Buka Akses Sofosbuvir

- Editor

Kamis, 7 Januari 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Harapan Kesembuhan bagi Pengidap Hepatitis C
Obat hepatitis C baru, Sofosbuvir, kini tersedia di Rumah Sakit Umum Cipto Mangunkusumo Jakarta melalui program akses khusus. Selama ini obat oral dengan tingkat keberhasilan tinggi, efek samping minim, dan harga amat mahal itu sulit diakses pengindap karena belum masuk Indonesia.

Ketua Perhimpunan Dokter Peduli AIDS Indonesia (PDPAI), Prof Samsuridjal Djauzi menyampaikan hal itu pada “Renungan Akhir Tahun: Pencapaian 2015, Tantang dan Harapan Upaya Penanggulangan AIDS 2016” di Jakarta, Kamis (31/12).

“Pasien yang butuh Sofosbuvir banyak sekali, tetapi harganya selangit. Kini terbuka kesempatan menggunakan Sofosbuvir seharga kurang dari 1.000 dollar AS per tiga bulan,” ujarnya. Layanan terapi hepatitis C dengan Sofosbuvir sudah dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo, Jakarta, sejak sebulan terakhir.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Melalui program akses khusus (special access) bagi 1.000 pasien populasi khusus, diharapkan banyak pasien hepatitis C terbantu. Selain pengidap hepatitis C, orang dengan HIV yang koinfeksi dengan hepatitis C termasuk kategori populasi khusus yang bisa mengakses Sofosbuvir.

Sementara itu, proses registrasi Sofosbuvir dengan mekanisme jalur cepat di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga dimulai. Jadi, akses khusus penggunaan Sofosbuvir bagi 1.000 pasien dan registrasi obat itu di BPOM berjalan bersamaan. Proses registrasi itu diperkirakan selesai Mei-Juni 2016.

Jika pasien yang mengakses Sofosbuvir melalui akses khusus lebih dari 1.000 orang, sementara proses registrasi obat ini belum selesai, kemungkinan obat yang disediakan RSCM ditambah.

Populasi khusus
Pengajar di Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia- RSCM Juferdy Kurniawan mengatakan, populasi khusus yang bisa mengakses Sofosbuvir dalam program akses khusus adalah pasien HIV koinfeksi hepatitis C, HIV koinfeksi penyakit ginjal kronis (CKD). Akses khusus juga diberikan kepada pasien hepatitis C kronis lanjut dan pasien yang tak toleran pada obat hepatitis C golongan Interferon.

Koinfeksi HIV dan hepatitis C menjadi masalah besar di Indonesia. Sekitar 70 persen pasien HIV terinfeksi hepatitis C. Hepatitis C juga menjadi penyebab kematian utama pasien HIV. Sekitar 80-90 persen pasien HIV koinfeksi hepatitis C itu adalah pengguna narkoba suntik. “Banyak pasien HIV meninggal bukan karena virus HIV, melainkan hepatitis C yang diderita. Setelah diterapi HIV, pasien kerap tak mengobati hepatitis C-nya,” ucapnya.

Juferdy memaparkan, prevalensi hepatitis C di Indonesia 2,5 persen. Artinya, ada 3-4 juta orang terinfeksi hepatitis C. Mayoritas pasien butuh pengobatan efektif, aman, dan terjangkau.

Formularium obat
Maka dari itu, Juferdy berharap proses registrasi Sofosbuvir berjalan lancar agar obat itu nantinya masuk formularium nasional. Dengan demikian, Sofosbuvir bisa ditanggung Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan. Jika masuk daftar obat yang ditanggung Jaminan Kesehatan Nasional, pasien hepatitis C sulit mengakses obat yang efektif dan terjangkau.

58c98-mrk-gilead-sofosbuvir-2013Samsuridjal menambahkan, terbukanya akses pada Sofosbuvir memberi harapan kesembuhan pasien hepatitis C. Kini yang terpenting, menjalani tes hepatitis C untuk mendeteksi virus.

Terkait penanggulangan HIV, Samsuridjal memaparkan, sejumlah tantangan dihadapi pada 2016. Salah satunya, pemerintah harus terus berupaya menemukan sekitar 400.000 penduduk yang terinfeksi HIV tetapi belum menjalani tes HIV. Layanan tes HIV di fasilitas kesehatan sebaiknya dimanfaatkan warga agar bisa terdeteksi sejak awal. “Jangan anggap tes HIV hanya bagi mereka yang berperilaku berisiko. Semua orang bisa terinfeksi,” ujarnya.

Ketika ada penambahan banyak pasien HIV dari hasil tes, penyediaan obat antiretroviral (ARV) jadi tantangan pemerintah. “Dulu ada anggapan, tantangannya selalu dana. Ternyata, tantangannya ialah ketersediaan informasi agar orang peduli dan berinisiatif menjalani tes. Tantangan lain, kesiapan fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, dan anggaran,” kata Samsuridjal.

Meski demikian, penanggulangan HIV sepanjang 2015 memberi harapan. Itu ditandai komitmen pemerintah dalam penanggulangan HIV, layanan HIV mulai menyatu dengan layanan umum, kenaikan usia harapan hidup orang dengan HIV/ AIDS jadi hampir sama dengan mereka yang tak terinfeksi HIV. (ADH)
————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 2 Januari 2016, di halaman 13 dengan judul “Buka Akses Sofosbuvir”.

————

Masukkan Tiga Kombinasi Obat Hepatitis C ke Formularium Nasional

Dua kombinasi obat, yakni sofosbuvir-ledipasvir dan sofosbuvir-declatasvir, dinilai lebih efektif untuk mengobati hepatitis C dibandingkan obat yang ada di Indonesia saat ini. Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan diharapkan memasukkan kombinasi obat ini ke dalam formularium nasional sehingga nantinya bisa masuk dalam manfaat Jaminan Kesehatan Nasional.

Demikian disampaikan Juru Bicara Koalisi Obat Murah, Aditya Wardhana, Sabtu (2/1), di Jakarta. Aditya mengatakan, saat ini telah ada kombinasi obat sofosbuvir-ribavirin melalui akses khusus di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. “Kami mengapresiasi adanya akses khusus ini,” ujarnya.

Meski demikian, Aditya menilai harga sofosbuvir-ribavirin di RSCM masih lebih mahal, yakni sekitar Rp 4 juta untuk sebulan, dibandingkan dengan harga pasaran di India yang Rp 2,2 juta untuk sebulan. Padahal, dalam pedoman pengobatan hepatitis C, pasien perlu mengonsumsi obat ini selama enam bulan.

Selain harga, ada juga kombinasi selain sofosbuvir-ribavirin yang lebih efektif dan efek sampingnya relatif minim, yaitu kombinasi sofosbuvir-ledipasvir dan sofosbuvir-declatasvir. Oleh karena itu, sangat perlu bagi pemerintah untuk mempermudah pemberian izin edar tiga kombinasi obat ini dan memasukkan ke formularium nasional (fornas). Dengan begitu, obat ini bisa dimasukkan ke dalam paket manfaat dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Fornas adalah daftar obat yang disusun berdasarkan bukti ilmiah mutakhir oleh Komite Nasional Penyusunan Fornas. Obat yang masuk dalam daftar ini adalah obat yang dinilai paling berkhasiat, aman, dan harga terjangkau yang disediakan serta digunakan sebagai acuan untuk penulisan resep dalam sistem JKN.

Lebih murah
Obat hepatitis C yang selama ini ada, pegylated interferon, yang harganya lima kali lipat dibandingkan dengan sofosbuvir, sudah masuk ke dalam paket manfaat JKN.Namun, efektivitas interferon lebih rendah dibandingkan dengan sofosbuvir, sedangkan efek sampingnya relatif lebih banyak.

“Pegylated interferon saja ditanggung, masak sofosbuvir, ledipasvir, dan declatasvir tidak. Padahal, tiga obat ini lebih efektif dan murah dibandingkan interferon. Kementerian Kesehatan bisa meminta Kimia Farma sebagai badan usaha milik negara untuk mengimpor tiga obat yang mampu menyelamatkan hidup pasien hepatitis C ini,” ujar Aditya.

Staf pengajar di Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Juferdy Kurniawan, menambahkan, saat ini sofosbuvir bisa diakses oleh populasi khusus di RSCM melalui akses khusus sambil menunggu proses registrasi di Badan Pengawas Obat dan Makanan melalui mekanisme jalur cepat dan diharapkan selesai Mei-Juni 2016.

Populasi khusus yang dapat mengakses sofosbuvir dalam program akses khusus ialah pasien HIV koinfeksi hepatitis C, HIV koinfeksi penyakit ginjal kronis, pasien hepatitis C kronis lanjut, dan pasien yang tidak toleran dengan penggunaan interferon. “Koinfeksi HIV-hepatitis C masih menjadi masalah di Indonesia. Sekitar 70 persen pasien HIV terinfeksi hepatitis C. Penyakit ini menjadi penyebab kematian utama pasien HIV,” kata Juferdy.

Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Maura Linda Sitanggang mengatakan, apabila proses registrasi sofosbuvir dan obat hepatitis C lain telah selesai, pihak terkait bisa mengajukan obat ini kepada komite fornas untuk dimasukkan dalam daftar obat fornas. Bukti informasi khasiat, keamanan, mutu, dan cost efectiveness harus juga disertakan.

ADITYA RAMADHAN

Sumber: Kompas Siang | 2 Januari 2016

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB