Toko Ritel Berharap Harga Tas Keresek Sama di Seluruh Indonesia
Hasil akhir uji coba kantong plastik berbayar di 23 kota, konsumsi toko ritel rata-rata berkurang 30 persen. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mendorong pemerintah daerah berani membuat kebijakan lebih maju daripada anjuran pemerintah pusat.
Kebijakan itu, misalnya harga kantong plastik lebih mahal ketimbang saat uji coba atau sama sekali melarang kantong keresek di toko ritel dan toko modern. “Kami memohon pemda menindaklanjuti karena Aprindo (Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia) tak mau memaksa anggotanya,” kata Direktur Pengelolaan Sampah KLHK R Sudirman, Rabu (8/6), di Jakarta, saat evaluasi uji coba oleh 23 pemerintah kota.
Penyampaian evaluasi dihadiri Wali Kota Banjarmasin (Kalimantan Selatan) Ibnu Sina dan Wali Kota Balikpapan (Kaltim) Rizal Effendi. Banjarmasin, Balikpapan, dan 10 kota lain melaporkan capaian masing-masing.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Di Banjarmasin, informasi toko ritel, toko modern, dan minimarket, penggunaan kantong berkurang 60-80 persen dengan penurunan terbesar di Hypermart dan minimarket Glow (80 persen). Di Balikpapan, dari uji coba di 10 toko ritel modern dan 20 toko ritel lokal, pengurangan terbanyak 65 persen. Uji coba pada 179 toko ritel di Kota Depok, penurunan 35 persen.
Pemerintah menerbitkan surat edaran Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya KLHK untuk melanjutkan uji coba dan memperluas cakupan jadi semua kabupaten/kota se-Indonesia mulai 1 Juni. Namun, Rizal meminta pemerintah segera menerbitkan payung hukum agar daerah leluasa membuat kebijakan, mengingat toko ritel berpedoman pada arahan kantor pusat di Jakarta.
“Ada toko ritel yang menolak ikut serta karena prosedur terikat kantor pusat,” kata Faizah dari Bidang Pengembangan Kapasitas Badan Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta.
Posisi pemda
Kepala Subdirektorat Barang dan Kemasan KLHK Ujang Solihin Sidik menyebutkan, Aprindo sudah menyatakan tak punya wewenang memerintah industri ritel anggotanya sehingga pemda berposisi kuat membuat aturan sesuai kondisi daerahnya. Itu ditunjukkan Banjarmasin.
Pemerintah menetapkan harga minimal kantong plastik Rp 200 per lembar pada uji coba di 23 kota. Seusai uji coba yang berakhir 31 Mei, Banjarmasin melarang total kantong plastik di semua toko ritel dan toko modern mulai 1 Juni melalui Peraturan Wali Kota Nomor 18 Tahun 2016. Padahal, peraturan menteri LHK tentang pembatasan penggunaan kantong plastik sekali pakai belum terbit. “Kami mengakui, Banjarmasin lebih baik daripada KLHK,” katanya.
Menurut Ibnu, semua toko ritel di Banjarmasin kooperatif meski jaringan di kota lain tidak menerapkan hal sama. Apalagi, sejumlah warga sensitif pada kehadiran toko ritel yang dipandang mengancam bisnis mereka.
Kepala Badan Lingkungan Hidup Banjarmasin Hamdi menambahkan, kebijakan itu diperlukan. Dari 600 ton sampah per hari di Banjarmasin, 30 persennya kantong plastik. Sampah plastik menumpuk di sungai, sedangkan Banjarmasin dialiri 102 sungai yang di antaranya masih untuk transportasi. “Setiap pengerukan sampah di sungai, 80 persennya plastik,” ucapnya.
Masih menggratiskan
Corporate Communication General Manager Alfamart Nur Rachman mengatakan, Alfamart menggratiskan kantong plastik belanja bagi konsumen sejak berakhirnya uji coba di 23 kota berakhir. Namun, seiring surat edaran baru dari KLHK bahwa uji coba berlanjut dan meluas, pihaknya menunggu kesepakatan di Aprindo dulu. “Sementara, kami tetap gratiskan,” ujarnya.
Sejumlah industri ritel enggan menerapkan kantong plastik berbayar tanpa surat edaran, khawatir dinilai menyalahgunakan uang konsumen. Surat edaran uji coba nasional disebar sepekan seusai uji coba di 23 kota.
Rachman menyarankan harga dibuat sama secara nasional agar tak mengganggu persaingan industri ritel. Ketua Umum Aprindo Roy N Mandey berharap pemerintah mengajak para pihak membahas harga per lembar.
Penetapan harga beragam juga bisa memicu adu mulut konsumen dan kasir. Roy juga berharap pemerintah menyediakan layanan informasi 24 jam melalui berbagai saluran komunikasi bagi konsumen yang bertanya atau protes. (JOG/C03/JUM)
—————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 9 Juni 2016, di halaman 14 dengan judul “Daerah Didorong Lebih Progresif”.