Teknologi kecerdasan buatan sudah begitu masuk ke dalam proses fotografi kamera ponsel, sehingga jumlah piksel kini tidak lagi menjadi satu-satunya barang dagangan. Ini adalah era fotografi komputasional, era AI.
OPPO—Tampak belakang ponsel Oppo Reno4 F, yang dihadirkan dalam dua warna: matte black (kiri) dan metallic white (kanan). Ponsel ini akan diluncurkan resmi di Indonesia pada 12 Oktober mendatang.
Vendor ponsel pintar Oppo, pada Selasa (6/10/2020) secara khusus menggelar acara icip-icip jarak jauh bagi jurnalis dan influencer untuk melihat produk terbarunya, Reno4 F. Tidak ada pengumuman harga dan dijual sejak kapan, acara ini khusus menggarisbawahi teknologi kamera yang dimiliki ponsel tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Padahal, secara hardware kamera, sebetulnya tidak ada yang menonjol dari Reno4 F. Tidak disebutkan persis menggunakan sensor apa, tetapi dari spesifikasi yang dibuka, memang bukan sesuatu yang spesial.
Kamera spesifikasi tertingginya ada di bagian belakang. Kamera ini memiliki resolusi 48 megapiksel dengan sensor ukuran 1/2 inci, jenis sensor yang juga banyak dipakai oleh ponsel-ponsel lain di kelas menengah. Lantas apa yang ingin dipamerkan Oppo kalau spesifikasi kameranya tidak menonjol?
Algoritma artificial intelligence atau kecerdasan buatan. Selling point ponsel ini ada pada perangkat lunak pengolah citra foto. Dan semuanya, menggunakan embel-embel AI, AI Color Portrait, AI Super Night Portrait, AI Night Flare Portrait, AI Super Clear Portrait, dan AI Beautification.
Ambil contoh AI Super Night Portrait, misalnya. PR Manager Oppo Indonesia Aryo Meidianto mengatakan, moda AI Super Night Portrait secara sederhana mirip dengan teknologi foto HDR (high dynamic range), di mana sejumlah foto dengan berbagai tingkat keterangan akan dirangkai untuk menyelamatkan baik highlight maupun shadow.
Namun teknologi AI akan memastikan bahwa HDR tidak terlihat terlalu berlebihan dan bisa memisahkan antara wajah subyek dan latar belakang.
Lalu juga ada AI Color Portrait. Dalam moda ini, AI akan bekerja dengan mengenali subyek foto secara otomatis lalu memisahkannya dari latar belakang. Kemudian, latar belakang akan dibuat menjadi hitam-putih, menyisakan subyek yang berwarna.
“Ini juga membuat foto menjadi karya seni yang saya prediksikan akan jadi tren di kalangan anak muda,” kata PR Manager Oppo Indonesia Aryo Meidianto.
Untuk fitur AI Super Clear Portrait, Aryo mengatakan Oppo menggunakan teknologi deep learning, salah satu subset dalam bidang kecerdasan buatan. Algoritma deep learning dapat mendeteksi keberadaan wajah pada sebuah foto kemudian meningkatkan detil tertentu.
“Misalnya, alis dan bulu mata dapat ditingkatkan, dapat direkonstruksi untuk menjadikan foto yang dihasilkan tampak lebih jelas,” kata Aryo.
Sesungguhnya, ini pun bukan pelibatan AI dalam fotografi ponsel. Ini menjadi penegas kembali bahwa saat ini adalah era fotografi komputasional.
Fotografi komputasional
“Kebanyakan foto yang kita ambil sekarang ini, bukanlah foto biasa yang berasal dari satu jepretan. Sekarang, kamera ponsel itu mengambil sejumlah foto dan komputer menggabungkannya menjadi satu gambar,” kata pakar ilmu komputer dan kecerdasan buatan University of California Berkeley AS Profesor Ren Ng dalam wawancaranya dengan New York Times.
TANGKAPAN LAYAR YOUTUBE/GOOGLE—Infografis yang ditampilkan Google saat peluncuran Google Pixel pada 2016; menjadi ponsel dengan kamera terbaik.
Kehadiran fotografi komputasional pada ponsel mungkin pertama kali dirasakan luas dampaknya ketika Google Pixel edisi pertama (2016) mendapat gelar ponsel dengan kamera terbaik dan algoritma kecerdasan buatan menjadi alasannya.
“Penggunaan HDR+ oleh Google Pixel telah menghasilkan kualitas foto yang seharusnya sulit dilakukan oleh sensor kecil pada ponsel. Ini membuka apa yang biasanya tidak mungkin menjadi mungkin,” tulis David Cardinal dari DXOMARK, sebuah firma konsultan yang melakukan benchmark terhadap kualitas foto dari kamera, lensa, dan ponsel.
Sejak saat itu, setiap ponsel Google Pixel pun selalu mendapatkan skor yang tinggi atas dasar algoritma pengolahan citra yang superior.
Apple pun pada peluncuran iPhone 11 Pro pada 2019 memperkenalkan teknologi Deep Fusion. Teknologi ini pada dasarnya meningkatkan detail yang ada pada foto.
Vice President Apple Phil Schiller mengatakan, Deep Fusion bekerja dengan cara mengambil sembilan foto, kemudian prosesor AI menganalisa setiap piksel untuk mencari bagian yang terbaik dan kemudian menggabungkannya menjadi satu. Hasilnya, adalah foto dengan detail yang jauh lebih baik, melampaui apa yang dihasilkan sistem kamera biasa, tanpa AI.
“Ini adalah bagaimana sebuah prosesor menghasilkan gambar. Ini adalah sains fotografi komputasional yang gila!” kata Schiller.
Lantas, jika teknologi foto pada ponsel pintar sudah sejauh ini, apakah kelak kehadiran AI juga akan muncul pada kamera profesional?
Oleh SATRIO PANGARSO WISANGGENI
Editor: KHAERUDIN KHAERUDIN
Sumber: Kompas, 7 Oktober 2020