”Human use, population and technology have reached that certain stage where Mother Earth no longer accepts our presence with silence”— Dalai Lama.
(”Pemanfaatan oleh manusia, populasi, dan teknologi telah mencapai tingkatan di mana Ibu Bumi tak lagi bisa menerima kehadiran kita dengan diam.”)
Kemarin, 11 Agustus, adalah Hari Populasi Dunia yang ditetapkan pada 1989 terdorong oleh Hari Lima Miliar-menandai lahirnya manusia ke-lima miliar-di tahun 1989. Melalui Resolusi 45/216 pada Desember 1990, Majelis Umum PBB memutuskan meneruskan peringatan Hari Populasi Dunia untuk meningkatkan kesadaran akan isu populasi, termasuk kaitannya dengan lingkungan dan pembangunan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tak bisa dimungkiri, masalah populasi adalah menjadi hal amat penting karena merupakan hulu persoalan daya dukung bumi bagi kehidupan. Kontak manusia dengan bumi, cara berelasi manusia dengan bumi, menjadi kunci keberlanjutan bumi, kondisi bumi mampu mendukung kehidupan.
Kita adalah Homo sapiens, manusia modern, manusia bijaksana, yang baru muncul sekitar 200.000 tahun lalu di Afrika Timur. Nenek moyang kita dan saudara kita Homo erectus mulai menggunakan api untuk kebutuhan sehari-hari. Manusia modern mulai mampu mendapatkan energi dari kayu.
Sebagai manusia modern, dengan ukuran otak lebih besar daripada spesies homo lain, pertumbuhan peradaban berlangsung pesat. Sejalan dengan kemajuan berpikir manusia modern, ilmu pengetahuan dan teknologi pun kian berkembang. Ilmu pengetahuan adalah kekuasaan. Kecerdasan manusia terus terasah dan diasah untuk kian mampu memudahkan hidup manusia.
Manusia dengan kecerdasannya selanjutnya menemukan sumber-sumber energi lain. Pada mulanya manusia memakai kayu untuk menempa besi untuk membuat berbagai peralatan, menghangatkan rumah, dan memasak. Untuk penggerak kendaraan, digunakan angin untuk mendorong kapal dan memakai aliran air untuk memutar kincir angin yang dipakai sebagai kekuatan memutar alat penggiling gandum. Energi didapatkan dari berbagai sumber: kayu, angin, dan air.
Penemuan batubara sebagai bahan bakar pada abad ke-18 di Inggris melahirkan revolusi industri. Tahun 1825, pertama kalinya sebuah kereta ditarik lokomotif yang digerakkan bahan bakar batubara. Revolusi industri jadi titik awal membanjirnya barang industri dan berlipatnya konsumsi bahan baku berasal dari alam. Lebih tepatnya, sebagian besar berasal dari hutan.
Bermula dari ide-ide para pemikir yang meneguhkan posisi manusia modern sebagai manusia terpelajar, manusia modern menempatkan dirinya sebagai ”tukang” bagi dunia. Pemahaman itu berakar dari pemikiran Isaac Newton yang memandang dunia sebagai mesin. Sebuah pandangan dengan pendekatan mekanistik. Pandangan yang kita warisi hingga kini.
Alam jadi sumber untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia, seakan menafikan fakta bahwa sumber daya alam yang terkandung di bumi bersifat terbatas. Sementara kebutuhan dan keinginan manusia tak terbatas tanpa kita meletakkannya.
Kebutuhan pangan, air, dan energi bagi sekitar 7,5 miliar saat ini dilakukan dengan pendekatan rekayasa dan cara pandang mekanistik terhadap alam. Sumber energi sebagian besar berbasis batubara. Jika berbasis energi air, dibangun dam raksasa dengan menghancurkan lahan hutan di sekitarnya. Kebutuhan pangan diatasi secara rekayasa dengan membangun lahan sebagai sumber industri pangan. Hutan juga jadi korban untuk memperluas lahan untuk pertanian dan perkebunan.
Manusia tak lagi ingat bahwa hutan adalah sumber kehidupan: di sana air berasal, di sana oksigen berasal, di sana terjadi siklus kehidupan yang paripurna. Sebutan Homo sapiens tak tepat lagi kita sandang karena kita, manusia, telah lupa bagaimana menjadi bijaksana….–BRIGITTA ISWORO LAKSMI
—————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 12 Juli 2017, di halaman 14 dengan judul “Homo ”Sapiens””.