Aktivis lingkungan menilai Danau Toba di Sumatera Utara dalam kondisi kritis. Untuk itu, pemda setempat diminta berupaya menyelamatkan danau yang berjarak sekitar 176 km dari Kota Medan itu.
Salah satunya dengan mendukung upaya penetapan danau vulkanik itu jadi geopark atau taman dunia oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO). Hal itu disampaikan Irwansyah Harahap, Ketua Komunitas Jendela Toba sekaligus Ketua Panitia Geobike Caldera Toba, dalam jumpa pers di Medan, Selasa (7/4).
Irwansyah mengatakan, kerusakan lingkungan kian mengkhawatirkan di kawasan Danau Toba dalam 10 tahun terakhir. Merujuk data Badan Lingkungan Hidup Sumut, hutan penyanggah alami hanya bersisa sekitar 20 persen dari total 356.800 hektar areal hutan Danau Toba. Itu akibat maraknya penebangan hutan legal ataupun ilegal dan alih fungsi lahan jadi pabrik ataupun hotel selama 10 tahun ini. Situasi tersebut diperparah menjamurnya keramba ikan di danau itu.
Akibatnya, bencana alam kerap terjadi, seperti tanah longsor, karena tak ada lagi pepohonan yang jadi penyangga tanah kawasan lereng. “Warga krisis air bersih karena air danau tercemar limbah keramba ikan,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Irwansyah, situasi itu berdampak buruk bagi kehidupan sosial ekonomi jutaan warga di sekitar Danau Toba, yakni warga Kabupaten Samosir, Toba Samosir, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Dairi, Simalungun, dan Karo. Warga yang mayoritas petani itu kian kekurangan lahan untuk pertanian.
Di sisi lain, keindahan Danau Toba tercemar sehingga jumlah kunjungan wisatawan domestik dan mancanegara ke danau tersebut menurun. “Pada periode 1980-1990-an, jumlah kunjungan wisatawan ke Sumut, terutama Danau Toba, 70.000-an orang per tahun. Saat ini hanya 30.000-an orang per tahun,” ucapnya.
Merawat kelestarian lingkungan Danau Toba juga penting untuk ilmu pengetahuan. Apalagi letusan danau itu pada 74.000 tahun lalu jadi yang terkuat di Bumi dalam dua juta tahun terakhir. Itu berpengaruh banyak terhadap lingkungan, terutama perubahan iklim.
Untuk itu, pemerintah diminta menyelamatkan kondisi Danau Toba dengan mendukung penetapan danau itu jadi geopark oleh UNESCO yang diusulkan aktivis sejak November 2014. Caranya, antara lain, mengajak masyarakat menunjukkan upaya nyata menjadikan Danau Toba sebagai geopark. Itu akan jadi penilaian utama UNESCO yang akan menilai pada April ini.
Menurut anggota percepatan Danau Toba jadi Geopark Global Network UNESCO sekaligus Sekretaris Geobike Caldera Toba, Mangaliat Simarmata, pihaknya menyelenggarakan beragam kegiatan untuk mendorong partisipasi pemerintah dan warga dalam mendukung Danau Toba jadi geopark sejak 2002. Kali ini, pihaknya menggelar Geobike Caldera Toba, bersepeda menyusuri kaldera Danau Toba. (DRI)
——————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 9 April 2015, di halaman 14 dengan judul “Danau Toba dalam Kondisi Kritis”.