Cara Uji Klinis yang Baik

- Editor

Rabu, 26 Agustus 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pelaku uji klinis harus berpegang pada standar internasional. BPOM diminta bekerja secara independen dan kritis menilai keamanan, kredibilitas, dan validitas pengujian, apalagi ketika ada klaim obat Covid-19 pertama.

Badan Penelitian Obat dan Makanan atau BPOM mendapat desakan untuk memberikan izin edar dan produksi untuk kombinasi baru pengobatan Covid-19 dari uji klinis yang dilakukan peneliti Universitas Airlangga, TNI AD, dan Badan Intelijen Negara.

Rektor Unair di salah satu media pada 17 Agustus lalu menuliskan, respons lambat dan cenderung menghalang-halangi dari pihak yang berwenang dengan alasan etis, birokrasi, dan administrasi, adalah bukti adanya konspirasi Covid-19.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sebagai respons, BPOM (Kompas TV, 19/8/2020) menyatakan, peneliti tidak menindaklanjuti temuan inspeksi (28 Juli), tentang ketidakpatuhan dalam randomisasi, komposisi subyek uji berdasarkan derajat keparahan tak menggambarkan tujuan pengujian, dan tak ditemukan adanya efek signifikan dari obat uji pada obat standar.

Pada hari yang sama, Kepala Staf TNI AD dan Wakapolri mengantarkan laporan hasil dan minta BPOM menilai kelayakan izin edar dan produksi. BPOM minta waktu 20 hari untuk mempelajari dokumen itu. Tulisan ini bertujuan menjelaskan praktik uji klinis yang baik yang lazim dilakukan.

Cara uji klinis yang baik
Uji klinis menilai khasiat dan keamanan produk uji di mana manusia jadi subyek pengujiannya. Uji klinis diikat standar internasional, yaitu Good Clinical Practice (GCP) atau Cara Uji Klinis yang Baik (CUKB)— yang diterbitkan International Council for Harmonization of Technical Requirements for Pharmaceuticals for Human Use/ICH (www.ich.org).

Sejak 1990, ICH mengharmonisasi aturan keamanan, penilaian khasiat dan kualitas dengan menerbitkan standar, di antaranya standar uji klinis yang baik, teknik statistika, dan pelaporan. Di Indonesia, seluruh uji klinis yang menggunakan obat, obat herbal, suplemen kesehatan, pangan olahan, dan kosmetik harus merujuk pada Pedoman CUKB BPOM. Pedoman ini mengacu pada standar internasional dan masukan dari komisi etik, akademisi, peneliti, industri farmasi, sponsor, laboratorium, dan organisasi riset kontrak.

Dalam melakukan uji klinis, peneliti terikat kepada protokol sebagai dokumen resmi rencana penelitian. Dokumen itu memuat pertimbangan ilmiah kenapa pengujian dilakukan, tujuan, parameter yang diukur (endpoint), desain, jumlah subyek, perekrutan, randomisasi, pengumpulan data, pengawasan, analisis, keamanan subyek, dan penjadwalan.

Tujuan pengujian juga disebutkan, misalnya apakah uji akan membuktikan obat A lebih superior dari obat B (superiority), apakah obat A ekuivalen dengan obat B (equivalency), atau apakah obat A baru tidak inferior dibandingkan produk B (non-inferiority). Tujuan pengujian berpengaruh pada jumlah sampel dan teknik analisis.

Protokol mengatur randomisasi (randomization), yaitu cara mengalokasikan obat secara acak kepada subyek. Umumnya, statistikawan membuat kode dengan teknik randomisasi blok. Sebagai contoh, suatu uji klinis dengan 16 subyek akan menguji obat A dan B dengan kode randomisasi BAAB, BBAA, ABAB, BBAA.

Artinya, subyek yang dirandom pertama mendapatkan obat B, subyek kedua obat A, subyek ketiga A, keempat B, dan seterusnya. Akhirnya, akan diperoleh komposisi seimbang (masing-masing delapan orang). Peneliti tidak boleh mengetahui kode randomisasi ini.

Statistikawan menyerahkan kode randomisasi kepada tenaga farmasi untuk menyiapkan kemasan obat sesuai kode itu. Protokol juga mengatur cara menyamarkan label obat uji (blinding) supaya peneliti tak bisa seenaknya memilihkan obat tertentu untuk subyek tertentu. Peneliti dan subyek bisa sama-sama tak tahu obat yang diterima oleh subyek (penyamaran berganda/double blind). Hanya tenaga farmasi yang ditugaskan yang mengetahui obat yang diterima subyek.

Peneliti dapat memulai uji klinis setelah mendapatkan izin tertulis komite etik. Komite etik yang terdiri dari anggota medis dan nonmedis bertanggung jawab memastikan perlindungan keamanan dan kesejahteraan subyek penelitian, menilai kelayakan peneliti dan metodologi yang akan dijalankan. Dalam merekrut subyek, peneliti harus menjelaskan tujuan, prosedur, manfaat, dan risiko kepada kandidat subyek. Keikutsertaan harus sukarela dan dibuktikan dengan menandatangani surat persetujuan setelah penjelasan (PSP).

Khusus untuk subyek rentan (vulnerable subject), seperti tahanan atau anggota TNI, yang partisipasinya mungkin dipengaruhi adanya hierarki, maka CUKB meminta peneliti untuk memberikan hak individu untuk menolak tanpa perlu menjelaskan alasan penolakan dan tanpa sanksi. Setelah kandidat setuju dan diperiksa pemenuhan kriterianya, individu masuk ke tahap randomisasi untuk pemberian produk uji dan mulai dilakukan pengawasan.

Pengawasan kepatuhan
CUKB menuntut kepatuhan peneliti terhadap protokol. Peneliti tak boleh melanggar, menyimpang, atau mengubah dokumen protokol tanpa persetujuan komite etik. Ketidakpatuhan dapat dibedakan atas pelanggaran protokol (protocol violation) dan penyimpangan protokol (protocol deviation).

Pelanggaran protokol adalah ketidakpatuhan serius yang mengakibatkan turunnya kualitas data, validitas, dan perlindungan subyek uji. Contohnya, memaksa menandatangani PSP, masuknya individu yang tak memenuhi kriteria, mengabaikan randomisasi, menambah jumlah sampel tanpa izin komite etik, menukar obat, atau mengabaikan efek samping serius. Konsekuensinya, dihentikannya atau diulangnya uji, dikeluarkannya subyek dari uji atau analisis.

Adapun penyimpangan adalah ketidakpatuhan yang tak terlalu berdampak pada kualitas data, validitas dan perlindungan subyek. Misalnya, subyek bepergian melewatkan jadwal pengambilan sampel.

Cara mengetahui kepatuhan dilakukan melalui inspeksi dan audit. Regulator melakukan inspeksi dengan memeriksa semua sumber terkait uji klinis. Sementara audit dilakukan oleh sponsor pengujian, biasanya industri pemilik produk uji, melalui auditor. Hasil inspeksi dan audit diterima peneliti untuk segera ditindaklanjuti.

Evaluasi khasiat produk uji
Beragam teknik ditemukan dalam jurnal ilmiah terkait uji klinis. Organisasi Kesehatan Dunia dalam Assessing Medicine Efficacy (2008) menjelaskan pilihan teknik uji dan metrik yang sesuai. Bert Spilker dalam Guide to Clinical Trials (1993) mengingatkan potensi kesalahan, meliputi tujuan perbandingan, menghitung sampel, memilih teknik pengujian, randomisasi, analisis, deskripsi, interpretasi, dan visualisasi.

Contohnya, peneliti harus menggunakan selang kepercayaan dua-arah (two-sided confidence intervals) sebagai patokan menetapkan batas signifikansi dalam konteks uji ekuivalensi, atau selang kepercayaan satu-arah (one-sided confidence intervals) untuk uji superiority dan non-inferiority

Publikasi ilmiah merupakan tanggung jawab peneliti terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Komunitas ilmiah mendapat kesempatan untuk menilai kembali validitas, kredibilitas, dan akurasi pengujian sebelum diadopsi dalam kebijakan pengobatan.

Jurnal ilmiah internasional sering mewajibkan peneliti mendaftarkan ringkasan protokol uji klinis ke situs ClinicalTrials.gov sebagai basis data uji klinis internasional. Jurnal ilmiah Indonesia jarang mensyaratkan peneliti mendaftar ke situs Indonesia Registry Clinical Research yang dikelola Badan Litbangkes.

Keselamatan bangsa
Pelaku uji klinis harus berpegang pada standar internasional. BPOM diminta bekerja secara independen dan kritis menilai keamanan, kredibilitas, dan validitas pengujian, apalagi ketika ada keinginan mengklaim kombinasi obat Covid-19 menjadi obat Covid-19 pertama di dunia. Mendesak BPOM di saat ada pelanggaran protokol tidaklah sesuai dengan CUKB. BPOM sedang menjaga martabat negara di mata internasional, termasuk melindungi dan memberikan rasa aman kepada semua warga.

Iqbal Elyazar, Collaborator Scientist Lapor COVID-19, Indonesian Young Scientist Forum.

Sumber: Kompas, 26 Agustus 2020

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Menghapus Joki Scopus
Kubah Masjid dari Ferosemen
Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu
Misteri “Java Man”
Empat Tahap Transformasi
Carlo Rubbia, Raja Pemecah Atom
Gelar Sarjana
Gelombang Radio
Berita ini 31 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 20 Agustus 2023 - 09:08 WIB

Menghapus Joki Scopus

Senin, 15 Mei 2023 - 11:28 WIB

Kubah Masjid dari Ferosemen

Jumat, 2 Desember 2022 - 15:13 WIB

Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu

Jumat, 2 Desember 2022 - 14:59 WIB

Misteri “Java Man”

Kamis, 19 Mei 2022 - 23:15 WIB

Empat Tahap Transformasi

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB