Berkegiatan di ruang virtual menjadi cara utama berinteraksi di tengah pembatasan sosial karena pandemi Covid-19. Akibatnya, pemakaian jaringan telekomunikasi berlebih sehingga terjadi pelambatan akses.
KOMPAS/PRIYOMBODO–Warga mengakses laman instagram @budayasaya Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang berisi berbagai kegiatan yang siarkan secara daring, Kamis (2/4/2020).
Pembatasan sosial yang disebabkan oleh pandemi Covid-19 membuat kegiatan bekerja, belajar, dan beribadah dari rumah semakin padat. Demikian pula, pemanfaatan internet untuk berkomunikasi jarak jauh kian melonjak. Akibatnya, infrastruktur internet terus berada di bawah tekanan yang signifikan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Berdasarkan data sistem ”Global Internet Pressure” yang dikembangkan oleh KASPR DataHaus dan Monash University pada 9 April 2020, di Malaysia, rata-rata persentase pelambatan akses atau tekanan internet di 11 negara bagian mencapai di atas 16 persen. Sementara di Filiphina, rata-rata persentase tekanan internet di sepuluh provinsi berkisar 0-1,6 persen. Adapun di Indonesia, rata-rata persentase tekanan internet di 34 provinsi per 9 April 2020 berkisar 0-3 persen.
Di data sistem ”Global Internet Pressure” KASPR DataHaus, perusahaan data alternatif berbasis di Melbourne, Australia, bersama Klaus Ackerman, Simon Angus, dan Paul Raschky meneliti besaran tekanan internet di negara-negara yang memiliki setidaknya 100 kasus Covid-19 per 13 Maret 2020. Klaus Ackerman, Simon Angus, dan Paul Raschky adalah ekonom dari Monash University.
Melalui sistem ”Global Internet Pressure”, mereka melakukan pengumpulan dan pemrosesan miliaran aktivitas dalam jaringan serta pengukuran kualitas akses internet di setiap provinsi atau negara bagian di suatu negara secara berkesinambungan setiap harinya.
Pengukuran tekanan internet mengacu pada data yang dikirimkan ke server internet yang kebanyakan berada di luar negara bersangkutan. Dasar sumber data tekanan internet yang dipakai adalah pada 13-14 Februari 2020, lalu dilanjutkan sampai 13 Maret 2020 yang mana sejumlah negara mengonfirmasi ada 100 kasus Covid-19.
Peneliti mencoba mengamati perubahan latensi internet (jeda waktu yang dibutuhkan pengantaran sinyal atau data dari pengirim ke penerima) selama pembatasan sosial berlaku.
Paul Raschky menjelaskan, apabila angka persentase keterlambatan akses atau tekanan internet lebih besar dari nol, maka muncul persoalan latensi dan kecepatan yang memengaruhi aktivitas pengguna. Kendati angka persentase keterlambatan akses atau tekanan internet relatif kecil, misalnya 3 atau 7 persen, tetap saja itu tidak normal. Kemungkinannya pengguna mengalami kemacetan saat mengakses internet.
”Semakin banyak orang beraktivitas daring di rumah berarti semakin besar permintaan nilai konsumsi transfer data yang dihitung dalam bit/detik (bandwidth) ke server,” ujarnya.
Di samping besarnya permintaan bandwidth, kondisi pemerataan dan ketersediaan infrastruktur jaringan telekomunikasi juga turut memengaruhi latensi.
Chief Technology Officer Nokia Deepfield, Craig Labovitz, mengatakan, hasil data pemantauan pada 23-29 Maret 2020 menunjukkan sudah terjadi ”perataan” kurva lalu lintas konsumsi internet (Kompas, Kamis, 9 April 2020). Hal ini bertentangan pada minggu-minggu sebelumnya saat sejumlah negara menerapkan pembatasan sosial sehingga terjadi lonjakan kurva lalu lintas konsumsi internet.
Selama jam kerja, lalu lintas konsumsi data internet terus-menerus tinggi. Kebanyakan, hal tersebut didorong oleh pemanfaatan aplikasi telekonferensi.
Alami peningkatan pemakaian
Berdasarkan riset Nokia, sebagian besar jaringan telekomunikasi di dunia mengalami peningkatan pemakaian 30-50 persen. Peningkatan ini biasanya terjadi pada malam hari selama beberapa minggu terakhir di wilayah-wilayah yang terdampak pandemi Covid-19.
Sebagian besar peningkatan pemakaian jaringan telekomunikasi karena untuk dipakai memutar video, termasuk konten video beraliran langsung berlangganan. Misalnya, Netflix. Lalu lintas konsumsi konten di Netflix naik sekitar 54-75 persen.
Di Amerika Serikat, misalnya, aplikasi konferensi video jarak jauh semakin diminati seiring banyaknya warga bekerja dari rumah. Kenaikan lalu lintas pemakaian mencapai 300 persen. Selama jam kerja, Nokia menemukan latensi internet cenderung naik di beberapa aplikasi yang sensitif.
Sementara itu, di Indonesia, Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) M Ramli Rahim, saat dihubungi pada Kamis (9/3/2020), di Jakarta, mengatakan, keluhan mayoritas guru dan siswa tetap kuota data internet yang boros ketika pembelajaran jarak jauh (PJJ) secara daring, seperti memakai aplikasi konferensi video jarak jauh. Akibatnya, pengeluaran layanan telekomunikasi mereka malah naik.
Dia lantas mencontohkan keluhan salah seorang guru anggota IGI. Hampir tiga minggu PJJ, tingkat partisipasi siswa dalam metode daring secara langsung mulai berkurang. Hal itu disebabkan dua faktor, yaitu biaya beli paket data mahal dan siswa tidak punya gawai. Padahal, guru itu sudah membuatkan jadwal PJJ dalam metode daring secara langsung sebanyak dua mata pelajaran per hari agar mengurangi tingkat pemakaian kuota. Namun, cara itu tidak terlalu membantu siswa.
Oleh MEDIANA
Sumber: Kompas, 9 April 2020