Ancaman kebakaran lahan dan hutan yang meluas di Riau terus meningkat seiring dengan menipisnya curah hujan karena musim kemarau. Kondisi ini juga menjadi peringatan bagi provinsi lain, terutama yang memiliki lahan gambut, untuk meningkatkan kewaspadaan agar bisa menurunkan risiko kebakaran.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho menuturkan, satelit Modis pada Minggu (28/6) menangkap 207 titik panas di Pulau Sumatera. “Sebanyak 71 titik di antaranya berada di Riau, yakni di Pelalawan 24 titik, Rokan Hilir 18 titik, Bengkalis 9 titik, Indragiri Hilir 6 titik, Dumai 5 titik, Siak 3 titik, Indragiri Hulu 3 titik, serta di Kuansing, Meranti, dan Kampar masing-masing 1 titik,” kata Sutopo, Senin (29/6).
Sutopo menyebutkan, terdapat 142 hektar lahan yang sudah terbakar di Riau. Petugas gabungan dari Manggala Agni, Badan Penanggulangan Bencana Daerah, TNI, Polri, dan relawan berhasil memadamkan 69 hektar di antaranya, sedangkan 73 hektar lahan belum dapat dipadamkan. Penyebab kebakaran adalah pembakaran secara sengaja untuk pembersihan dan pembukaan lahan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Curah hujan yang terbatas di Riau juga membuat upaya teknologi modifikasi cuaca (TMC) yang dikenal sebagai hujan buatan tidak bisa maksimal dalam sepekan lalu. Penaburan garam (NaCl) ke awan untuk memicu hujan hanya dilaksanakan empat hari, sedangkan pada Jumat dan Sabtu (26-27 Juni) operasi tidak dijalankan mengingat awan tidak memadai, lebih kering dibanding pekan lalu. Penyebabnya, tekanan udara tinggi di Benua Australia semakin dominan.
Sutopo meminta seluruh unsur, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, pelaku usaha, maupun masyarakat, untuk senantiasa mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan, terutama di provinsi-provinsi yang memiliki lahan gambut. Berdasarkan pola titik panas tahun 2006-2014 di Sumatera dan Kalimantan, jumlah titik api akan terus meningkat hingga bulan Oktober. “Puncak titik panas pada September,” ujarnya.
Juli kering
Sementara itu, berdasarkan pantauan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), kondisi kering diperkirakan terus berlangsung setidaknya hingga pertengahan Juli. Kepala Subbidang Analisis dan Informasi Iklim BMKG Ardhasena Sopaheluwakan mengatakan, hampir seluruh wilayah Indonesia berpeluang besar mengalami kekeringan pada dasarian pertama dan kedua (tanggal 1-20) bulan Juli. Itu ditunjukkan oleh peta prediksi curah hujan kurang dari 50 milimeter per dasarian yang dibuat BMKG.
Terkait dengan Riau yang sedang siaga kebakaran lahan dan hutan, pada dasarian pertama Juli, peluang kekeringan mencakup sebagian besar Riau, terutama area selatan, dengan peluang mencapai lebih dari 90 persen atau hampir pasti kering. Peluang kekeringan menurun menjadi sekitar 70 persen pada dasarian kedua Juli, tetapi masih menunjukkan potensi kekeringan yang kuat untuk Riau.
Menurut Ardhasena, dalam periode tersebut, daerah-daerah rawan kebakaran lain juga harus waspada karena peluang kekeringan juga lebih kurang setara dengan yang di Riau. Daerah tersebut antara lain Jambi, Sumatera Selatan, dan Kalimantan bagian selatan.
J GALUH BIMANTARA
Sumber: Kompas Siang | 29 Juni 2015