Keberadaan lubang-lubang bekas tambang terus menelan korban jiwa dan menimbulkan bencana. Persoalan itu tak kunjung tuntas karena ada celah dalam regulasi, yakni Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
KOMPAS/SUCIPTO–Lubang tambang batubara di Kecamatan Samboja, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Senin (21/10/2019). Ada pihak yang mengklaim wilayah ini milik ahli waris keturunan Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura.
Permasalahan lubang bekas tambang yang mengakibatkan kematian dan bencana serta hilangnya ruang hidup masyarakat terus terjadi. Hal itu disebabkan ada celah dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Untuk itu, revisi aturan perundang-undangan yang sedang dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat diminta memperbaiki celah dengan memperkuat tanggung jawab pemerintah-perusahaan akan kewajiban reklamasi tambang.
Selain itu, DPR diminta untuk menunda proses pembahasan revisi UU Minerba tersebut, termasuk pembahasan RUU Cipta Kerja atau omnibus law yang di dalamnya menyinggung UU Minerba, hingga pandemi Covid-19 selesai. Itu bertujuan agar partisipasi publik, terutama masyarakat terdampak langsung pertambangan, dalam penyusunan revisi UU Minerba bisa dilakukan.
,
Hal itu mengemuka dalam diskusi dan peluncuran kertas kebijakan reklamasi lubang tambang Indonesia ”Terus Melegitimasi Lubang Kematian”, Senin (27/4/2020), yang disusun Jaringan Advokasi Tambang (Jatam).
Diskusi tersebut menghadirkan Irwandy Arif (Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral), Awang Faroek Ishak (anggota Komisi VII DPR dan mantan Gubernur Kaltim), Sarkowi V Zahry (anggota DPRD Kaltim), Haris Retno (dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda), Pradarma Rupang (dinamisator Jatam Kaltim), dan Muhammad Jamil (penyusun kertas kebijakan dari Jatam).
KOMPAS/JUMARTO YULIANUS–Para pekerja berkubang di lubang tambang untuk mencari intan di areal tambang intan, Pumpung, Kelurahan Sungai Tiung, Kecamatan Cempaka, Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Kamis (6/2/2020). Kegiatan mencari intan masih dilakukan sebagian warga Cempaka dari dulu hingga sekarang.
Menurut catatan Jatam, hingga kini terdapat 143 anak meninggal di seluruh lubang bekas tambang di Indonesia, dan kasus itu di antaranya terjadi di Kalimantan Timur. Lubang-lubang tambang di Indonesia sebanyak 3.098 lubang (data tahun 2018) tersebut berasal dari aktivitas pertambangan yang ditinggalkan pelaku usaha pertambangan baik legal maupun ilegal.
Keberadaan lubang-lubang bekas tambang itu dinilai sebagai bentuk kegagalan pemerintah dalam pengawasan. Keterbatasan anggaran dan jumlah inspektur pengawas pertambangan bukan dalih pembenaran pemerintah memaklumi kerusakan dan korban yang berjatuhan. Pemerintah seharusnya tak mengobral izin atau persetujuan yang tak bisa diikuti dengan pengawasan.
Di sisi lain, M Jamil saat memaparkan kertas kebijakan menyatakan, pada struktur regulasi, tidak ada sanksi bagi perusahaan yang tidak menempatkan dana jaminan reklamasi dan dan dana jaminan pascatambang. Selain itu, dalam prosedur pengesahan rencana kerja anggaran dan biaya (RKAB), izin, dan izin perpanjangan, perusahaan tidak diwajibkan untuk menempatkan dana-dana itu terlebih dahulu.
Celah hukum lain pun ditunjukkan lewat keberadaan reklamasi bisa dilakukan oleh pihak ketiga. Itu menimbulkan masalah interpretasi pada perusahaan pertambangan yang menempatkan dana jaminan reklamasi untuk melepaskan diri dari kewajiban reklamasi. Seolah dana jaminan reklamasi itu yang akan digunakan pemerintah menjalankan reklamasi.
Haris Retno menambahkan, secara prinsip, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 mewajibkan perusahaan menjalankan reklamasi. Namun, ketika UU dan regulasi pelaksanaan dipelajari secara utuh, terdapat peluang atau celah hukum yang mengaburkan kewajiban reklamasi tersebut.
Selain senada dengan temuan dalam kertas kebijakan Jatam terkait kelemahan regulasi reklamasi, Retno menunjukkan sanksi sangat lemah, yakni berupa sanksi administratif bagi perusahaan yang tidak menjalankan reklamasi. Padahal, dampak dari tidak dijalankannya kewajiban reklamasi itu amat besar, yakni kerusakan lingkungan yang berpotensi membawa korban jiwa seperti kejadian kematian anak-anak yang tenggelam di lubang tambang.
Lebih lanjut, lubang tambang dan dampak yang diakibatkannya—pada aktivitas tambang legal—tidak hanya menjadi kewajiban perusahaan. Konsekuensi dari izin usaha pertambangan maupun persetujuan kelayakan adalah kewajiban pengawasan dari pemberi izin, yaitu pemerintah.
KEMENTERIAN ESDM–Data target dan realisasi tambang ini disampaikan Irwandy Arif (Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral) pada 27 April 2020 dalam diskusi virtual yang digelar Jaringan Advokasi Tambang (Jatam).
Ia pun menyatakan tak heran aktivitas pertambangan meninggalkan lubang-lubang tambang yang ditinggalkan begitu saja menjadi kubangan air asam tambang. Setelah mempelajari sejumlah amdal dari perusahaan-perusahaan tambang batubara ataupun emas di Kalimantan Timur, ia mengatakan, pemerintah secara legal menyetujui reklamasi hanya dilakukan 10 persen dari area yang dibuka.
”Dalam dokumen (perusahaan) hanya menjanjikan 10 persen dari bukaan tambangnya. Ini pelegalan (lubang tambang) karena sejak awal didesain tidak mungkin direklamasi,” katanya.
Ia heran rencana perusahaan yang akan meninggalkan permasalahan lubang tambang seperti itu dibiarkan dan dilegalkan pemerintah. Itu dinilai bukan kelalaian pemerintah, tetapi telah masuk unsur kesengajaan dalam merestui praktik tambang yang bakal meninggalkan bekas lubang tambang.
Haris Retno juga mengingatkan akan perkara gugatan warga Samarinda terkait izin tambang yang menurut hakim Pengadilan Negeri Samarinda dan PT Kaltim, pemberi izin terbukti tidak melakukan pengawasan izin pertambangan dengan benar. Bahkan, hakim mengatakan, pemberi izin melakukan perbuatan melawan hukum.
KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO–Lubang-lubang yang ditambang para petambang liar, di Desa Hurung Pukung, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, Sabtu (25/01/2020). Terlihat bangunan sekolah di belakang salah satu lubang tambang liar.
Ia mengakui gugatan ini kemudian ditolak di Mahkamah Agung. Namun, ditekankannya, Mahkamah Agung menolak metode gugatan warga negara (CLS) yang dipakai, bukan terkait substansi putusan peradilan di bawahnya.
Terkait hal itu, negara sebagai pembuat aturan diminta tidak mengabaikan tanggung jawabnya. ”Pengusaha ikut saja kemauan negara. Ketika pengusaha yang tidak melaksanakan kewajibannya dan menyebabkan kematian orang lain, maka pemberi izin yang tidak melakukan pengawasan dengan benar harus bertanggung jawab,” katanya.
Irwandy Arif mengatakan, kepatuhan pada jaminan reklamasi yang menjadi kewenangan Menteri ESDM mencapai 98,6 persen dan 97,6 persen pada jaminan pascatambang. Pada kewenangan gubernur, kepatuhan lebih rendah atau 66,9 persen untuk jaminan reklamasi dan 41,56 untuk jaminan pascatambang.
”Secara regulasi mereka harus patuh, aktualnya bagaimana, tergantung koordinasi dengan pemda dan inspektur tambang. Kalau koordinasinya tidak tercapai baik, besar kemungkinan ketidakpatuhan akan terjadi,” tuturnya.
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI—Zaiwan, warga Desa Namang, Kabupaten Bangka Barat, menunjukan sejumlah tanaman yang hidup di atas lahan bekas tambang, Kamis (9/1/2020). Upaya reklamasi lubang tambang terus dilakukan, tetapi terkadang gagal karena tidak melibatkan masyarakat.
Ia pun mengomentari sejumlah lubang tambang pada tambang yang izinnya dikeluarkan Menteri ESDM. Ia meminta agar hal itu dicek apakah dalam persetujuan/perizinan diperbolehkan dalam bentuk terbuka. ”Kalau diizinkan sesuai rencana penutupan tambang, harus tanyakan apa sesuai rencana tata ruang daerah. Tidak dilihat semata-mata ada lubang. Kalau pemerintah sudah setuju, maka harus sudah sesuai rencana tata ruang daerah,” ungkapnya.
Awang Faroek Ishak menyatakan, terdapat 174 pasal dalam revisi UU Minerba yang harus dicermati. Pihaknya mengundang Jatam untuk hadir dan memberi masukan terkait revisi ini.
Pada tataran praktik, ia meminta Menteri ESDM untuk mengevaluasi kinerja reklamasi perusahaan yang ingin memperpanjang izin. ”Kalau kinerja selama ini tidak baik, jangan diberi kesempatan tambang meskipun pakai nama-nama lain (berganti nama) seperti yang mereka lakukan,” ujarnya.
Muhammad Jamil menyambut baik ajakan Awang Faroek agar Jatam terlibat aktif dalam pembahasan revisi UU Minerba. Itu disebabkan, Jatam belum pernah diajak dalam pembahasan revisi UU Minerba di DPR. Di Kementerian ESDM, menurut dia, disediakan forum berisi organisasi masyarakat sipil dan ahli yang membahas revisi UU ini.
Namun, Jatam meminta agar pembahasan revisi UU Minerba maupun RUU Cipta Kerja ditunda dulu hingga pandemi Covid-19 atau penyakit yang disebabkan virus korona baru mereda. ”Saat ini terdapat keterbatasan ruang gerak fisik. Perhitungkan warga di sekitar tambang untuk bisa memberikan kritik dan masukan, semoga ada rumusan bagi rakyat untuk memiliki hak veto,” ungkapnya.
Oleh ICHWAN SUSANTO
Editor: EVY RACHMAWATI
Sumber: Kompas, 28 April 2020