (35) mendampingi anak laki-lakinya yang terbaring di Rumah Sakit Umum dr Wahidin Sudirohusodo, Kota Mojokerto, Jawa Timur, pekan lalu. Sudah tiga hari, anak berumur 9 tahun itu terserang DBD.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, jumlah kasus DBD umumnya melonjak pada Januari-Februari. Meski ancaman penyakit itu naik saat puncak musim hujan, DBD bisa terjadi saat pancaroba atau musim kemarau diselingi hujan lokal.
Kasus DBD terus merebak di berbagai daerah sejak Januari 2019 hingga awal Februari. Kementerian Kesehatan mencatat, pada Januari sampai 19 Februari 2019 ada 23.305 kasus DBD dengan 207 pasien meninggal dunia.
Untuk Januari, jumlah kasus DBD naik lebih dari dua kali dibandingkan periode sama tahun lalu. Kasus DBD terbanyak tahun ini ditemukan di provinsi Jawa Barat, Jatim, dan Jawa Tengah. Kasus juga ditemukan di Nusa Tenggara Timur hingga Papua.
Berdasarkan proporsi penduduk, provinsi dengan angka kejadian (IR) DBD per 100.000 penduduk pada 2013-2017 berubah-ubah. Bali dan Kalimantan Timur paling sering ada dalam 5 besar provinsi dengan angka kejadian DBD tertinggi meski jumlahnya turun.
Namun, angka kejadian DBD tinggi tak terkait tingginya angka kematian (CFR) DBD. Secara nasional, kematian akibat DBD pada 2017 turun dibanding tahun sebelumnya. Kematian tertinggi ada di Provinsi Gorontalo 2,18 persen, Sulawesi Utara (1,55 persen), dan Sulawesi Tenggara (1,47 persen).
Sejauh ini DBD ditemukan di hampir semua kabupaten/kota . Di Kabupaten Cirebon, misalnya, Februari ini ada 106 kasus DBD, melonjak dibanding Januari lalu 10 kasus. “Lima tahun terakhir, kasus DBD melonjak Desember-April, saat musim hujan sampai pancaroba,” kata Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan Cirebon Sartono.
Di Palangkaraya, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah Suyuti Syamsul menuturkan, jumlah kasus DBD telah menurun tapi masih tinggi. Di Kabupaten Kapuas, misalnya, pemda setempat menetapkan status kejadian luar biasa DBD akhir tahun lalu.
Sementara di Kupang, Kepala Dinas Kesehatan NTT Dominikus Minggu Mere, memaparkan, DBD berlangsung tiap tahun dan meluas sebarannya. Jika pada 2018 ada 17 kabupaten atau kota terjangkit DBD, tahun ini ada 22 kabupaten/kota dengan 2.312 kasus. Empat pemda di NTT dengan kasus DBD terbanyak menetapkan status KLB DBD.
Adapun di Papua, kasus DBD terus bertambah dua pekan terakhir ini dengan 191 kasus di 11 kabupaten, melonjak dari periode sama tahun lalu sebanyak 50 kasus. “Tahun ini kasus DBD di Papua naik drastis. Kami akan kembali mengirim alat deteksi DBD, bubuk abate, dan cairan bagi pengasapan ke Biak Numfor karena kasusnya terbanyak,” kata Kepala Seksi Penanganan Krisis Kesehatan dan Penyakit Dinas Kesehatan Papua Yamamoto Sasarari.
Di DKI Jakarta, awal tahun ini, ada 613 penderita DBD, bertambah 146 kasus dalam empat hari. Februari ini, angka DBD menurun dibandingkan Januari lalu tapi Jakarta tetap jadi daerah endemis DBD.
Sejak muncul pertama di Indonesia pada tahun 1968 di Surabaya, Jatim, dan Jakarta, DBD adalah penyakit perkotaan. Meningkatnya urbanisasi, meluasnya perkotaan, dan penataan kota buruk membuat kerentanan DBD naik. “Perubahan iklim membuat suhu menghangat sehingga sebaran nyamuk Aedes aegypti kian luas,” kata Budi Haryanto dari Pusat Penelitian Perubahan Iklim Universitas Indonesia.
Membaiknya transportasi serta konektivitas antara kota dan desa menyebabkan DBD kini mudah ditemukan di pedesaan. Itu membuat DBD jadi ancaman banyak negara. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), September 2018 menyebut, sebelum 1970, hanya 9 negara mengalami epidemi dengue. Kini, DBD tersebar di 141 negara di 5 benua, di wilayah tropik dan subtropik.
Pengendalian
Makin luasnya penyebaran Aedes aegyti yang membawa virus dengue sebagai sumber DBD membuat pengendalian perkembangan nyamuk jadi kunci pencegahan. Terlebih sejak virus dengue dengan manifestasi klinik berat yang disebut DBD ditemukan di Manila, Filipina, pada 1952, hingga kini belum ada obatnya.
Meski pengendalian nyamuk jadi kunci, tindakan itu menghadapi tantangan besar di lapangan. “Kesadaran warga melakukan gerakan 3M Plus kurang,” tegas Kepala Unit Kajian Pengendalian Hama Permukiman, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, Upik Kesumawati Hadi.
KOMPAS/IWAN SETIYAWAN–Pengasapan untuk mencegah penyebaran nyamuk vektor demam berdarah dilakukan di sebuah perumahan di Kelurahan Cinangka, Sawangan, Kota Depok, Minggu (17/2/2019). Pemerintah Kota Depok terus menggalakkan pencegahan penyebaran demam berdarah karena selama Januari lalu tercatat ada 436 penderita, meningkat 75 penderita dibanding bulan Junauari tahun lalu.KOMPAS/IWAN SETIYAWAN
Jadi 3M Plus ialah gerakan pemberantasan sarang nyamuk dengan menguras penampungan air, menutup tempat tampungan air, dan memanfaatkan kembali barang bekas yang berpotensi jadi tempat perkembangbiakan nyamuk.
Langkah itu harus disertai upaya tambahan, seperti menaburkan bubuk larvasida pada tempat tampungan air, memakai obat atau lotion anti nyamuk, dan memakai kelambu saat tidur. Selain itu, warga dianjurkan memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk, menanam tanaman pengusir nyamuk, mengatur cahaya dan ventilasi rumah, dan tak menggantung pakaian dalam rumah.
Namun, upaya menekan populasi nyamuk itu hanya bermanfaat jika dilakukan warga secara massal, berkelanjutan, dan konsisten. Pemberantasan tak hanya dilakukan di lingkungan perumahan, tetapi juga kantor, sekolah, pasar, rumah sakit, tempat ibadah, dan fasiitas umum lain. “Percuma kalau dilakukan di satu tempat, karena nyamuk bisa berpindah tempat,” ungkapnya.
Direktur Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan pemerintah mendorong warga melakukan gerakan satu rumah satu juru pengamat jentik. Itu diharapkan menumbuhkan kesadaran bahwa tiap rumah tangga bertanggung jawab mencegah penularan DBD. “Pemberantasan sarang nyamuk dengan 3M Plus harus dilakukan sepanjang tahun,” katanya. (BRO/TAN/PDS/WER/FLO/IDO/BAY/IKI/SYA/ETA/NSA/KOR/DEA/ISW/MZW)
Oleh TIM KOMPAS
Sumber: Kompas, 25 Februari 2019