Kepak sayap kupu-kupu di belantara Brazil menghasilkan tornado di Texas
Edward Norton Lorenz (1917-2008),Ahli Matematika dan Meteorologi
Hari-hari ini, ketika kemarau terasa menyengat dan berkepanjangan, El Nino ditunjuk sebagai biang keladinya. Inilah gejala alam paling banyak dibahas karena dampaknya memang mencemaskan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
El Nino adalah suatu penyimpangan suhu laut berkala, yang ditandai dengan menghangatnya air Samudra Pasifik di kawasan lepas pantai Amerika Latin. Gejala itu umumnya berlangsung menjelang Natal sehingga masyarakat Peru, Ekuador, dan Bolivia menamainya El Nino, berarti anak laki-laki kecil karena mengingatkan pada kelahiran Kristus.
Seperti kepak sayap kupu di belantara Brasil, gejala berkala lokal itu berdampak global, termasuk Indonesia yang mengalami musim kemarau lebih kering dan lebih panjang apabila El Nino berlangsung. Interaksi samudra, atmosfer, dan daratan menciptakan kompleksitas yang menghasilkan angin, hujan, badai, dan akhirnya menentukan cuaca, iklim, dan musim di Bumi.
Di kawasan khatulistiwa, ada angin pasat yang mengalir dari timur ke barat sehingga juga mendorong air laut dari timur ke barat. Peristiwa pemindahan massa air laut itu umumnya berawal di wilayah pantai Amerika Latin, seperti Peru, Ekuador, dan Bolivia, menuju wilayah Indonesia dan Filipina.
Di Indonesia yang disinari Matahari sepanjang tahun, air laut terpanasi. Tak heran jika Indonesia punya kumpulan air panas (warm water pool) terbesar di dunia (Earth Observatory, NASA). Terjadilah arus udara konveksi dengan penguapan intensif, membentuk banyak awan hujan sehingga kawasan Nusantara banyak menerima curah hujan. Itu apabila situasinya normal.
Adakalanya interaksi berbagai faktor melemahkan angin pasat, berganti angin lain yang berlawanan arah. Akibatnya, kumpulan air panas di sekitar Indonesia berbalik ke Samudra Pasifik. Apabila anginnya kuat, arus panas ini sampai Peru dan sekitarnya. Inilah yang menghasilkan fenomena El Nino.
Kehadiran El Nino berdampak pada penurunan produksi ikan karena menggagalkan proses upwelling, yaitu naiknya lapisan air laut yang dingin dan kaya makanan untuk ikan, menggantikan air laut di permukaan yang dipindahkan angin ke arah barat. Bahkan, arus balik dari khatulistiwa tak jarang membawa massa yang amat besar, membanjiri pesisir barat kawasan Amerika Latin (Earth Guide, UCSD).
Sebaliknya, di belahan dunia lain, seperti Filipina, Indonesia, Australia, Amerika Serikat, dan Kanada, terjadi kekeringan. Dampak El Nino 1982/1983 di AS dan Kanada menyusutkan produksi pangan dan memengaruhi ketersediaan pangan dunia.
Di Indonesia, musim kering yang berkepanjangan memicu kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan, mengeringkan waduk-waduk irigasi di Jawa, dan menurunkan produksi pertanian di berbagai wilayah.
Mengutip Climate Prediction Center AS, Supari sebagai analis di Kedeputian Klimatologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dalam situs resmi BMKG menyebutkan, sejak 1950 telah terjadi setidaknya 22 kali fenomena El Nino. Enam di antaranya berlangsung dengan intensitas kuat, yaitu 1957/1958, 1965/1966, 1972/1973, 1982/1983, 1987/1988.
Untuk tahun 2015, BMKG memprakirakan kondisi El Nino normal sampai sedang hingga Agustus ini. Indikasinya, Indeks Dipole Mode normal dan anomali suhu muka laut di Indonesia normal sampai hangat. Menurut para ahli , ada empat faktor yang bisa menjadi indikator kehadiran El Nino, yaitu arus angin di Samudra Pasifik, perubahan arus laut, Indeks Osilasi Selatan, dan pola sirkulasi udara Walker.
Namun, kemampuan memprakirakan El Nino perlu dibarengi dengan berbagai kebijakan untuk mengantisipasi dampak El Nino agar tidak terlalu parah. Petani tentu saja harus diprioritaskan.–AGNES ARISTIARINI
————————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 19 Agustus 2015, di halaman 14 dengan judul “El Nino”.