Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menutup tahun 2017 dengan rangkuman keberhasilan program. Dari penegakan hukum lingkungan, moratorium lahan gambut, sampai berkurangnya titik api yang selama ini menjadi masalah di negeri tetangga.
Penurunan kasus kebakaran hutan dan lahan memang layak dibanggakan, apalagi Perdana Menteri Malaysia Dato’ Sri Mohd Najib secara resmi mengucapkan terima kasih kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo seusai Konsultasi Tahunan Ke-12 Indonesia-Malaysia, akhir November 2017.
Menurut PM Malaysia itu, sudah dua tahun ini tidak ada kiriman kabut asap yang menyesakkan paru-paru rakyatnya. Padahal, sejak kebakaran hutan mulai menjadi masalah pada 1996 gara-gara eksploitasi lahan gambut di Sumatera dan Kalimantan, hampir setiap tahun penduduk Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam ikut merasakan dampaknya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dua tahun ini tidak ada kiriman kabut asap yang menyesakkan paru-paru rakyatnya.
Salah satu unsur keberhasilan mengendalikan kebakaran hutan dan lahan adalah terbitnya peraturan pemerintah mengenai perlindungan gambut atau PP Nomor 57 Tahun 2016. Dalam PP Nomor 57 Tahun 2016 itu ditetapkan moratorium alih fungsi lahan gambut. Setiap orang dilarang membuka lahan usaha baru di lahan gambut sampai zonasi fungsi lindung dan fungsi budidaya ditetapkan kembali. Kalau masih ada areal yang terbakar, lahan konsesi korporasi itu diambil alih pemerintah.
KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAH–Kebakaran hutan dan lahan dengan luas diperkirakan lebih 10 hektar di kawasan Muara Belida, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, Senin (11/9/2017). Satgas Karhutla Sumsel berupaya memadamkan kebakaran itu menggunakan helikopter MI-17.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga menggarisbawahi meluasnya akses rakyat untuk mengelola kawasan hutan secara legal melalui program Perhutanan Sosial. Hingga 18 Desember 2017, akses lahan yang sudah direalisasikan 1,33 juta hektar dari target 4,38 juta hektar hingga 2019. Presiden Jokowi memang mengalokasikan 12,7 juta hektar kawasan hutan untuk masyarakat—10 persen dari luas hutan Indonesia—melalui program Perhutanan Sosial.
Dalam situs resminya, KLHK juga mengungkap keberhasilan meningkatkan angka kelahiran satwa yang dilindungi. Di antaranya kelahiran 6 gajah sumatera, 4 badak jawa, 2 orangutan, 20 komodo, 9 harimau sumatera, 2 banteng jawa, 2 anoa, dan 1 elang jawa.
Membuat perusahaan taat
Sayang, dalam paparan keberhasilan itu belum tercantum Proper, akronim dari Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan. Proper adalah instrumen kebijakan lingkungan untuk mendorong perusahaan agar taat aturan, sekaligus melaksanakan bisnis secara beretika dan bertanggung jawab. Meski belum semua perusahaan ikut serta, partisipasi perusahaan dalam Proper terus bertambah dan ketaatannya meningkat.
Cikal bakal Proper adalah Program Kali Bersih (Prokasih) tahun 1995-1997 yang telah meningkatkan ketaatan perusahaan hingga 9,4 persen dari 213 perusahaan. Tahun 2017, jumlah yang ikut serta berlipat menjadi 1.819 perusahaan dengan tingkat ketaatan 92 persen. Kalau semula hanya mengawasi pencemaran air, dalam perjalanannya kriteria penilaian Proper semakin banyak seiring kelengkapan modalitas peraturan. Ada pencemaran air, udara, dan bahan beracun berbahaya (B3).
Selanjutnya, Proper mengadopsi konsep inovasi blue ocean strategy (We Chan Kim dan Renee Mauborgne, 2005). Kalau tahun 2015 tercatat 150 inovasi, selanjutnya ada 260 inovasi (2016) dan 401 inovasi (2017), naik 54 persen. Inovasi mendorong efisiensi biaya, penggunaan air, energi, yang pada akhirnya mereduksi limbah secara signifikan. Total penghematan pada tahun 2017 mencapai Rp 53.076.831.869.933.
Di luar hitung-hitungan itu, sebenarnya perusahaan peserta Proper berkontribusi pada berbagai keberhasilan yang dipaparkan KLHK. Berkurangnya kebakaran hutan dan lahan—menurut pantauan satelit NOAA18, jumlah titik api turun dari 21.929 pada 2015 menjadi 2.581 pada 2017—misalnya, tak lepas dari upaya perusahaan di lapangan.
Dalam verifikasi program pemberdayaan masyarakat peserta Proper, setiap perusahaan di lahan gambut punya program pengelolaan lahan gambut sekaligus kelompok Masyarakat Peduli Api (MPA). Memang ada peran PP Nomor 57 di atas, yang juga merevitalisasi pelaksanaan peraturan menteri sebelumnya, termasuk membentuk masyarakat peduli api.
Dalam hal meluasnya akses rakyat untuk mengelola kawasan hutan, banyak perusahaan membantu rakyat mengembangkan perkebunan kopi, mengolah, mengemas, dan memasarkannya. Termasuk di antaranya Star Energy Wayang Windu, industri panas bumi di kawasan Bandung Selatan.
Ihwal pelestarian satwa langka, hampir semua perusahaan peserta Proper yang beroperasi dekat hutan punya programnya. PT Pertamina Geothermal Energy area Kamojang, Jawa Barat, punya program pelepasliaran elang yang dikelola dengan profesional. Demikian pula halnya Antam Pongkor, perusahaan tambang emas di Kabupaten Bogor, yang mengembalikan jalak putih ke Taman Nasional Halimun-Salak, Jawa Barat.
Ke depan, dengan berkembangnya Proper, perusahaan bisa menjadi partner KLHK untuk menjaga lingkungan.–AGNES ARISTIARINI
Sumber: Kompas, 10 Januari 2018