Kasus demi kasus dugaan korupsi menyerang mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan. Bahkan, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta sudah menetapkannya sebagai tersangka kasus dugaan koruspi pengadaan 21 gardu induk PLN Jawa Bali dan Nusa Tenggara. Tak tertutup kemungkinan Dahlan juga menjadi tersangka untuk kasus dugaan koruspi pengadaan 16 mobil listrik 2013.
“Keterangan saksi-saksi yang kami periksa mengarah ke Dahlan,”ujar Kepala Sub Direktorat Penyidik Tindak Pidana Korupsi Kejaksaan Agung Sarjono Turin ketika dihubungi Tempo, Senin, 22 Juni 2015.
Kejagung menyatakan telah terjadi penyalahgunaan wewenang, penunjukkan langsung, dan pengerjaan yang tak sesuai kontrak namun dibayarkan dalam kasus pengadaan mobil listrik. Negara diasumsikan merugi sebanyak Rp32 miliar akibat ketiga hal itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sejauh ini, Kejagung telah menetapkan dua tersangka untuk kasus ini. Mereka adalah Dasep Ahmadi dari PT Sarimas Ahmadi Pratama selaku pelaksana proyek yang ditunjuk langsung serta mantan Pejabat Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Kementerian BUMN Agus Suherman. Keduanya dijerat Pasal 2 dan 3 UU Tipikor.
Dasep ditetapkan sebagai tersangka karena 16 mobil listrik yang ia buat tak sesuai kontrak, bahkan tak satupun berhasil digunakan. Agus ditetapkan sebagai tersangka karena dianggap menyalahi wewenangnya dengan meminta dana Rp32 miliar terhadap tiga BUMN yaitu BRI, PGN, dan Pertamina
Adapun Dahlan terseret karena info yang digali Kejagung menunjukkan bahwa dialah yang memerintahkan Agus untuk meminta dana kepada ketiga BUMN. Dahlan menyebut dana tersebut sebagai dana sponsorship mobil listrik untuk KTT APEC 2013 meski dananya tidak diambilkan dari pos promosi.
Turin mengakui keterangan-keterangan saksi yang telah diperiksa memang menunjukkan Dahlan sebagai pihak yang menginisiasi proyek dan memerintahkan permintaan dana kepada tiga BUMN. Namun, keterangan-keterangan saksi itu baru menjadi satu alat bukti saja. Sebagaimana diketahui, untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka dibutuhkan dua alat bukti kuat.
“Ini baru satu alat bukti, kami butuh alat bukti lain. Bisa dokumen atau bukti fisik yang menunjukkan ada keterlibatan Dahlan. Adanya niat juga perlu dibuktikan,”ujar Turin. Turin memastikan Dahlan akan diperiksa lagi pada hari Rabu esok.
“Kita akan tanya lagi soal peranan dia proyek pengadaan mobil listrik itu,”ujar Turin
Hal senada disampaikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Maruli Hutagaulang Ahad lalu. Ia mengatakan bahwa dugaan Dahlan ikut berperan di kasus dugaan korupsi pengadaan mobil listrik makin kuat. Namun, masih harus diperkuat dengan bukti-bukti lain.
“Tiga BUMN menyerahkan dana karena dia yang minta. Logikanya, kalau ada menteri minta, sulit untuk menolak kan,”ujar Maruli
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Tony Spontana menyatakan bahwa status Dahlan masih berupa saksi. Belum ada tanda-tanda Dahlan akan segera ditetapkan sebagai tersangka. “Ada beberapa hal yang masih harus dikonfirmasikan,” ujar Tony.
Tony menambahkan bahwa para penyidik juga tengah menelusuri peranan direktur-direktur BUMN terkait. Hal yang dicari adalah kenapa sampai permintaan dana Rp32 miliar dipenuhi, diambil dari pos apa, apa pertimbangannya, dan siapa yang memberikan lampu hijau.
Hasil penelusuran Tempo, tersangka Agus Suherman mendapat perintah dari Dahlan untuk menjajaki keterlibatan PT BRI dan PGN untuk terlibat dalam pendanaan mobil listrik yang akan dipamerkan di KTT APEC 2013, Bali. Adapun Dahlan, kepada Agus, mengatakan bahwa tersangka Dasep Ahmadi yang akan melaksanakan proyek mobil listrik.
Via pesan elektronik, Dahlan mengaku sebagai pihak yang menunjuk Dasep sebagai pelaksana proyek, tanpa melalui tender. Pertimbangan Dahlan kala itu, hanya Dasep yang terbukti bisa melaksanakan proyek mobil listrik.
ISTMAN MP
Sumber: tempo, SELASA, 23 JUNI 2015
————–
Dasep Ahmadi, Pencipta Mobil Listrik Dahlan Iskan Ditahan
Pemilik PT. Sarimas Ahmadi Pratama, Dasep Ahmadi menjawab pertanyaan penyidik Kejaksaan Agung saat dilakukan penyitaan sejumlah mobil listrik di pabrik perakitan PT. Sarimas Ahmadi Pratama, Jatimulya, Depok, 23 Juni 2015. ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Dasep Ahmadi, pencipta dan tersangka kasus korupsi pengadaan 16 mobil listrik tahun anggaran 2013, ditahan oleh Kejaksaan Agung pada Selasa, 28 Juli 2015. Dasep ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung selama 20 hari ke depan demi kepentingan penyidikan.
“Sudah ada alat bukti kuat dan cukup untuk melakukan penahanan. Sekarang kami fokus mempercepat pemberkasan,” ujar Kepala Subdirektorat Penyidik Tindak Pidana Korupsi Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Sarjono Turin.
Sebelum ditahan, Dasep diperiksa terlebih dahulu oleh penyidik Kejaksaan Agung. Dasep diperiksa selama tujuh jam. Dasep hadir sendiri tanpa ditemani kuasa hukumnya.
Dalam kasus dugaan korupsi pengadaan mobil listrik, Dasep disebut mengingkari kontrak kerja sama dengan Kementerian Badan Usaha Milik Negara selaku inisiator proyek. Sebanyak 16 mobil yang diciptakannya untuk KTT APEC 2013 Bali tak ada yang bisa dipakai. Akibatnya, negara diasumsikan merugi Rp 32 miliar alias rugi total.
“Dan dari total Rp 32 miliar yang dikucurkan, Dasep sudah mengantongi pembayaran sebesar 92 persen,” ujar Sarjono. Sarjono juga berkata penahanan Dasep untuk mencegahnya menghilangkan barang bukti atau melarikan diri.
Sarjono mengatakan dalam waktu dekat pihaknya juga akan melakukan penahanan terhadap tersangka lain, Agus Suherman. Agus Suherman adalah Kepala Bidang Kemitraan dan Bina Lingkungan Kementerian BUMN saat proyek mobil yang didanai tiga BUMN itu berlangsung.
Adapun Agus menjadi tersangka karena dianggap menyalahi wewenangnya dengan meminta tiga BUMN membiayai proyek mobil listrik. Tiga BUMN itu adalah PGN, BRI, dan Pertamina. Selama ini Agus membela diri dengan berkata hubungan Kementerian BUMN dan ketiga perusahaan itu lebih sebagai rekanan.
Ditanyai soal kemungkinan penahanan Dasep dan Agus mengarah ke penetapan mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan sebagai tersangka, Sarjono mengatakan hal itu masih jauh. Peranan Dahlan masih didalami karena belum ada bukti kuat untuk menjeratnya sebagai tersangka.
“Kalau bisa dikembangkan (ke penetapan Dahlan), ya kami kembangkan. Kami lihat lagi fakta-fakta selama penyidikan,” ujar Sarjono.
Secara terpisah, Dasep Ahmadi merasa dirinya tak pantas ditetapkan sebagai tersangka. Namun ia akan tetap menghadapinya hingga persidangan untuk membuktikan dirinya tak bersalah. “Saya hanya insinyur yang diberi tugas oleh negara dan sudah saya lakukan sebaik-baiknya,” ujar Dasep.
Dasep juga membantah soal mobilnya disebut tak sesuai spesifikasi. “Mobil itu sudah sesuai spek, silakan dicek. Kan, dipakai di mana-mana, dipakai Kementerian, dipakai APEC,” ujarnya sebelum masuk mobil tahanan.
ISTMAN MP
Sumber: Tempo, RABU, 29 JULI 2015
————-
“Dasep Ahmadi: Inovator Mobil Listrik yang Jadi Tersangka”
Dasep Ahmadi bukanlah seorang figur publik. Dasep hanyalah seorang industriawan yang mencoba memproduksi mobil buatan dalam negeri, sebuah mobil listrik. Namun, dia kini ditahan oleh Kejaksaan Agung atas kasus mobil listrik.
Pengamat ekonomi politik Universitas Indonesia, Faisal Basri, di blog pribadinya, faisalbasri01.wordpress.com, pada Selasa (28/7/2015), menuliskan pemikirannya tentang Dasep dengan judul “Dasep Ahmadi: Inovator yang Jadi Tersangka”.
Dalam tulisannya itu, Faisal mencoba memahami apa yang terjadi. Faisal memandang bahwa Dasep adalah seorang nasionalis.
Di tengah keterbatasan dan dukungan dari pemerintah, menurut Faisal, Dasep tetap berjuang merampungkan produksi mobil listrik. Impian Dasep bak gayung bersambut tatkala Dahlan Iskan, Menteri BUMN ketika itu memberikan dukungan terhadap Dasep.
Namun, ironis, pada saat uji coba, mobil listrik yang dihasilkan tak kuat menanjak dan cepat panas. Dengan alasan ini, dugaan korupsi mobil listrik pun berembus.
Fasial menyayangkan dan bersikap kritis dalam tulisannya. “Apa aparat Kejaksaan Agung tidak pernah menonton laga F1 yang pebalap-pebalapnya sering mengalami berbagai macam masalah mesin sampai ban sehingga harus keluar dari sirkuit? Padahal mobil-mobil itu dibuat oleh pabrik mesin atau pabrik mobil terkemuka di dunia,” tulis Faisal.
Dalam tulisannya, Faisal juga mengatakan, dirinya sangat yakin bahwa Dasep tidak mengambil keuntungan dari tantangan yang diberikan kepadanya. Berikut nukilan lengkap tulisan Faisal Basri, dikutip Kompas.com, Kamis (30/7/2015).
“Saya mengenal Dasep sudah cukup lama. Ia sosok nasionalis sejati. Ingin melihat negerinya maju lewat akselerasi industrialisasi. Beragam komponen otomotif sudah dia hasilkan. Dengan darah dan keringat, nyaris tanpa bantuan pemerintah.
Malahan, pemerintah kerap “menggangu” derap langkahnya. Dengan keterbatasan industri penunjang, Dasep berjibaku bersaing dengan komponen otomotif impor yang bebas bea masuk. Padahal, komponen yang dihasilkan Dasep butuh bahan baku impor yang dikenakan bea masuk sekitar 5 persen sampai 15 persen. Ia pun harus membayar PPN impor dan PPh bayar di muka. Berarti, Dasep harus menyediakan modal kerja lebih banyak ketimbang importir. Modal kerja yang Dasep pinjam dari bank bunganya belasan persen.
Kalau Dasep hendak melindungi produknya agar tidak gampang dijiplak, ia harus mendaftarkan produknya agar dapat hak paten. Belum lagi kalau hendak mendapatkan SNI. Semua pakai ongkos yang tidak murah. Butuh waktu yang lama pula.
Kebijakan pemerintah sungguh sangat menyulitkan industriawan sejati seperti Dasep. Kebijakan pemerintah lebih mendorong perkembangan pedagang atau importir.
Dasep maju terus. Ia melangkah hendak menghasilkan mobil buatan dalam negeri, mobil listrik. Impiannya bersambut. Dahlan Iskan, yang waktu itu Menteri BUMN, mendukung gagasannya. Pembiayaan didukung oleh beberapa BUMN.
Hasilnya tentu jauh dari sempurna, masih jauh dari produksi komersial. Baru sebatas uji coba.
Ketika penyidik Kejaksaan Agung mencoba sejauh 30 km, mobil itu tidak kuat menanjak dan cepat panas (lihat “Tersangka Kasus Mobil Listrik Ditahan,” Kompas, 29 Juli 2015, hal. 4 dan tempo.co bit.ly/1IHdnhz). Ia kemarin ditahan oleh Kejaksaan Agung. Apa aparat kejaksaan Agung tidak pernah nonton laga F1 yang pembalap-pembalapnya sering mengalami berbagai macam masalah mesin sampai ban sehingga harus keluar dari sirkuit. Padahal mobil-mobil itu dibuat oleh pabrik mesin atau pabrik mobil terkemuka di dunia. Miliaran dollar dihabiskan untuk menghasilkan mesin-mesin atau mobil-mobil terunggul lewat riset bertahun-tahun tanpa henti. demikian juga mobil pada umumnya, apalagi mobil listrik yang mash tergolong langka.
Dasep hanya menghabiskan Rp 2 miliar per mobil. Sekali mencoba harus jadi sempurna. Dasep bukan malaikat. Nasionalisme yang menggebu membuat ia menerima tantangan menghasilkan mobil listrik. Ia tidak mencari untung dari proyek mobil listrik yang menjeratnya.
Dan, sekarang Dasep mendekam di penjara. Mejadi tersangka.
Dasep bukan public figure. Tapi bukan karena itu kita diam saja.”
Penulis : Estu Suryowati
Editor : Josephus Primus
Sumber: Kompas.com, Kamis, 30 Juli 2015
——————-
Mobil Listrik Dahlan Iskan di UGM Cuma Jadi Pajangan
UGM belum pernah menerima dokumen mobil. Belum berani menggunakannya.
Unversitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta mengoreksi pemberitaan tentang mobil listrik yang berkaitan dengan kasus korupsi yang menyeret nama Dahlan Iskan, mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
UGM mengakui sebagai salah satu kampus yang menerima mobil listrik itu. Tapi mobil itu bukan jarang dipakai, melainkan malah tak pernah sekali pun dipakai alias cuma menjadi pajangan di kampus.
“Saya menyampaikan bahwa UGM belum pernah memakai mobil tersebut. Karena memang demikian yang terjadi di kampus kami, mobil tersebut belum pernah kami pakai untuk keperluan apa pun,” kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat UGM, Wijayanti, melalui surat elektronik yang diterima VIVA.co.id pada Jumat, 26 Juni 2015.
Wijayanti menjelaskan, UGM belum pernah menggunakan mobil itu karena proses administrasi belum selesai. Dokumen tentang mobil itu belum pernah diterima UGM sejak diserahterimakan dari PT Pertamina.
“Sejak serah terima, dokumen serah terima dibawa kembali ke Jakarta dan kami sampai saat ini belum menerima dokumennya. ?Karena proses administrasi yang belum selesai itu, maka kami belum berani menggunakan mobil tersebut,” katanya.
Diberitakan sebelumnya bahwa mobil bantuan PT Pertamina itu kini masih terparkir di lokasi parkir sepeda di kawasan Bulaksumur, Yogyakarta. Sejak diserahkan kepada UGM pada akhir 2014, mobil listrik itu jarang digunakan sehingga lebih banyak diparkir. Kalau pun dipakai hanya untuk berkeliling di sekitar kampus UGM, tak sampai ke jalan raya.
Mobil itu adalah salah satu barang bukti dugaan korupsi pengadaan mobil listrik yang menyeret Dahlan Iskan. Mobil listrik itu diserahkan PT Pertamina melalui program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) pada 12 November 2014. Mobil itu untuk menunjang kegiatan riset dan pengembangan mobil listrik nasional.
Mobil listrik sekelas MPV itu memiliki panjang 4,90 meter, lebar 1,85 meter, tinggi 1,90 meter, dengan kecepatan putaran 8.000 rpm dan tenaga 135 Kw.
Dua tersangka
Kasus dugaan penyimpangan 16 unit mobil listrik menyeret nama Dahlan sebagai Menteri BUMN saat program dijalankan. Dahlan diketahui menugaskan sejumlah BUMN untuk mensponsori pengadaan mobil-mobil itu demi mendukung perhelatan APEC 2013 di Bali.
Kejaksaan Agung sudah menetapkan dua tersangka dalam kasus dengan nilai proyek mencapai Rp32 miliar itu. Mereka adalah Dasep Ahmadi dan Agus Suherman.
Dasep Ahmadi adalah Direktur Utama PT Sarimas Ahmadi Pratama yang mengerjakan mobil listrik itu. Agus Suherman adalah Direktur Utama Perum Perikanan Indonesia, yang pada saat kejadian dugaan penyimpangan itu merupakan mantan pejabat di Kementerian BUMN. Dia memerintahkan tiga BUMN untuk membiayai pengadaan mobil listrik itu serta menunjuk Dasep Ahmadi untuk mengerjakan mobil.
Penyelidikan kasus itu sebenarnya dimulai pada Maret 2015. Tim jaksa saat itu meminta keterangan dari 17 orang sebelum menaikkan penanganan kasus ke tahap penyidikan. Dari hasil penyelidikan ditemukan dugaan penyimpangan dalam pengadaan 16 unit mobil listrik jenis electric microbus dan electric executive bus pada PT BRI, PT PGN dan PT Pertamina.
Mobil-mobil itu tidak benar-benar digunakan dan malah dihibahkan kepada enam perguruan tinggi, yakni UI, ITB, UGM, Unibraw, dan Universitas Riau. Padahal dalam perjanjian proyek, tidak terdapat kerja sama dengan perguruan tinggi itu.
Sumber: Vivanews.co.id, Jum’at, 26 Juni 2015
Oleh : Mohammad Arief Hidayat