Seiring dengan tekanan pencairan es akibat krisis iklim, ketersediaan air bersih yang hanya 2,5 persen dari total air di bumi akan terus menurun. Kini, ada temuan menarik tentang pengolahan air laut menjadi air tawar.
Di tengah krisis lingkungan dan defisit air minum, kabar baik datang dari Korea Selatan. Korea Institute of Civil Engineering and Building Technology menemukan cara untuk mengolah air laut menjadi air tawar layak minum hanya dalam hitungan menit.
Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 785 juta orang di seluruh dunia kekurangan sumber air bersih layak minum. Seiring dengan tekanan pencairan es akibat krisis iklim, ketersediaan air bersih yang hanya 2,5 persen dari total air di bumi akan terus menurun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Salah satu cara untuk menyediakan air minum yang bersih adalah dengan desalinasi air laut, tetapi sejauh ini prosesnya masih mahal dan butuh waktu lama. Dengan alasan ini, Korea Institute of Civil Engineering and Building Technology (KICT) melakukan riset dan rekayasa untuk mengubah air laut menjadi air siap minum.
Hasil kajian mereka yang dipublikasikan dalam Journal of Membrane Science dan dirilis Selasa (29/6/2021) menunjukkan keberhasilan pengembangan membran nanofiber electrospun yang stabil untuk mengubah air laut menjadi air minum melalui proses distilasi membran. Dengan metode ini, mereka bisa mengubah air laut menjadi air tawar siap minum dalam hitungan detik.
Selama ini, pembasahan membran menjadi masalah yang paling menantang dalam distilasi air laut menggunakan metode ini. Jika membran menunjukkan pembasahan selama operasi distilasi membran, harus diganti. Membran yang terbasahi sepenuhnya menyebabkan kinerja distilasi tidak efisien.
Sebuah tim peneliti di KICT, yang dipimpin oleh ahli teknik sipil Yunchul Woo, telah mengembangkan membran co-axial electrospun nanofiber yang dibuat dengan teknologi nano alternatif, yaitu electrospinning. Teknologi desalinasi baru ini menunjukkan potensi untuk membantu mengatasi kekurangan air tawar dunia.
Teknologi yang dikembangkan dapat mencegah masalah pembasahan dan juga meningkatkan stabilitas jangka panjang dalam proses distilasi membran. Struktur hierarki tiga dimensi harus dibentuk oleh serat nano di membran untuk kekasaran permukaan yang lebih tinggi dan karena itu menjadi lebih baik.
Teknik electrospinning co-aksial adalah salah satu pilihan yang paling disukai dan sederhana untuk membuat membran dengan struktur hierarki tiga dimensi. Woo menggunakan poli (vinilidena fluorida-co-hexafluoropropylene) sebagai inti dan aerogel silika yang dicampur dengan polimer konsentrasi rendah sebagai selubung untuk menghasilkan membran komposit koaksial dan mendapatkan permukaan membran superhidrofobik.
Faktanya, aerogel silika menunjukkan konduktivitas termal yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan polimer konvensional yang menyebabkan peningkatan fluks uap air selama proses distilasi membran karena pengurangan kehilangan panas konduktif.
Sebagian besar penelitian menggunakan membran nanofiber electrospun dalam aplikasi distilasi membran beroperasi kurang dari 50 jam meski mereka menunjukkan kinerja fluks uap air yang tinggi. Sebaliknya, Woo dan tim menerapkan proses distilasi membran menggunakan membran nanofiber elektrospun koaksial fabrikasi selama 30 hari, yaitu satu bulan.
Membran nanofiber electrospun co-aksial melakukan penyaringan garam 99,99 persen selama satu bulan. Berdasarkan hasil, membran beroperasi dengan baik tanpa masalah pembasahan dan pengotoran karena sudut geser yang rendah dan sifat konduktivitas termal.
—Gambar: Skema mesin electrospinning koaksial untuk menyuling air laut menjadi air minum. Sumber: Journal of Membrane Science
Polarisasi suhu adalah salah satu kelemahan signifikan dalam distilasi membran. Hal ini dapat menurunkan kinerja fluks uap air selama operasi distilasi membran karena kehilangan panas konduktif. Membran ini cocok untuk aplikasi distilasi membran jangka panjang karena memiliki beberapa karakteristik penting, seperti sudut geser rendah, konduktivitas termal rendah, menghindari polarisasi suhu, serta mengurangi masalah pembasahan dan pengotoran sambil mempertahankan kinerja fluks uap air superjenuh yang tinggi.
Tim peneliti mencatat bahwa lebih penting untuk memiliki proses yang stabil daripada kinerja fluks uap air yang tinggi dalam proses distilasi membran yang tersedia secara komersial. Woo mengatakan bahwa membran nanofiber electrospun co-aksial memiliki potensi kuat untuk pengolahan larutan air laut tanpa mengalami masalah pembasahan dan mungkin merupakan membran yang sesuai untuk aplikasi distilasi membran skala pilot dan skala nyata.
Sejauh ini, pabrik desalinasi air laut terbesar di dunia dimiliki oleh pabrik Sorek Israel di dekat Tel Aviv. Seperti dilaporkan BBC, pabrik ini menghasilkan 624 juta liter air minum setiap hari. Berikutnya, di Arab Saudi ada pabrik Ras al-Khair yang menyuplai 1 juta liter air per hari ke Riyadh.
Oleh AHMAD ARIF
Editor: ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN
Sumber: Kompas, 29 Juni 2021
Cara Baru Menjadikan Air Laut Dapat Diminum dalam Hitungan Menit
Seiring dengan tekanan pencairan es akibat krisis iklim, ketersediaan air bersih yang hanya 2,5 persen dari total air di bumi akan terus menurun. Kini, ada temuan menarik tentang pengolahan air laut menjadi air tawar.
KOMPAS/AGUS SUSANTO—Siluet pasukan TNI AL menurunkan galon air minum untuk kebutuhan pasien Covid-19 tanpa gejala yang menjalani isolasi mandiri di menara tiga Rumah Susun Nagrak, Cilincing, Jakarta Utara, Jumat (25/6/2021). Hingga Jumat (25/6/2021), sebanyak 391 pasien menjalani isolasi mandiri di menara tiga Rusun Nagrak yang dibuka sejak Senin (21/6/2021).
Di tengah krisis lingkungan dan defisit air minum, kabar baik datang dari Korea Selatan. Korea Institute of Civil Engineering and Building Technology menemukan cara untuk mengolah air laut menjadi air tawar layak minum hanya dalam hitungan menit.
Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 785 juta orang di seluruh dunia kekurangan sumber air bersih layak minum. Seiring dengan tekanan pencairan es akibat krisis iklim, ketersediaan air bersih yang hanya 2,5 persen dari total air di bumi akan terus menurun.
Salah satu cara untuk menyediakan air minum yang bersih adalah dengan desalinasi air laut, tetapi sejauh ini prosesnya masih mahal dan butuh waktu lama. Dengan alasan ini, Korea Institute of Civil Engineering and Building Technology (KICT) melakukan riset dan rekayasa untuk mengubah air laut menjadi air siap minum.
Hasil kajian mereka yang dipublikasikan dalam Journal of Membrane Science dan dirilis Selasa (29/6/2021) menunjukkan keberhasilan pengembangan membran nanofiber electrospun yang stabil untuk mengubah air laut menjadi air minum melalui proses distilasi membran. Dengan metode ini, mereka bisa mengubah air laut menjadi air tawar siap minum dalam hitungan detik.
Selama ini, pembasahan membran menjadi masalah yang paling menantang dalam distilasi air laut menggunakan metode ini. Jika membran menunjukkan pembasahan selama operasi distilasi membran, harus diganti. Membran yang terbasahi sepenuhnya menyebabkan kinerja distilasi tidak efisien.
Sebuah tim peneliti di KICT, yang dipimpin oleh ahli teknik sipil Yunchul Woo, telah mengembangkan membran co-axial electrospun nanofiber yang dibuat dengan teknologi nano alternatif, yaitu electrospinning. Teknologi desalinasi baru ini menunjukkan potensi untuk membantu mengatasi kekurangan air tawar dunia.
Teknologi yang dikembangkan dapat mencegah masalah pembasahan dan juga meningkatkan stabilitas jangka panjang dalam proses distilasi membran. Struktur hierarki tiga dimensi harus dibentuk oleh serat nano di membran untuk kekasaran permukaan yang lebih tinggi dan karena itu menjadi lebih baik.
Teknik electrospinning co-aksial adalah salah satu pilihan yang paling disukai dan sederhana untuk membuat membran dengan struktur hierarki tiga dimensi. Woo menggunakan poli (vinilidena fluorida-co-hexafluoropropylene) sebagai inti dan aerogel silika yang dicampur dengan polimer konsentrasi rendah sebagai selubung untuk menghasilkan membran komposit koaksial dan mendapatkan permukaan membran superhidrofobik.
Faktanya, aerogel silika menunjukkan konduktivitas termal yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan polimer konvensional yang menyebabkan peningkatan fluks uap air selama proses distilasi membran karena pengurangan kehilangan panas konduktif.
Sebagian besar penelitian menggunakan membran nanofiber electrospun dalam aplikasi distilasi membran beroperasi kurang dari 50 jam meski mereka menunjukkan kinerja fluks uap air yang tinggi. Sebaliknya, Woo dan tim menerapkan proses distilasi membran menggunakan membran nanofiber elektrospun koaksial fabrikasi selama 30 hari, yaitu satu bulan.
Membran nanofiber electrospun co-aksial melakukan penyaringan garam 99,99 persen selama satu bulan. Berdasarkan hasil, membran beroperasi dengan baik tanpa masalah pembasahan dan pengotoran karena sudut geser yang rendah dan sifat konduktivitas termal.
—Gambar: Skema mesin electrospinning koaksial untuk menyuling air laut menjadi air minum. Sumber: Journal of Membrane Science
Polarisasi suhu adalah salah satu kelemahan signifikan dalam distilasi membran. Hal ini dapat menurunkan kinerja fluks uap air selama operasi distilasi membran karena kehilangan panas konduktif. Membran ini cocok untuk aplikasi distilasi membran jangka panjang karena memiliki beberapa karakteristik penting, seperti sudut geser rendah, konduktivitas termal rendah, menghindari polarisasi suhu, serta mengurangi masalah pembasahan dan pengotoran sambil mempertahankan kinerja fluks uap air superjenuh yang tinggi.
Tim peneliti mencatat bahwa lebih penting untuk memiliki proses yang stabil daripada kinerja fluks uap air yang tinggi dalam proses distilasi membran yang tersedia secara komersial. Woo mengatakan bahwa membran nanofiber electrospun co-aksial memiliki potensi kuat untuk pengolahan larutan air laut tanpa mengalami masalah pembasahan dan mungkin merupakan membran yang sesuai untuk aplikasi distilasi membran skala pilot dan skala nyata.
Sejauh ini, pabrik desalinasi air laut terbesar di dunia dimiliki oleh pabrik Sorek Israel di dekat Tel Aviv. Seperti dilaporkan BBC, pabrik ini menghasilkan 624 juta liter air minum setiap hari. Berikutnya, di Arab Saudi ada pabrik Ras al-Khair yang menyuplai 1 juta liter air per hari ke Riyadh.
Oleh AHMAD ARIF
Editor: ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN
Sumber: Kompas, 29 Juni 2021