Bumi Memanas, Hewan dan Tumbuhan Endemik Terancam Punah

- Editor

Kamis, 11 April 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Spesies hewan dan tumbuhan endemik di kawasan dengan keanekaragaman hayati tinggi di dunia terancam punah jika suhu Bumi memanas hingga 3 derajat celsius.

Hasil penelitian terbaru menunjukkan spesies hewan dan tumbuhan endemik di kawasan dengan keanekaragaman hayati tinggi di dunia terancam punah akibat perubahan iklim. Kepunahan dapat dicegah jika negara-negara di dunia berkomitmen untuk mengurangi emisi sesuai dengan Perjanjian Paris 2015.

Ancaman kepunahan satwa dan tumbuhan serta kehancuran kawasan akibat perubahan iklim terangkum dalam hasil penelitian bertajuk ”Endemism Increases Species’ Risk to Climate Change in Areas of Global Biodiversity Importance”. Penelitian itu terbit di jurnal Biological Conservation pada Jumat, 9 April 2021.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dalam penelitian tersebut, para peneliti menganalisis hampir 300 lokasi penting (hotspot) keanekaragaman hayati yang merupakan tempat dengan jumlah spesies hewan dan tumbuhan sangat tinggi di darat maupun laut. Kawasan tersebut juga berisi spesies endemik unik yang berada di satu lokasi geografis seperti satu pulau atau satu negara.

Dari hasil analisis, peneliti menemukan bahwa sepertiga spesies endemik yang hidup di darat akan menghadapi kepunahan jika Bumi memanas lebih dari 3 derajat celsius. Bahkan, kepunahan juga akan terjadi pada sekitar setengah dari spesies endemik yang hidup di laut. Ancaman kepunahan spesies endemik 2,7 kali lebih besar karena mereka hanya ditemukan di satu tempat.

Peneliti mencatat, di wilayah pegunungan, sebanyak 84 persen hewan dan tumbuhan endemik akan menghadapi kepunahan pada suhu tersebut. Sementara di wilayah kepulauan, jumlah kepunahan akan meningkat hingga 100 persen setelah tahun 2050. Wilayah kepulauan tersebut termasuk yang berada di Asia Tenggara, seperti Filipina dan Sri Lanka.

Secara keseluruhan, 92 persen spesies endemik darat dan 95 persen spesies endemik laut menghadapi ancaman kepunahan. Satwa endemik yang terancam punah antara lain macan kumbang Persia, beruang hitam Balochistan, dan macan tutul salju di Himalaya. Sementara tumbuhan endemik yang terancam salah satunya tanaman medis seperti lumut lobaria pindarensis.

Meski demikian, para peneliti juga menyebut bahwa spesies endemik hewan dan tumbuhan tetap dapat bertahan jika negara-negara mampu mengurangi emisinya. Hasil penelitian menyimpulkan, hanya 2 persen spesies endemik darat dan laut yang akan menghadapi kepunahan pada suhu 1,5 derajat celsius. Persentase kepunahan akan meningkat menjadi 4 persen jika suhu Bumi mencapai 2 derajat celsius.

Penulis utama dan peneliti di Universitas Federal Rio de Janeiro, Stella Manes, mengemukakan, pemanasan global dan perubahan iklim mengancam daerah yang dipenuhi dengan spesies yang tidak dapat ditemukan di tempat lain di dunia. Risiko kepunahan spesies meningkat lebih dari sepuluh kali lipat jika negara-negara di dunia mengabaikan tujuan Perjanjian Paris 2015 untuk menekan kenaikan suhu di bawah 1,5 derajat celsius.

Menurut Manes, keanekaragaman hayati memiliki nilai yang sangat penting untuk mengetahui seberapa besar kesehatan suatu alam atau ekosistem. Keanekaragaman hayati juga akan melindungi dari sejumlah ancaman seperti perubahan iklim.

”Alam yang sehat memberikan kontribusi yang sangat diperlukan bagi orang-orang, seperti air, makanan, material, perlindungan dari bencana, rekreasi, serta hubungan budaya dan spiritual,” tuturnya.

Spesialis pulau dari Jurnal Ilmu Lingkungan dan Energi Terbarukan Karibia, Shobha S Maharaj, mengatakan, studi ini menemukan risiko kepunahan akibat perubahan iklim untuk spesies yang tidak ditemukan di mana pun, kecuali pulau-pulau seperti di Karibia, Pasifik, Asia Tenggara, Mediterania, atau Oseania. Spesies endemik di wilayah tersebut berisiko punah delapan kali lebih tinggi daripada di wilayah daratan.

”Kelangkaan geografis dari spesies ini menjadikan mereka memiliki nilai penting bagi alam. Spesies seperti itu tidak dapat berpindah dengan mudah ke lingkungan yang lebih menguntungkan, dan kepunahan mereka dapat mengakibatkan hilangnya spesies global yang tidak proporsional,” katanya.

Para peneliti pun berharap, komitmen kuat dari para pemimpin global menjelang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim di Glasgow, Skotlandia, akhir tahun ini, dapat membuat dunia berada di jalur yang tepat untuk memenuhi target Perjanjian Paris. Komitmen kuat dari setiap negara ini diyakini dapat menghindari kerusakan yang meluas dari kekayaan alam terbesar di dunia.

Oleh PRADIPTA PANDU

Editor: ICHWAN SUSANTO

Sumber: Kompas, 9 April 2021

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 4 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB