Ratusan alat deteksi gempa Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika merekam aktivitas seismik tak lazim di wilayah Korea Utara. Aktivitas gempa yang diduga dari percobaan nuklir ini memiliki kekuatan guncangan setara gempa Magnitudo 6,2. Sebagai perbandingan gempa Yogyakarta tahun 2006, yang menewaskan ribuan orang, memiliki kekuatan M 6,4.
“Gempa tak lazim ini terdeteksi oleh 166 sensor seismik BMKG pada Minggu (3/9) pukul 10.30 WIB. Pusat guncangan pada koordinat 41,29 Lintang Utara dan 128,94 Bujur Timur dengan kedalaman 1 kilometer,” kata Kepala Bidang Informasi Gempa dan Peringatan Dini Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono, di Jakarta.
Menurut Daryono, berdasarkan karakteristik rekaman seismogram diketahui bahwa gelombang seismik tersebut diduga bersumber dari sebuah ledakan besar di dalam tanah. “Ada kesamaan pola dari sebagian besar rekaman gelombang seismik yang menunjukkan terjadi gerakan awal berupa kompresi. Ini ciri-ciri ledakan, bukan gempa bumi tektonik,” katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Berdasarkan data seismik yang terekam di BMKG, sumber kompresi (compressional source) dengan amplitudo gelombang-P (primary wave) relatif lebih besar dari gelombang-S (secondary wave). Sementara pada kejadian gempa bumi tektonik, amplitudo gelombang-S biasanya lebih besar.
“Cukup beralasan jika kita meyakini bahwa telah terjadi sebuah aktivitas ledakan besar di bawah permukaan. Apalagi, sumber guncangan ini secara tektonik tidak berada di wilayah rentan gempa,” kata Daryono.
Analisis parameter kegempaan BMKG menghitung, kekuatan guncangan tersebut mencapai M 6,2.
Menurut Daryono, Indonesia telah menandatangani ratifikasi pelarangan uji coba nuklir bawah tanah. Oleh karena itu, Indonesia berkewajiban ikut melakukan pemantauan uji coba nuklir melalui sistem monitor seismik yang dioperasikan BMKG.
Sebagai salah satu implementasi negara anggota perjanjian nonproliferasi nuklir, mulai 2002 di Indonesia dipasang 6 stasiun seismik pemantau nuklir atau CTBTO (Comprehensive Nuclear Test Ban Treaty Organization). Keenam stasiun seismik ini dipasang di Kappang (Sulawesi Selatan), Parapat, Lembang, Kupang, Sorong, dan Jayapura.
“Dalam melakukan analisis BMKG tidak terbatas hanya menggunakan ke-6 stasiun seismik CTBTO tersebut, tetapi juga menggunakan stasiun lain yang jumlahnya lebih banyak agar diperoleh hasil parameter yang akurat,” katanya.
Terekam global
Selain BMKG, sejumlah lembaga pemantau gempa bumi dunia lainnya juga merekam adanya guncangan besar di wilayah Korea Utara, misalnya Amerika Serikat (USGS), Jerman (GFZ), dan Eropa (EMSC). Penghitungan USGS menunjukkan kekuatan guncangan tersebut mencapai M 6,3, penghitungan GFZ mencapai M 6,0, dan penghitungan EMSC mencapai M 5,9. Dalam laman resmi USGS disebutkan, pusat ledakan terletak pada lokasi uji coba ledakan nuklir masa lalu.
Sejumlah lembaga kegempaan dunia tersebut juga merekam bahwa dampak ledakan ini menimbulkan guncangan cukup kuat hingga skala intensitas VI Mercalli Modified Intensity (MMI) di beberapa kota di Korea Utara, seperti Kota Cho Dong, Soman, dan Nampyo Dong.
“Dengan kekuatan ini, guncanganya diperkirakan dapat menimbulkan kerusakan ringan seperti retakan pada bangunan tembok sederhana,” kata Daryono. (AIK)
——————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 4 September 2017, di halaman 13 dengan judul “BMKG Deteksi Aktivitas Seismik Tak Lazim di Korut”.