Masyarakat dunia awal pekan ini dikejutkan oleh pengumuman mahapenting, yakni, rampungnya pemetaan gen manusia. Terobosan peradaban yang amat bersejarah oleh James Watson –ilmuwan Amerika Serikat yang memenangkan Hadiah Nobel Kedokteran karena menemukan struktur heliks ganda DNA (deaxyribonucleic acid)– diramalkan bakal mengubah masyarakat sama hebatnya dengan mesin cetak yang ditemukan oleh Gutenberg.
Artinya dengan tersekuensnya seluruh cetak biru genetika manusia, maka akan diperoleh harapan bagi diagnosis dan pengobatan, aneka kecacatan genetik, kanker, dan berbagai penyakit lainnya.
Tak kurang dari Presiden Bill Clinton menyebut peta gen manusia ini sebagai “peta paling menakjubkan yang pernah diciptakan manusia”, dalam sambutannya pada upacara di Gedung Putih, Washington DC, Senin (26/6) lalu. Sementara PM Inggris Tony Blair menyebutnya sebagai ”kemenangan teknologi pertama pada abad ke-21.”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun, tonggak baru dalam ilmu pengetahuan dan teknologi ini pada saat yang sama juga menyembulkan kekhawatiran bakal dimonopolinya informasi mahapenting itu oleh kalangan industri bioteknologi dan farmasi negara maju, yang kalau tidak hati-hati dapat dimanfaatkan menjadi bentuk ”kolonialisme” baru bagi negara-negara miskin dan sedang berkembang.
Peta ”mikrokosmos” manusia ini bisa amat bermanfaat bagi peradaban namun dapat pula disalahgunakan untuk hal-hal yang menabrak etika kemanusiaan, jika tidak ada rambu-rambu yang mengaturnya.
Pengumuman hari Senin lalu itu dilakukan berbarengan di Washington DC, London, Berlin, Paris; Tokyo, dan Beijing, ibu kota enam negara yang bergabung dalam Human Genome Project (HGP). Namun perusahaan Celera Genomics di Maryland, yang tak mau kalah beradu cepat dengan HGP untuk memetakan seluruh gen manusia, pada saat yang sama juga merayakan keberhasilan mereka. Rupanya antara HGP dan Celera telah ada konsensus mengumumkan secara berbarengan hasil jerih payah mereka tahun ini.
HGP sendiri dimulai tepat satu dekade lalu dan merupakan proyek raksasa gabungan berdana 3 milyar dollar AS untuk masa 15 tahun, yang didukung pemerintah keenam negara dan didukung dana dari perusahaan Wellcome. Rupanya perusahaan bioteknologi AS, Celera tak mau kalah. Pasalnya,tahun 1998 , mereka mengumumkan niatnya untuk merampungkan proyek pemetaan gen manusia itu lebih awal daripada HGP karena memanfaatkan teknik Sekuensing DNA yang berbeda, yang mengandalkan kekuatan superkomputasi. HGP membuat peta genom manusia berdasarkan DNA yang diambil dari 24 orang anonim, yang berasal dari herbagai ras dan kelompok etnik, sedang Celera hanya mengambil dari lima orang.
Menurut Dr. Antonius Suwanto, pakar bioteknologi IPB, persaingan HGP dan Celera justru mempercepat dan mengefisienkan kinerja HGP. Selain itu, sisi positif proyek ini adalah berkembangnya komputer menjadi kian canggih.
AHLI genetika dan biologi molekuler kenamaan Kanada Dr David Suzuki, dalam bukunya Genethics (Harvard University Press, 1990) yang ditulisnya bersama Peter Knudtson, tepat pada saat HGP baru dimulai, mengingatkan, jika proyek pemetaan gen ini kelak rampung, hendaknya jangan terburu-buru merayakan kemenangan.
”Risiko terbesar yang mungkin kita hadapi adalah delusi pribadi (self-delusion). Sejarah menunjukkan bahwa dengan penguasaan ilmu pengetahuan secara dramatik –seperti percobaan bom atom pertama di Alamogordo, New Mexico, pendaratan pertama manusia di bulan, dibangunnya pembangkit tenaga nuklir komersial pertama– kita sering prematur, dalam memberi selamat kepada diri kita sendiri untuk penguasaan kita atas alam,” katanya.
Memang, menurut Suzuki dan Knudtson, selain dapat mengatasi aneka penyakit, pemetaan dan pendaftaran semua genom manusia juga akan membantu memperjelas sejarah evolusi umat manusia. Ternyata molekul-molekul DNA simpanse cuma berbeda sekitar 1 persen pada pasangan basa nukleotidanya dibanding manusia. Karena tidak mustahil –jika etika membolehkan seperti halnya kloning manusia– untuk melakukan hibridisasi kromosom manusia dan simpanse. Dari kenyataan itu pula dapat diartikan bahwa genom manusia dapat dipandang sebagai suatu genom primata purba yang ”memanusia”dalam periode jutaan tahun, dengan munculnya suatu minoritas gen-gen ”pengontrol” penting.
SEMUA makhluk hidup ternyata memiliki alfabet basa DNA yang sama, yaitu A (adenine), C (cytosine), G (guanine), dan T(thymine). Dalam struktur heliks gandaa DNA, basa A selalu berpasangan dengan T, sedang C dengan G. Di dalam tubuh manusia diperkirakan terdapat 100 trilyun sel, dan di dalam inti pada setiap sel terdapat 23 pasang kromosom yang disusun oleh 3 milyar huruf alfabet tadi.
Jika semua DNA di dalam tubuh seorang manusia direntang, panjangnya akan lebih dari 600 kali jarak Bumi dan Matahari. Seluruh informasi genetik (genom) setiap manusia, jika dibukukan dengan buku sampul lunak, mencapai ketinggian 61 meter, atau 200 buku direktori telepon yang masing-masing 500 halaman. Manusia, seperti halnya mencit yang tubuhnya jauh lebih kecil, diperkirakan memiliki antara 60.000-100.000 gen. Setiap gen amat spesifik dan tersusun di satu sekuens tertentu dan di kromosom tertentu pula. Dengan proyek pemetaan gen ini maka gen-gen penyebab penyakit atau kelainan genetik dapat diketahui terletak di kromosom mana, sehingga suatu saat nanti dapat dilakukan terapi gen.
APA pun soal keberhasilan ini, tampaknya ucapan Menteri Riset Perancis Roger-Gerard Schwartzenberg patut disimak. Menurut dia, genom adalah warisan dan milik bersama umat manusia. Karena ilmu pengetahuan tidak dapat diambil alih dan dimonopoli oleh segelintir orang, namun harus menjadi milik setiap orang. (Irwan Julianto)
Sumber: Kompas tanpa tanggal tahun 2008