Badan Restorasi Gambut melakukan kaji cepat hidrologi di lokasi bekas proyek pengembangan lahan gambut di Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Kajian itu untuk menentukan wilayah yang akan dibasahi dan direvegetasi.
Kaji cepat hidrologi itu meliputi data profil hidrologi, profil gambut, data fisik, dan sosial sekitar lokasi. Setelah itu, Badan Restorasi Gambut (BRG) akan memulai proses restorasi pada April 2016 di lahan bekas proyek pengembangan lahan gambut (PLG) itu. “Data itu yang nantinya kami pakai untuk membangun kanal besar supaya pembuatannya tepat sasaran,” kata Deputi Konstruksi, Operasional, dan Perawatan Badan Restorasi Gambut Alue Dohong, di Palangkaraya, Senin (4/4).
Lahan bekas PLG memiliki luas 1,4 juta hektar. Namun, BRG akan merestorasi bertahap mulai dari 100.000 hektar di blok C, Pulang Pisau. Hal itu karena keterbatasan anggaran. Untuk proses kajian dan restorasi ini, BRG bekerja sama dengan Organisasi Lestari Badan untuk Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) dan pemerintah daerah setempat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dohong menambahkan, diperkirakan kgiatan itu membutuhkan dana Rp 8 juta-Rp 10 juta per hektar.
BRG juga akan memperbanyak sumur bor di tiga desa di Pulang Pisau, yakni Desa Tumbang Nusa, Desa Taruna, dan Desa Pilang. Adapun Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah berkomitmen membangun 2.000 sumur bor di seluruh wilayahnya. “Kami akan bangun 800 dulu yang disepakati para pengusaha,” kata Penjabat Gubernur Kalimantan Tengah Hadi Prabowo.
Pemerintah membentuk konsorsium bersama para pengusaha di berbagai sektor untuk membuat 800 sumur bor sampai akhir April 2016. Rinciannya, sektor perkebunan 400 sumur bor, pertambangan 160 sumur, dan jasa keuangan 80 sumur bor.
Plt Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Andi Agus Oddek menjadi koordinator konsorsium bidang perkebunan. Ia belum mengetahui secara pasti anggaran yang dibutuhkan untuk membuat sumur bor itu.
Pemerintah membuat kajian dan salinan teknis pembuatan serta peta penyebaran sumur bor ke setiap konsorsium. Dalam salinan itu, pemerintah berasumsi satu sumur bor menghabiskan dana Rp 25 juta.
“Kalau terlalu berat bagi teman-teman pengusaha, kami bisa dan boleh menurunkan jenis peralatan agar lebih murah,” ucapnya. (IDO)
————————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 5 April 2016, di halaman 14 dengan judul “BRG Kaji Cepat Hidrologi di Eks PLG”.